Marak Konflik Lahan, DPRD Kalsel Akan Revisi Peraturan Daerah

Konten Media Partner
4 Januari 2019 20:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
banjarhits.ID, BANJARMASIN - Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Selatan, Suripno Sumas menyorot masih tingginya kasus sengketa lahan di Kalsel. Menurut dia, hal ini pertanda penyelesaian kisruh lahan belum optimal meskipun Kalsel punya Perda Nomor 4 Tahun 2014 tentang Fasilitasi Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan.
ADVERTISEMENT
Sebab, kata Suripno, beleid ini belum memiliki kewenangan luas terhadap tanggung jawab penyelesaian pertanahan. “Untuk itu Perda Perda Kalsel Nomor 4 Tahun 2014 akan direvisi oleh DPRD Kalsel, agar memiliki payung hukum yang kuat. Dan pada gilirannya perda tersebut bisa digunakan membantu penyelesaian sengketa soal tanah dalam bentuk non ajukasi," kata Suripno Sumas kepada banjarhits.ID, Jumat (4/1).
Suripno berkata revisi perda membuka peluang kewenangan non ajudikasi dalam penyelesaian sengekta lahan. Artinya, ia melanjutkan, pencarian solusi atas kisruh lahan bisa lewat administrasi. “Saat ini dewan tak bisa berbuat apa-apa, dewan hanya mampu memberikan surat rekomendasi,” katanya.
Suripno melihat keberadaan perda tak punya kewenangan luas. Oleh karena itu, maraknya kasus sengketa lahan belum optimal diselesaikan, seperti di Kabupaten Kotabaru, Tanah Laut, Tanah Bumbu, Tabalong, dan Barito Kuala. Suripno mencontohkan Komisi I DPRD Kalsel pernah menengahi kisruh lahan antara warga Sampanahan dengan PT PLS di Desa Sampanahan Hulu, Desa Sampanahan Hilir dan Desa Manggalau Hilir di Kabupaten Kotabaru pada 2015.
ADVERTISEMENT
"Kasus tersebut pernah ditangani Pansus DPRD Kalsel di tahun 2015 silam, tapi saya belum mengetahui persis apa hasil rekomendasinya. Karena waktu itu saya masih bertugas di Komisi II membidangi ekonomi dan keuangan," terang Suripno.
Sengketa lahan ini melibatkan warga desa dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit, yakni PT Pesona Lintas Surasejati (PLS). Ada tiga poin pemicu permasalahan lahan di Sampanahan. Pertama, lahan masyarakat Sampanahan yang sudah diserahkan ke PT PLS setelah ada perjanjian awal untuk plasma, dengan pola pembagian 80 : 20.
Tapi setelah berjalan, pola ini tak sesuai kenyataan yang dirasakan warga sebagai petani kelapa sawit. Alhasil, warga merasa ditipu. Kisruh lahan berujung pelaporan terhadap warga hingga satu warga yang ditangkap polisi. Persoalan kedua, konflik di antara warga desa yang pro dan kontra terhadap koperasi sawit.
ADVERTISEMENT
"Persoalan ketiga, yakni permasalahan lahan yang sudah pernah diserahkan masyarakat ke perusahaan ada juga masyarakat yang belum pernah menyerahkan lahannya," ucap Suripno. (Anang Fadhilah)