Jasa Angkutan Laut yang Juga Mulai Mengubah Pola Bisnisnya

Abang Edwin SA
Seorang Konsultan yang memfokuskan diri pada dunia online terutama pada human behavior yang ia yakini menjadi pondasi dari semua aktivitas yang terjadi di internet. Ia memiliki latar belakang dunia seni terpakai (applied art) yang membawanya menyelesaikan pendidikan + 6 tahun pengalaman sebagai seorang desainer produk dan juga perencana produk dari keseluruhan hampir 25 tahun pengalamannya bekerja. Kalian akan mendapati tulisan-tulisan Bangwin dengan beragam topik di lamannya ini. Mudah-mudahan bisa bermanfaat :-)
Konten dari Pengguna
10 Agustus 2017 12:33 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abang Edwin SA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jasa Angkutan Laut yang Juga Mulai Mengubah Pola Bisnisnya
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Seperti janji saya bahwa saya akan melanjutkan tulisan pertama saya yang masuk dalam serial disruptive economy, maka kali ini saya akan mencoba mengangkat sebuah kasus menarik yang terjadi di dalam negeri tentang sebuah perusahaan yang bisa bangkit kembali setelah merubah total pendekatan bisnis mereka dengan mengadopsi pendekatan sharing economy.
ADVERTISEMENT
Kalian tentu sudah sangat sering mendengar nama Gojek ataupun Grab bukan? Saya tidak akan membahas kedua perusahaam tersebut karena bisnis yang mereka jalankan ya sebenarnya pengadopsian secara utuh dari apa yang dilakukan oleh Uber. Bahkan keduanya juga tampil menjadi pesaingnya Uber dalam areal perusahaan penyedia transportasi berbasis aplikasi.
Lalu apa yang ingin saya sampaikan pada tulisan saya kali ini? Disruption pada industri jasa angkutan laut! What? Memangnya bisa? Ya bukan saja bisa namun sudah terjadi, dan berhasil menberikan nafas baru bagi perusahaannya dimana industrinya terlihat menuju kearah kematian.
Krisis Global Di Laut
Industri jasa angkutan laut diambang kematian. Di tahun 2016 pada Agustus akhir muncul pemberitaan bangkrutnya raksasa shipping line, Hanjin Shipping. Dan ini seperti mengukuhkan gambaran suramnya industri jasa angkutan laut dua tahun kebelakang didorong oleh pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia dan melemahnya harga-harga komoditas dunia. Hal ini membuat kapal-kapal milik Hanjin Shipping jadi menganggur. Bangkrutnya Hanjin Shipping menjadi pemicu bagi kemunduran puluhan perusahaan pelayaran lainnya. Yang langsung juga menerpa shipping line lainnya serta perusahaan pembuat kapal dan efeknya membuat harga kapal jadi jatuh.
ADVERTISEMENT
Apakah benar bangkrutnya Hanjin Shipping dan juga puluhan lainnya itu disebabkan karena perdagangan dunia yang melemah? Majalah The Economist melaporkan bahwa krisis itu benar-benar terjadi.
Bangkit Dari Ancaman Kematian
Dari dalam negeri, dalam bukunya yang berjudul “Disruption”, bapak Rhenald Ķasali bercerita tentang pertemuannya dengan dengan Presiden Direktur PT. Djakarta Lloyd (Persero), Arham S. Torik dimana perusahaannya pada saat itu juga sedang melakukan perubahan.
Dalam menghadapi situasi global yang menghantam dunia shipping line ini, PT. Djakarta Lloyd pun juga tengah melakukan perubahan (reposisi), ungkap pak Arham. Menurutnya, sebenarnya shipping company itu tidak perlu memiliki kapal sendiri, mereka hanya perlu menjadi operator saja. Jadi kalau ada order angkutan barang dari Kalimantan sementara kapalnya ada di Jakarta dan order datang ke Jakarta biayanya akan menjadi terlalu mahal. Maka mereka cukup mengontak kapal-kapal milik shipping line lain yang ada di dekat lokasi. Sehingga biaya bisa jauh lebih murah.
ADVERTISEMENT
Krisis global yang diceritakan di atas pun juga menimpa PT. Djakarta Lloyd. Mereka terancam bangkrut karena pada 2008-2013 mereka terus merugi (total kerugian mencapai 554 miliar Rupiah). Setelah mereka mereposisi perusahaan mereka sebagai perusahaan operator maka kondisi berbalik menjadi sehat (dengan laba bersih 40 miliar Rupiah pada tahun 2016).
Dengan reposisi yang dilakukan PT. Djakarta Lloyd membuat mereka jadi lawan yang tak berimbang diantara shipping company lainnya yang mengandalkan kapal-kapal milik sendiri. Efisiensi yang dilakukan benar-benar membuat PT. Djakarta Lloyd jadi lawan yang sulit dikalahkan sekaligus juga pembawa trend perubahan di laut.
Seperti pada tulisan saya sebelumnya, disrupt economy yang dilakukan oleh Uber pun diadopsi di laut, dan saya pikir pola ini pun seharusnya bisa digunakan bagi layanan-layanan lainnya. Pada prinsipnya own economy tidak lagi masuk akal untuk dijalankan ketika efisiensi justru jadi kunci. Kini jamannya sharing economy, dimana sebuah proses bisa dilakukan bersama-sama dengan berbagi resiko dan juga keuntungan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana menurut kalian?
*sumber pustaka rujukan: “Disruption” – Rhenald Kasali