Sidang Suap Meikarta, Iwa Karniwa Ditanya Soal Rp1 Miliar dan Spanduk Calon Gubernur

Konten Media Partner
28 Januari 2019 21:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Suap Meikarta, Iwa Karniwa Ditanya Soal Rp1 Miliar dan Spanduk Calon Gubernur
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa (pegang mic), menjadi saksi dalam sidang kasus suap proyek perizinan Meikarta. (Ananda Gabriel)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa, menjadi saksi dalam sidang kasus suap proyek perizinan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Iwa tentang uang Rp1 miliar.
Awalnya jaksa KPK I Wayan Ryana bertanya kepada Iwa soal pertemuannya dengan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili di KM 72 tol Purbaleunyi pada Desember 2017.
Iwa membenarkan pertemuan tersebut. Menurutnya pertemuan itu diminta oleh anggota DPRD Jabar yang juga politikus PDI Perjuangan Waras Wasisto. Dalam kesempatan itu Iwa akhirnya dikenalkan dengan Neneng Rahmi.
Iwa mengaku sebelumnya tidak tahu soal rencana pertemuan tersebut. Ia mengaku kebetulan baru hadir rapat di pusat.
ADVERTISEMENT
“Saya dikontak Pak Waras, ada yang minta ketemu saya. Saya bilang di kantor saja selesai saya pulang ke rumah," kata Iwa.
Pertemuan tersebut diketahui untuk membahas terkait pengurusan Raperda Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) proyek Meikarta.
"Iya atas permintaan Waras bertemu. Saya bilang di kantor saja. Saya sudah tidak ikut karena tidak ada kewenangan," ujarnya.
Jaksa lalu menanyakan apakah ia meminta sejumlah uang ke Neneng Rahmi untuk pengurusan RDTR, tetapi Iwa membantah.
Jaksa KPK lainnya, Yadyn, kemudian menanyakan mengapa Iwa mau diminta bertemu oleh Waras yang bukan atasan Iwa. Iwa menjelaskan, Waras memang bukan atasannya, tetapi anggota DPRD Jabar. Dirinya hadir untuk menjaga silaturahmi dan bukan dalam urusan kerja.
ADVERTISEMENT
Tetapi jaksa KPK kembali menanyakan, jika Waras bukan atasan, apa alasan Iwa mau menemuinya. Lagi-lagi Iwa menjawab untuk menjaga silaturahmi dengan DPRD Jabar.
Iwa berkilah, pertemuan di KM 72 hanya sebentar. Karena untuk urusan pekerjaan, Iwa lebih memilih bertemu di kantor. Makanya, saat itu Iwa mengaku meminta mereka untuk ke kantornya.
Yadyn lalu membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Iwa sebagai saksi di penyidik KPK. Dalam BAP tersebut Iwa mengaku pada Desember 2017 beremu dengan Waras, Neneng, Sulaiman (DPRD Bekasi) dan seorang laki-laki tidak dikenal di Starbuck Coffe di KM 72 Tol Purbaleunyi. Saat itu Waras minta bertemu terkait urusan dinas.
Setelah itu, jaksa menanyakan jika Iwa ingin tertib administrasi kenapa tidak meminta mereka datang langsung ke kantornya, tetapi malah tetap mendatangi KM 72.
ADVERTISEMENT
Ditanya seperti itu Iwa hanya terdiam. Mengenai pertemuan di kantornya dengan Neneng, Iwa mengaku mereka mau mengurus soal Raperda RDTR. Hanya saja, kata Iwa, dirinya mengaku tidak punya kewenangan, karena itu urusan gubernur dan bisa langsung menghubungi sekretariat Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD).
"Saat itu mereka ingin tahu prosedur (RDTR). Tapi saya tidak bisa bantu karena saya bukan ketua BKPRD," kata Iwa.
"Kalau ingin mengetahui prosedur bisa ke bawahan saudara? Saudara tahu tidak soal permintaan Rp1 miliar?" tanya Yadyn.
Iwa pun kembali membantahnya. Jaksa kemudian meminta agar Iwa jujur karena sudah disumpah. Namun Iwa tetap pada keterangannya.
JPU KPK Yadyn lalu menanyakan soal adanya tawaran dari Waras usai pertemuan di KM 72 Tol Purbaleunyi. Yadyn bertanya, apakah benar jika nanti rekomendasi RDTR keluar akan diberikan bantuan banner.
ADVERTISEMENT
"Iya, tapi saya tidak pernah meminta," ujar Iwa.
"Apakah ada pemberiam banner?" kembali Yadyn bertanya.
"Tidak (pemberian banner)," kata Iwa.
Yadyn pun kemudian membacakan BAP Iwa Karniwa saat diperiksa sebagai saksi di KPK. Dalam BAP tersebut, Iwa mengatakan jika banner tersebut sebagai promosi dirinya untuk maju sebagai calon Gubernur (Cagub) Jabar dari PDIP pada November 2017.
"Desember banner itu sudah dipasang. Anda bilang, ya sudah kalau begitu mah terima kasih. Padahal saya tidak bisa membantu. Yang saya ketahui pemberian banner itu terkait RDTR," kata Yadyn membacakan BAP Iwa.
"BAP benar (ditandatangani). Saya baca, tapi terakhir saya buru-buru. Karena saya tidak pernah meminta dan menerima," ujarnya.
Iwa pun menegaskan dirinya tidak pernah meminta banner dan menyebutkan akan mencalonkan diri jadi bakal calon gubernur saat pertemuan. Begitu juga soal adanya titipan untuknya dari anggota DPRD Bekasi, Sulaiman.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, anggota majelis hakim Tardi mengatakan dua orang saksi, yakni Neneng Rahmi dan Henry Lincoln menyebutkan jika Iwa meminta Rp1 miliar. Iwa pun membantahnya.
"Nanti dibuktikan kembali setelah konfrontir. Jangan sampai bapak bilang tidak terima. Tapi kan perlu dibuktikan," ujarnya.
Hakim pun lantas memerintahkan JPU KPK untuk menghadirkan saksi Neneng Rahmi dan Henry Lincoln untuk dikonfrontir pada sidang selajutnya, yakni Senin (4/2/2019).
Hakim lainnya, Lindawati, menilai pernyataan Iwa tidak konsisten mengingat dua saksi sebelumnya menyebutkan soal permemintaan uang Rp1 miliar.
"Yang jelas saya tidak. Saya tidak pernah meminta dan menerima," ujar Iwa. (Ananda Gabriel)