news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cerita Relawan Lalu Lintas Tulang Punggung Keluarga

Konten Media Partner
26 Januari 2020 9:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Andreas mengatur lalu lintas di Jembatan Alalak II, Kota Banjarmasin pada Sabtu sore (25/1/2020). Foto: M Syahbani/banjarhits.id
zoom-in-whitePerbesar
Andreas mengatur lalu lintas di Jembatan Alalak II, Kota Banjarmasin pada Sabtu sore (25/1/2020). Foto: M Syahbani/banjarhits.id
ADVERTISEMENT
Arus lalu lintas di Jembatan Alalak II tampak padat pada Sabtu sore (25/1/2020). Mesin kendaraan meraung-raung di tanjakan dari arah Banjarmasin menuju Kabupaten Barito Kuala. Asap dari corong knalpot mengepul tebal, ditambah debu yang berterbangan membuat nafas terasa sesak.
ADVERTISEMENT
Di antara padatnya kendaraan, seorang remaja laki-laki berdiri mengenakan rompi berkelir hijau plus topi lusuh di kepalanya, sebagai pelindung terik matahari. Namanya Andreas (24 tahun). Dia relawan pengatur lalu lintas, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Polisi Cepek.
Tangan Andraes tak pernah berhenti bergerak untuk memberi aba-aba kepada pengendara agar terus memacu mesin di tanjakan. Setiap pagi dan sore jembatan ini memang padat. Terlebih saat akhir pekan.
"Kalau malam Minggu padat seperti ini," ujarnya saat disambangi wartawan banjarhits.id.
Sudah hampir 1 tahun terakhir ini dia menjadi relawan di sana. Tepatnya sejak Jembatan Alalak I mulai diperbaiki pada Maret 2019, arus lalu lintas dialihkan ke Jembatan Alalak II.
Setiap hari terkecuali Minggu, Andreas berangkat dari rumahnya yang beralamat di Jalan Tembus Perumnas, Gang Nila, RT 42, Kelurahan Alalak Utara Kecamatan Banjarmasin Utara.
ADVERTISEMENT
"Berangkatnya siang. Biasanya setelah salat Zuhur. Kalau pulang tergantung, kalau padat begini biasanya sampai pukul 8 malam," jelasnya.
Andreas sibuk mengatur lalu lintas di Jembatan Alalak II, Banjarmasin. Foto: M Syahbani/banjarhits.id
Ada alasan mengapa dia tak pernah berangkat pagi hari. Rupanya dia harus mengantarkan adiknya berangkat ke sekolah. Maklum, Andreas anak paling tua dari 4 bersaudara. "Saya punya adik 3. Saya yang paling tua. Adik saya masih sekolah semua," ucap Andreas.
Andreas sengaja menjadi relawan karena tak ada pilihan lain. Dia tak memiliki pekerjaan tetap. Pria ini hanya seorang lulusan SMA yang saat ini menjadi tulang punggung keluarga.
Ayah kandung Andraes meninggal dunia saat dia masih duduk di bangku kelas 4 SD. Sedang sang ibu saat ini mulai sakit-sakitan. Dia mengaku sakit asma Ibunya akhir-akhir ini sering kambuh.
ADVERTISEMENT
"Ibu asma. Sekarang suka kambuh. Yang cari duit ya untuk sementara saya," ucapnya lirih.
Meski hanya sebagai sukarelawan lalu lintas yang harus berjuang di tengah terik panas matahari, kepulan asap, debu, dan resiko kecelakaan yang selalu mengintainya. Dia berharap bisa mengais rezeki dari profesi ini.
Ia tentu tak mau mengharap iba dari para pengendara yang melintas. Namuan yang ingin dia lakukan hanya menjual jasa sebagai sukarelawan.
"Alhamdulillah kadang-kadang ada saja yang ngasih. Paling banyak 50 ribu. Itu untuk biaya hidup, bayar sekolah dan untuk biaya berobat ibu," tukasnya.