Ijtima’ Ulama VI Hasilkan 24 Fatwa MUI

Konten Media Partner
9 Mei 2018 13:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Banjarhits.id, Banjarbaru- Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI VI menghasilkan 24 fatwa dari pembahasan empat komisi fatwa di Majelis Ulama Indonesia. Selain 24 fatwa, MUI juga membuat rekomenadasi mendukung penuh perjuangan rakyat Palestina dan mendesak Amerika Serikat menghentikan agresi militer terhadap rakyat Palestina. Semula, MUI menyodorkan sembilan komisi, tapi diringkas menjadi empat Komisi Fatwa (Komisi A, B1, B2, dan C) yang membahas isu kebangsaan, perundang-undangan, dan fiqih kontemporer.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin, mengatakan empat komisi ini berasal dari perwakilan 34 MUI provinsi se-Indonesia yang berunding selama tiga hari pada 7-9 Mei 2018. Penutupan Ijtima’ Ulama VI lebih cepat sehari dari jadwal semula. Komisi A, misalkan, menghasilkan fatwa ihwal kewajiban setiap umat Islam untuk bela negara di tengah segelintir orang yang pesimis terhadap masa depan negara bangsa Indonesia.
“Ada kelompok yang meragukan keutuhan Indonesia, akan bubar. Kami bertanggung jawab memperkuat umat, khususnya umat Islam wajib bela negar, itu kewajiban syar’i yang sudah ditetapkan dalam putusan ini,” kata KH Ma’ruf Amin kepada wartawan selepas penutupan Ijtima’ Ulama VI di Pondok Pesantran Al-Falah, Kota Banjarbaru, Rabu (9/5/2018).
Perihal isu kebangsaan lainnya, kata dia, MUI juga menetapkan bahwa mahar politik dalam bentuk apapun tergolong haram, karena memengaruhi orang untuk memilih dan dipilih. Ma’ruf berkata mahar politik mengiring warga negara tidak menunaikan hak politik dengan benar alias melenceng dari semangat Islam. Sebab, kata dia, pemberian uang atau materi lain pasti memengaruhi pilihan politik seseorang.
ADVERTISEMENT
Ia tegas mengingatkan pemberi dan penerima mahar politik hukumnya haram. “Memilih untuk dibayar, maka dia tidak melakukan kewajibannya sebagai warga negara. Yang memberi juga tidak benar, sangat mungkin memberi suap. Kalau karena suap, orang yang kompetensinya lebih tepat bisa tersingkir, sehingga orang terbaik, enggak terpilih,” ujar Ma’ruf Amin.
Selain itu, MUI melarang politisasi agama di ruang publik dan masjid. Dia berkata, masjid sebagai tempat ibadah bagi semua umat muslim dari beragam aliran partai politik. Itu sebabnya, politisasi agama di masjid justru berpotensi memecah belah umat Islam di Indonesia. Ulama, kata Ma’ruf, mesti melayani semua umat Islam dari aneka warna-warni kepentingan politik.
Ma’ruf membolehkan berbincang agama dalam konteks kebangsaan dan politik keagamaan di ruang publik. Namun, ia mengimbau para ulama tidak mempolitisasi agama untuk kepentingan sesaat dan politik praktis. “Cuma dalam politik sesaat, kepartaian menggunakan agama dan tempat ibadah, itu yang dilarang karena akan timbul konflik,” kata Ma`ruf Amin.
ADVERTISEMENT
Adapun Gubernur Kalimantan Selatan H Sahbirin Noor, mengapresiasi atas agenda besar Ijtima’ Ulama VI di Kalimantan Selatan. Ia berharap hasil Ijtima’ Ulama bisa membawa perubahan positif di tengah masyarakat, khususnya Kalimantan Selatan dan Indonesia secara umum. Sahbirin berkata peran ulama sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi umat.
Sebelumnya saat pembukaan, Ma’ruf Amin mengatakan Ijtima’ Ulama VI membahas isu strategis kebangsaan, hukum positif terhadap norma agama Islam, tingginya kesenjangan ekonomi-sosial di Indonesia, praktek mahar politik dan partai politik, dan fiqih kontomporer. Menurut dia, Ijtima’ Ulama untuk merespons semua persoalan faktual di masyarakat.
“Umat Islam sebagai mayoritas, kami wajib menjaga dari pengaburan makna. Pembahasan ini bentuk perwujudan tanggung jawab MUI. Seperti masalah politisasi agama adalah respons ketidaktahuan hakekat keagamaan,” kata Ma`ruf Amin.
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan MUI mesti mengawal pembangunan ekonomi umat di tengah tingginya kesenjangan ekonomi dan sosial. Ma`ruf berkata, hal ini akibat pola pemberdayaan ekonomi konglomerat yang menghasilkan para konglomerat. Padahal, kata dia, umat muslim sebagai penduduk mayoritas di Indonesia.
MUI meluncurkan arus baru pemberdayaan ekonomi umat karena mayoritas umat berada di golongan lemah. Pola konglomerat menghasilkan kesenjangan tinggi. Ma`ruf merasa MUI punya tanggung jawab keagamaan untuk menghilangkan kemiskinan, sebagai fardu kifayah. Ia berharap nantinya terbangun Basmallah Mart, Alfalah Mart, dan lainnya.
“Saat ini, yang miskin makin miskin, dan yang kaya makin kaya, enggak netes ke umat,” kata dia. (Diananta)