Ironi Sekolah Filial di Tengah Bangunan Pasar Lima Banjarmasin

Konten Media Partner
6 Mei 2018 20:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Banjarhits.id, Banjarmasin - Celoteh tawar-menawar dan aroma sampah menyeruak ketika banjarhits.id menapaki anak tangga ke lantai 2 di Pasar Lima, Jalan Pasar Baru, Kecamatan Banjarmasin Tengah. Dari balik ruang kelas di sela deretan kios pedagang pasar di lantai dua, terdengar sayup-sayup suara bocah menghafal sebuah materi pelajaran ketika hari sudah beranjak sore, Minggu (6/5).
ADVERTISEMENT
Di pintu masuk kelas itu terpampang tulisan: Kelas Khusus Filial SDN Mawar 2. Ruang belajar di tengah bangunan Pasar Lima ini dibuat mendidik pelajar tingkat SD dan SMP. Walau terletak di pusat Kota Banjarmasin, tapi kondisinya sangat jauh dari kata layak. Maklum, aktivitas belajar peserta didik dan gurunya kerap terganggu riuh pedagang dan semrawut kondisi pasar. Sampah pun terserak di setiap sudut lantai pasar.
Di dalam ruang kelas, suasana gerah dan apek makin melengkapi ketidaknyamanan proses belajar. Toh, para murid dan guru tetap serius menunaikan aktivitas belajar di sekolah filial tersebut.
Kepala Sekolah Filial SD dan SMP Mawar, Muhammad Zaini mengungkapkan kegiatan belajar mengajar tidak menggunakan seragam seperti sekolah umumnya. "Di sini sekolah cuma pakai baju biasa, enggak pakai seragam, soalnya mereka sambil kerja,” kata Zaini kepada banjarhits.id.
ADVERTISEMENT
Zaini tetap memanfaatkan sarana dan prasarana yang minim untuk kegiatan belajar mengajar. Ada 70 orang siswa-siswi yang menimba ilmu di sekolah itu, terdiri dari 35 siswa SD dan 35 siswa SMP.
Kondisi tumpang tindih kelas dalam satu ruangan sudah menjadi rutinitas sehari-hari dalam proses belajar. Maklum, hanya ada dua ruangan kelas, maka Sekolah Dasar kelas I-VI gabung dalam satu ruangan, begitu pun pelajar SMP mesti satu ruangan untuk kelas VII-IX. Sebagian peserta yang tak kebagian kursi, mesti duduk lesehan ketika proses belajar di ruang kelas.
Para guru tetap semangat mengampu di tengah keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan. Mereka tetap mempunyai asa memajukan sistem pendidikan di Banjarmasin, walaupun tak menerima gaji pokok.
ADVERTISEMENT
”Hanya menerima uang transportasi sebesar Rp 400 ribu per bulan. Walau hanya terdapat 8 guru, tujuh honorer dan satu berstatus PNS," tutur Zaini. Di tengah suasana sumpek, peserta didik dan guru tetap ceria mengikuti setiap aktivitas belajar. Sekolah filial ini berdiri pada 1988 dengan menghasilkan seribuan alumni.
Selain itu, secara kurikulum pihak sekolah diberi kebebasan menyesuaikan kebutuhan anak. Adapun mayoritas peserta didiknya asal anak jalanan dan broken home. Pihak sekolah lebih menekankan pembelajaran pengembangan mental, spritualitas, dan afektif anak.
Zaini sudah melayangkan proposal bantuan Rp 75 juta ke Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin dalam kurun dua tahun terakhir ini. Namun, kata dia, dana yang dibutuhkan tak kunjung mengucur ke SD dan SMP filiar tersebut. Duit ini sedianya untuk menambah satu ruang kelas dengan membeli satu kios pedagang yang bersebelahan. Kata Zaini, ruang kelas baru bisa meningkatkan efektivitas belajar.
ADVERTISEMENT
Di tengah kondisi sekolah yang compang-camping, Zaini menganggap sekolah filial ini sebagai ikon Kalsel. Ia berharap Pemkot Banjarmasin terketuk segera mengucurkan dana renovasi sekolah filial tersebut. “Kini sekolah hanya mendapat dana sumbangan dari masyarakat dan donatur yang ringan tangan,” ujar Zaini. (Muhammad Robby)