news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

DPR Kritisi Guru Muatan Lokal yang Digaji Rp 100 Ribu per Bulan

Konten Media Partner
30 Mei 2018 13:47 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Banjarhits.id, Banjarbaru - Kunjungan kerja Komisi X DPR RI ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menemukan persoalan dalam implementasi kurikulum berbasis budaya atau muatan lokal. Rombongan wakil rakyat di tingkat pusat itu miris ketika mendengar ada guru muatan lokal baca Alquran cuma menerima insentif Rp 100 ribu per bulan.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi X DPR RI, Titik Prasetyowati Feri, mengaku terkejut mendengar tenaga pengajar muatan lokal dibayar Rp 100 ribu per bulan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Padahal, kata Titik, tenaga guru sebagai ujung tombak pembentuk karakter peserta didik berbasis budaya setempat. Menurut dia, guru punya tanggung jawab besar mendidik muridnya di tengah ancaman masif narkoba, kenakalan remaja, dan paham radikalisme.
Kabupaten HSS mempunyai 580 tenaga pengajar lepas muatan lokal tingkat SD. Mereka khusus mengajar muatan lokal Alquran ketika sore hari dan setiap orang menerima insentif Rp 100 ribu per bulan.
“Rp 100 ribu ini mengganggu kami. Harus ada legalitasnya, pengajar harus sejahtera dulu. Bagaimana mau optimal kalau cuma insentif Rp 100 ribu per bulan. Yang kita lawan ini narkoba, miras, kenakalan remaja, dan paham radikal,” kata Titik Prasetyowati di kantor Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, Rabu (30/5/2018).
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalsel, M Yusuf Effendi, menuturkan persoalan insentif guru honor tingkat SD dan SMP kewenangan kabupaten/kota sesuai kemampuan anggaran.
Kalaupun ingin menaikkan insentif, Yusuf berkata pemerintah pusat mesti menambah dana kucuran ke daerah tingkat II. Adapun tenaga pendidik honorer di bawah Disdikbud Kalsel sudah menerima insentif Rp 1 juta per bulan.
Menurut Yusuf, Pemprov Kalsel sudah mengusulkan muatan lokal ke dalam Rancangan Perda yang tengah dibahas oleh DPRD Kalsel. Hal ini bertujuan mewujudkan Kalsel Beriman sesuai program prioritas di bidang pendidikan, selain Kalsel Cerdas dan Kalsel Terampil.
Selain itu, Yusuf berkata muatan lokal berbasis budaya Banjar sejatinya sudah diimplementasikan dalam sisipan kurikulum sekolah lewat ekstrakurikuler muatan lokal, seperti permainan tradisional dan seni tari Banjar.
ADVERTISEMENT
Yusuf juga mengacu Perda Kalsel Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, di mana peserta didik yang muslim wajib bisa baca dan mengamalkan Alquran.
“Bagi murid beragama lain, bisa mengamalkan sesuai kitab sucinya. Saya kira ini efektif menangkal radikalisme lewat pendidikan Alquran, karena lebih mengikat sikap anak didik, ada sanksi akhirat untuk membentuk karakter,” kata Yusuf Effendi.
Ia mengusulkan ada pembukaan formasi CPNS tenaga guru di Kalimantan Selatan untuk mengoptimalkan peran pendidik. Khusus di Kabupaten HSS, Yusuf menduga 580 guru lepas itu cuma mengantongi legalitas kepala sekolah, bukan kepala daerah setempat. “Belum masuk Dapodik. Kalau di bawah Disdikbud Kalsel semua masuk Dapodik,” ucap Yusuf.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah, mengatakan persoalan honor dan kurikulum berbasis budaya di Kalsel menjadi masukan bagi Komisi untuk diperjuangkan ke tingkat pusat. Menurut Hetifah, Kalsel dipilih karena punya kebudayaan khas dan sudah mengimplemetasikan kurikulum berbasis budaya seperti kewajiban baca Alquran.
ADVERTISEMENT
“Yang menegaskan murid-murid kelas enam SD harus sudah khatam, dan khatam itu suatu budaya setempat yang dipertahankan melalui sekolah-sekolah. Tapi kami ingin menyempurnakan apa saja persoalannya, silabusnya, keberadaan guru-gurunya yang masih direkrut khusus, dan belum ada pengakuan,” kata Hetifah.
Ia mengalami permasalahan guru di Kalsel sejatinya nyaris sama di tempat lain, khususnya menyangkut pengangkatan dan sertifikasi kurang fleksibel. Hetifah pun menyinggung soal pengadaan sarpras untuk mendukung kurikulum muatan lokal dan peserta didik difabel.
“Ujung dari kurikulum berbasis budaya ini mencetak peserta didik yang punya karakter sesuai budaya lokal. Tantangannya dari globalisasi, narkoba, miras, dan kenakalan remaja,” ucap Hetifah.
Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor, berharap implementasi kurikulum berbasis budaya di Kalsel bisa menjadi bahan acuan DPR untuk menyusun aturan hukum pola pendidikan nasional. Sahbirin mengatakan Kalsel kaya keragaman budaya dan terbukti aman dari gejolak sosial. (Diananta)
ADVERTISEMENT