Keluh Pedagang Koran di Banjarmasin, Makin Hari Makin Sepi Pelanggan

Konten Media Partner
25 Juni 2019 8:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahmad di kios lapak koran, Jalan Hasanudin Majedi, Kota Banjarmasin, pada Senin, (24/6/2019). Foto: Donny Muslim/banjarhits.id
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad di kios lapak koran, Jalan Hasanudin Majedi, Kota Banjarmasin, pada Senin, (24/6/2019). Foto: Donny Muslim/banjarhits.id
ADVERTISEMENT
Menempati kios koran sederhana berukuran 1x1,5 meter, Ahmad (70 tahun) tampak termangu menunggu pelanggan datang membeli dagangan berupa koran lokal hingga majalah yang ia gelar sedari pagi. Wajahnya terkantuk-kantuk, sesekali lelaki sepuh itu memejamkan mata seraya menaruh harapan ada orang yang melipir membeli jualannya.
ADVERTISEMENT
Kios yang ditempati Ahmad berjubel aneka surat kabar, majalah, tabloid, hingga buku pengetahuan umum. Dari surat kabar lokal seperti Banjarmasin Post, Radar Banjarmasin, sampai Metro Banjar. Hingga koran kelas nasional laiknya Kompas, Jawa Pos, dan Majalah TEMPO, komplet. Sebagian dagangannya digantung, sedangkan sebagian lagi dihamparkan atau ditumpuk.
Ahmad merupakan salah satu pedagang surat kabar yang masih bertahan di pusat penjualan produk media cetak, Jalan Simpang Hasanuddin, Kota Banjarmasin. Orang-orang sering menyebut kawasan ini dengan nama Bundaran Koran. Lantaran letaknya persis berada di depan tugu air mancur Hasanudin dan membentuk bundaran.
"Sekarang tinggal tiga kios yang buka. Ada yang sudah berubah fungsi jadi warung kopi. Ada yang ditelantarkan juga. Makin hari makin sepi aja," kata Ahmad ketika ditemui banjarhits.id, Senin (24/6/2019).
ADVERTISEMENT
Ahmad bercerita, ia memulai usaha berdagang koran sejak tahun 2002. Ahmad mengenang, saat itu kawasan ini berjubel pedagang koran. Setidaknya, ada 21 pelapak koran pada masa itu.
"Dulu lebih 100 pelanggan kalau dihitung-hitung untuk surat kabar lokal saja. Belum lagi majalah. Kami sempat terhimpun dalam Persatuan Pedagang Koran (PPK) Sumber Ilmu. Masing-masing memegang pelanggan. Benar-benar ramai," ujarnya.
Namun, memori kejayaan penjualan koran itu harus dikuburnya dalam-dalam. Lima sampai sepuluh tahun ke belakangan, keuntungan berdagang koran merosot drastis. Pelanggannya mulai hilang satu per satu. Ia mengakui, media cetak memang sudah ditinggal peminatnya, terutama koran lokal di Banjarmasin.
"Sekarang kalau ada berita heboh baru banyak yang nyari. Kalau sepi ya orang-orang enggak beli juga. Kecuali yang langganan. Sekarang saya cuma megang enggak sampai 50 pelanggan," tutur Ahmad.
ADVERTISEMENT
Ia menduga kehadiran media sosial dan media online memang menjadi jadi pemicu turunnya minat pembaca koran lokal dan majalah. Segala informasi semudah didapatkan dalam satu genggaman. Orang-orang tak lagi perlu membeli surat kabar atau majalah, karena semuanya tersedia dengan modal kuota internet.
Mengantisipasi makin merosotnya keuntungan, Ahmad mengatur siasat dengan memperbanyak buku-buku pengetahuan umum seperti atlas, buku menggambar, sampai kitab-kitab keagamaan. Baginya, barang-barang semacam ini masih laku ketimbang berharap dengan media cetak lain seperti koran dan majalah.
"Kalau koran-koran ini ya sebagai tambahan saja sekarang. Dijual dengan harga eceran. Enggak rugi juga kalau enggak laku. Soalnya dikembalikan ke masing-masing agen kalau enggak habis. Tapi ya itu, sekarang makin sepi peminat," kata dia.
ADVERTISEMENT
Selain Ahmad, pedagang koran lain juga mengeluhkan hal serupa. Supi, misalnya, sekarang lebih banyak menjual buku-buku pengetahuan ketimbang media cetak seperti majalah, tabloid, dan koran.
"Kalau bisa dibilang sudah beralih fungsi. Malah yang laku koran-koran bekas. Biasanya buat kliping, tugas sekolah siswa, dan kebutuhan rumah tangga aja. Nyari informasi kan sekarang bisa lewat internet," kata dia.
Adapun pengamat komunikasi massa, Dr. Fahrianoor, sudah bisa menebak kehadiran media sosial dan media daring bakal perlahan-lahan mematikan media cetak dan berimbas pada penjualan produk. Namun, bagi Fahrianoor, hal ini harusnya bisa menjadi pelecut untuk penggiat majalah, surat kabar, dan tabloid agar lebih berinovasi.
"Media massa yang sekarang harusnya bisa lebih berinovasi ke online juga sambil mempertahankan koran. Namun, keduanya harus saling berbeda secara konten," ujar Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lambung Mangkurat ini.
ADVERTISEMENT
Menurut Fahrianoor, ada satu hal yang harus diperhatikan media cetak dalam mempertahankan eksistensi mereka: ketajaman dan pemilihan sebuah isu.
"Kalau produk online dan cetak sama, ya jadilah orang-orang akan beralih ke media online. Boleh sama yang diangkat. Tapi ulasannya juga harus tajam dan dalam," kata dia.