Task Force Jabar Waspadai Hoaks Berkedok Ekestremisme di Pilpres 2019

Konten Media Partner
3 Desember 2018 14:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Task Force Jabar Waspadai Hoaks Berkedok Ekestremisme di Pilpres 2019
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Dialog publik bertajuk “Milenial Melawan! Cegah Hoaks, Ujaran Kebencian dan Kampanye Hitam” di Spasial, Jalan Gudang Selatan, Bandung, yang digelar Task Force Jabar. (Istimewa)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Untuk memantau Pemilu 2019, di Jawa Barat dibentuk Task Force, sebuah gugus tugas yang terdiri dari berbagai kalangan. Salah satu tugas Task Force ialah melakukan pencegahan terhadap ekstremisme yang berkembang melalui hoaks, ujaran kebencian dan kampanye hitam.
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat Lolly Suhenti menyambut baik pembentukan Task Force. Menurutnya, baru kali ini di Jawa Barat terbentuk sebuah forum Task Force yang beranggotakan multi stakeholder dari 14 Kota/Kabupaten se-Jawa Barat.
Anggota Task Force sendiri terdiri dari akademisi atau kampus, aktivis, politisi, CSO, perwakilan pemerintahan di tingkat lokal mulai dari RT/RW hingga perwakilan pemerintahan yaitu Dinas Pendidikan, Dinas Agama dan Kesbangpol serta Bawaslu.
ADVERTISEMENT
“Task Force ini menjadi sangat penting keberadaannya karena memiliki tugas menanggapi, mencegah dan melakukan kampanye serta advokasi terkait isu kekerasan berbasis ekstremisme atau radikalisme dan kaitannya dengan konteks Pileg atau Pilpres 2019,” kata Lolly Suhenti, dalam dialog publik bertajuk “Milenial Melawan! Cegah Hoaks, Ujaran Kebencian dan Kampanye Hitam” di Spasial, Jalan Gudang Selatan, Bandung, pekan lalu.
“Keberadaan Task Force ini sangat penting agar semua unsur dapat saling berkoordinasi untuk menguatkan negara ini terutama dalam upaya penyelenggaraan Pemilu yang bersih dan berintegritas,” tambah Lolly.
Selain Bawaslu, narasumber dialog publik tersebut antara lain advokat Asri Vidya Dewi yang juga Sekretaris PERADI Bandung, Catur Ratna dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Ni Loh Gusti Madewanti dari Droupadi sekaligus Koordinator Task Force Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Mereka menyampaikan upata pencegahan penyebaran hoaks, ujaran kebencian dan kampanye hitam melalui perspektifnya masing-masing, yaitu perspektif hukum, perspektif Jurnalis, dan perspektif penyelenggara pemilu.
Asri Vidya Dewi mengatakan, secara hukum, dalam kitab Undang- undang Hukum Pidana Nomor 1 Tahun 1946 mengatur istilah Penyebaran Berita Bohong. Penyebar berita bohong akan dipidana manakala berita tersebut dapat menerbitkan keonaran.
“Berita bohong kerap dibuat untuk hiburan atau sekedar lucu-lucuan, bentuknya bisa berupa meme, pesan berantai atau infografis. Lalu yang yang bersifat merugikan, yaitu berita bohong yang dibuat untuk strategi politik, menjatuhkan lawan, disinformasi, bahkan diarahkan ke segregasi sosial,” terang Asri.
Sementara Catur Ratna mengatakan, tahun politik menjadi tantangan bagi pers Indonesia untuk mempraktikkan jurnalisme yang profesional dan independen. “Jurnalis dan media tidak boleh partisan sebab masyarakat harus mendapatkan haknya mendapatkan informasi yang benar dan adil. Untuk itu jurnalis perlu menjaga independensinya di ruang publik, termasuk media sosial,” katanya.
ADVERTISEMENT
Dialog publik itu sebagai salah satu upaya Task Force Jawa Barat untuk memberikan kesadaran tentang perlunya pencegahan bahaya kekerasan ekstremisme yang berkembang dan menjalar melalui hoaks, ujaran kebencian dan kampanye hitam. Dialog publik ini merupakan tindak lanjut dari Workshop Pembentukan Task Force Jawa Barat yang dilakukan di Bandung, 23-24 Juli 2018. (Iman Herdiana)