Tempat Ibadah di Kota Bandung Tak Ramah Difabel

Konten Media Partner
25 Desember 2018 15:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tempat Ibadah di Kota Bandung Tak Ramah Difabel
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Penyandang disabilitas netra bersiap melakukan salat di masjid Ummi Maktum area PSBN Wyata Guna Bandung. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Kelompok difabel mengaku hampir seluruh tempat ibadah berbagai agama di Kota Bandung tidak aksesibel. Hal itu berdasarkan survei mereka dengan kelompok lain ke masjid, gereja dan vihara di 15 kecamatan dari 30 kecamatan yang ada.
Menurut juru bicara Ikatan Alumni Wyata Guna (IAWG) Bandung, Suhendar, hasil dari survei tersebut hanya Masjid Ibnu Ummi Maktum Komplek Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna dan Gereja Caritas yang dapat diakses oleh kelompok difabel.
Padahal kata Suhendar, salah satu pemenuhan hak asasi manusia adalah memfasilitasi seluruh warga negaranya untuk menjalankan kegiatan beragama dan berkeyakinan.
"Teman-teman kursi roda, teman-teman tuna netra apakah sudah bisa menjangkau sarana ibadah itu dengan leluasa dan nyaman? Itu yang menjadi persoalan hari ini. Bahwa sarana aksesibilitas bagi tempat-tempat ibadah itu ternyata masih sangat minim untuk kaum disabilitas. Artinya tidak ingin merubah arsitek atau pun ingin merubah konstruksi bangunan," kata Suhendar di Bandung, Selasa (25/12/2018).
ADVERTISEMENT
Suhendar menuturkan, sama halnya dengan disabilitas rungu yang tidak disediakan materi teks saat menjalani aktivitas beribadah. Dalam Undang-undang Dasar 1945 disebutkan negara wajib menjamin setiap warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya, termasuk di dalamnya pemenuhan fasilitas.
Suhendar menjelaskan Kota Bandung yang warganya plural, sudah selayaknya memiliki tempat ibadah yang ramah fasilitasnya untuk didatangi oleh kelompok disabilitas. Akibat minimnya tempat ibadah yang ramah diakses oleh kelompok disabilitas, sebagian besar menjalankan ibadahnya secara perorangan.
"Artinya patut dipertanyakan soal esensi Kota Bandung yang ramah HAM, karena dalam kenyataannya disabilitas dalam menjalankan agama dan keyakinannya masih kesulitan," ujar Suhendar.
Masalah tersebut ujar Suhendar, sudah dilaporkan berkali-kali kepada otoritas terkait yaitu Departemen Agama. Hal itu untuk mengingatkan kepada pemerintah agar segera memenuhi hak warga negaranya tanpa terkecuali kelompok disabilitas. (Arie Nugraha)
ADVERTISEMENT