P3A Bojonegoro Kampanyekan Stop Pernikahan Anak di Bawah Umur

Konten Media Partner
9 Desember 2018 18:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
P3A Bojonegoro Kampanyekan Stop Pernikahan Anak di Bawah Umur
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (P3A) dan Keluarga Berencana (KB) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur bekerja sama dengan Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Bojonegoro menggelar sosialisasi sekaligus kampanye tentang perkawinan anak di bawah umur, Minggu (09/12/18).
ADVERTISEMENT
Sosialisasi dengan tema "Perkawinan Anak Renggut Hak Anak" itu digelar di ruangan Angling Dharma Pemkab Bojonegoro, dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HKTP).
Ketua YKP Herna Lestari mengungkapkan, salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA) yang terjadi di Indonesia, disebabkan karena perkawinan anak di bawah umur.
Berdasarkan data UNICEF tahun 2015, sekitar 17 persen perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Sementara data World Fertility Policies, United Nations tahun 2011 mencatat bahwa Indonesia berada di urutan 37 dari 73 negara, pada kasus perkawinan dalam usia muda, serta menempati peringkat tertinggi kedua di ASEAN, setelah Kamboja.
"Data tersebut menunjukkan bahwa rentannya kehidupan perempuan di Indonesia saat ini, karena kekerasan itu bisa terjadi di mana saja dan siapa pun bisa menjadi korban serta siapa pun bisa menjadi pelaku," katanya.
ADVERTISEMENT
Faktor yang mendasari terjadinya perkawinan anak, yaitu akibat kehamilan di luar nikah atau sudah terlanjur hamil di usia muda saat berpacaran. Selanjutnya ada kekhawatiran orang tua karena melihat anaknya sudah berpacaran, sehingga segera dinikahkan.
"Seluruh elemen masyarakat harus terlibat untuk mencegah terjadinya perkawinan anak. Mulai dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah," tandasnya.
Herna menyampaikan, untuk mencegah terjadinya perkawinan anak, selain anak-anak sendiri, para orang tua juga harus tahu dan paham tentang kesehatan reproduksi. Baik sehat secara fisik, mental, maupun sosial.
"Orang tua harus paham bagaimana proses terjadinya kehamilan. Apa yang terjadi kalau usia remaja atau anak-anak sudah hamil? Apa yang terjadi jika dalam usia remaja telah melakukan hubungan seksual? Apa saja dampaknya? Kalau sudah hamil, kebanyakan putus sekolah, benar atau tidak?," tanya Herna kepada peserta yang mayoritas diikuti siswa-siswi setingkat SMA.
ADVERTISEMENT
Kabid Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro Nandar mendukung upaya pencegahan terjadinya perkawinan anak di bawah umur.
Namun demikian, apabila masih terjadi kasus perkawinan pada anak atau hamil saat usia sekolah, pihaknya telah melakukan upaya agar anak-anak yang putus sekolah akibat hamil tersebut masih dapat melanjutkan sekolah.
"Dalam beberapa kasus yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro, anak-anak yang putus sekolah akibat hamil mereka tetap diperbolehkan melanjutkan pendidikan melalui pendidikan di luar sekolah atau melalui pendidikan kesetaraan. Tetapi hal ini ke depan jangan sampai terjadi," harapnya.
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HKTP) adalah kampanye global untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan, yang dimulai dari 25 November sampai 10 Desember.
ADVERTISEMENT
Kampanye ini pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute dan didukung oleh Center for Women’s Global Leadership. Di Indonesia kampanye 16 HAKTP diinisiasi oleh Komnas Perempuan sejak 2003.
Sedangkan di Bojonegoro Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3A-KB) saat ini sedang gencar melaksanakan kampanye tersebut. (nur/rev)