Awas Tertipu Hoaks Kesehatan

Konten Media Partner
12 Oktober 2018 11:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tenaga kesehatan. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tenaga kesehatan. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Penulis: Pribakti B (Dokter RSUD Ulin Kota Banjarmasin dan Dosen FK Universitas Lambung Mangkurat). Artikel ini opini pribadi yang dikirim ke banjarhits.ID
ADVERTISEMENT
banjarhits.ID – Di era milenial, begitu mudah mencari informasi di internet. Termasuk pula informasi kesehatan. Satu sisi sangat menguntungkan, namun di sisi lain juga membawa dampak baru yang bisa saja merugikan. Misalnya, saat pasien berobat ke dokter, banyak yang membawa salinan data informasi dari internet.
Istilahnya ia mendiagnosis penyakitnya sendiri sebelum berobat ke dokter. Tentu hal tersebut tidak dilarang. Namun bukan berarti pasien langsung percaya tanpa menerima pemeriksaan langsung dari dokter. Sebab penegakan diagnosis tidak mungkin dilakukan hanya sekilas pandang mata. Harus ada pemeriksaan.
Kehadiran situs-situs kesehatan terpercaya sebenarnya sangat membantu soal pencegahan penyakit dan sosialisasi kesehatan. Khusus untuk diagnosis, apalagi soal tindakan medis dan obat-obatan tetaplah harus mengikuti petunjuk dokter. Sebaiknya, ketika menerima berbagai informasi kesehatan dari internet, perlu dilakukan uji klarifikasi.
ADVERTISEMENT
Sekalipun apa yang dijelaskan di internet tampaknya serupa dengan yang kita alami, tapi belum tentu semua itu benar. Kondisi sakit akibat penyakit tidak boleh dipandang sesepele itu. Tepatnya jika kita sakit, berobat dan tetap ikutilah petunjuk dokter, bukan petunjuk yang berasal dari internet.
Data Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dari bulan Februari 2016- Februari 2017 menyebutkan bahwa berita bohong (hoaks) soal kesehatan paling banyak tersebar di internet. Sebanyak 27% dari 1.000 sampel riset yang diambil oleh Sekretaris Dewan Kehormatan PWI adalah hoaks mengenai penyakit, makanan, dan penyembuhan.
Menariknya, berita-berita bohong soal kesehatan memang cenderung diteruskan oleh masyarakat melalui media sosial, jejaring sosial, bahkan dari mulut ke mulut. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat mengenai informasi yang benar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, isu kesehatan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Misalnya, seorang yang sedang sakit, pasti ingin segera sembuh. Atau sebaliknya orang yang sehat, pasti tidak ingin terserang sakit. Karena itu, informasi yang dianggap menguntungkan akan disebarluaskan.
Dan tidak dapat dipungkiri, masyarakat kita tampaknya sudah terbiasa dengan informasi rumor yang tak jelas sumber dan kebenarannya, sehingga pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab demi kepentingannya akan memanfaatkan hal tersebut.
Harus diakui memang ada kelompok-kelompok tertentu yang tidak senang dengan info kesehatan yang benar. Contohnya kelompok antivaksin saat program vaksinasi digaungkan pemerintah, biasanya akan bergerak dengan isu halal-haram, bahkan isu-isu yang menghebohkan untuk mengganggu pelaksanaan program.
ADVERTISEMENT
Untuk itu masyarakat sebetulnya tidak bisa sepenuhnya disalahkan sebab kadang-kadang saat menyebarkan hoaks kesehatan itu didasarkan oleh 'ilmu perasaan' saja. Karena informasi tersebut dianggap tidak salah dan rasanya bisa diterima logika, ya disebarkan saja. Toh, tidak ada ruginya. Apalagi ia juga merasa bukan dia yang membuat pesan itu, perannya menyebarkan saja.
Lalu mengapa masyarakat kita bisa percaya begitu saja terhadap berita bohong seputar kesehatan? Jawabannya, karena pesan itu dianggap krusial. Serupa dengan breaking news yang melibatkan para selebritas misalnya.
Orang yang membacanya biasanya mengalami efek 'wow'. Kemudian, informasi yang disebarkan itu terlihat bisa dipercaya. Apalagi disertai klaim dari rumah sakit yang memiliki reputasi besar, dokter terkenal, lembaga kesehatan yang dipercaya, walaupun kebanyakan pada akhirnya semua itu terbukti fiktif.
ADVERTISEMENT
Lebih dari itu, masyarakat juga paling mudah cemas dan panik jika berkaitan dengan penyakit. Itulah sebabnya informasi yang berisi peringatan, informasi yang terlihat benar dan layak untuk disebarkan setelah membaca berita tersebut kepada orang lain.
Apalagi kalau hoaks kesehatan itu dibumbui dengan kesaksian pribadi seseorang yang membangkitkan emosi saat dibaca. Misalnya simpati, empati, rasa takut, bahkan juga kemarahan.
Untuk itu solusi utama untuk mengatasi informasi salah kaprah ini dengan memperkuat ketahanan masyarakat dengan edukasi terus menerus. Sejujurnya hal ini tidak mudah, mengingat informasi dan media penyebar informasi tersebut sangat jamak sehingga tidak mengherankan bila Kemenkes RI juga giat melakukan klarifikasi-klarifikasi terhadap berita bohong yang menghebohkan masyarakat banyak.
ADVERTISEMENT
Paling sering penyebaran informasi hoaks itu bila pembahasannya adalah seputar obat yang menyembuhkan atau racun yang mematikan. Informasi soal obat, misalnya, biasanya diiming-imingi dengan kesembuhan dengan cara instan.
Bagaimanapun harus dibedakan antara penyakit itu sembuh dengan mereda, seolah-olah penyakitnya reda, namun ternyata tidak sembuh. Jangan karena 'merasa sembuh' akhirnya keampuhan dari obat-obatan itu dianggap sudah teruji, padahal pembuatan obat-obatan kan tidak sesepele itu. Perlu penelitian dan uji coba yang mendalam.
Celakanya, di masyarakat ada orang-orang yang sebenarnya hanya mengerti kesehatan di permukaan juga ikut memberikan informasi kesehatan yang tentu hasilnya jadi menyimpang.
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang menjadi korban informasi sesat ini bukan hanya masyarakat biasa, bahkan untuk level sarjana pun masih banyak yang percaya. Karena itulah, kalau kita mendapatkan suatu informasi kesehatan, kita harus mengecek betul sumbernya.
Maka dari itu bacalah bila sumbernya dapat dipercaya, seperti jurnal kesehatan yang kebanyakan dari luar negeri. Jangan takut pula untuk bertanya langsung pada dokter. Jangan bertanya pada orang yang tidak menguasai masalah.
Apalagi sekarang ini akses dengan dokter sudah lebih luas dan terbuka. Jikapun tidak, boleh langsung bertanya pada dokter di pusat pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit terdekat. Semoga bermanfaat.