Di Banjarmasin, Realisasi Retribusi Minuman Keras Rp 0

Konten Media Partner
4 Januari 2020 14:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Satpol PP Banjarmasin mengamankan ratusan botol miras saat razia. Foto: M Syahbani/banjarhits.id
zoom-in-whitePerbesar
Satpol PP Banjarmasin mengamankan ratusan botol miras saat razia. Foto: M Syahbani/banjarhits.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Banjarmasin gagal merealisasikan target retribusi dari penjualan minuman keras (miras) sebesar Rp 800 juta pada 2019. Kepala Disbudpar Banjarmasin, Ikhsan Alhak, berkata nihil realisasi ini karena terganjal radius penjualan dengan fasilitas tempat ibadah, sekolah, dan perkantoran.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, penjualan miras sudah diatur dalan Perda Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Ini bukan pertama kalinya terjadi. Pada 2017, target Rp1,7 miliar, juga nihil realisasi akibat terganjal Perda tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
"Tidak bisa kita jalankan karena terkendala Perda yang mengatur terkait jarak tempat penjualan dengan fasilitas sosial, seperti masjid, tempat ibadah, sekolah, kantor pemerintah. Jaraknya itu minimal 1 kilometer," ucap Ikhsan kepada wartawan banjarhits.id, Sabtu (4/1/2020).
Sebab, ujar Ikhsan, radius penjualan minol menjadi kendala dalam proses perizinan Dinas DPMPTSP maupun rekomendasi dari Disbudpar Banjarmasin.
"Kalau mengacu ke situ semua tempat-tempat yang ada di Banjarmasin tak memenuhi syarat. Seperti hotel HBI, Armani tak memenuhi syarat. Mungkin mereka mau mengajukan izin tapi kami tak bisa memproses," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Inilah persoalan yang tak kunjung beres. Menurut Ikhsan, kalaupun memaksa diri mengutip duit retribusi minol, Ikhsan khawatir dituding menabrak aturan.
"Jadi tidak tercapainya itu karena memang tak bisa dipungut. Terkendala itu. Jadi daripada kami secara nyata melanggar peraturan lebih baik tidak proses," katanya.
Permasalahan retribusi izin tempat penjualan minol memang ibarat buah simalakama. Selain itu, dia berasumsi retribusi minol sifatnya juga tak wajib, karena terkait aturan ini bersifat pengendalian.
"Miras ini ibaratnya kalau menurut saya tak wajib hukumnya. Makruh saja. Lain halnya parkir, sesuatu yang wajib dan tidak ada tantangan. Perda minol ini sifatnya pengendalian, karakter saja beda," ketusnya.
Apakah retribusi minol kembali menjadi target pada 2020? Ikhsan menegaskan target ini kembali dimunculkan dengan jumlah yang sama pada 2019 lantaran ada jaminan dari DPRD Banjarmasin. Kata dia, persoalan radius tempat penjualan ini tak akan menjadi kendala lagi.
ADVERTISEMENT
"Di 2020 ditargetkan 800 (juta) lagi. Jadi kata saya oke saja, tapi tolong lah perdanya disesuaikan. Ini kan sudah 3 tahun. Soal jarak ini kan nggak selesai-selesai," imbuhnya. Ikhsan membeberkan, selain target retribusi minol, pada 2020 juga dianggarkan penarikan retribusi pemanfaatan siring di Banjarmasin dengan target retribusi untuk PAD sebesar Rp1,2 miliar.
Namun, yang masih menjadi masalah perda tentang pemanfaatan Siring ini juga masih belum selesai dibahas di Dewan. Ikhsan sempat membahas terkait masih belum adanya perda tersebut. Namun dia mengaku lagi-lagi mendapatkan jaminan dari dewan agar tak mempermasalahkan terkait payung hukumnya.
"Tapi yang jadi masalah perdanya juga belum diselesaikan. Sempat juga saya bahas, perda-nya belum dibikin tapi penetapannya sudah ada. Tapi karena diminta ya sudah. Jadi target duluan, perda urusan belakangan. Jadi yang pemanfaatan siring belum selesai pembahasan. Yang minol belum di sah kan," tukasnya.
ADVERTISEMENT