Pernikahan Dini Rentan Memicu Masalah Kesehatan dan Mental

Konten Media Partner
15 Juli 2018 14:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bocah Nikah Siri di Tapin, Kalsel (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Bocah Nikah Siri di Tapin, Kalsel (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
Banjarhits.id, Banjarmasin - Heboh pernikahan dini pasangan bocah pria ZA (13) dan gadis IB (15) mengguncang Kalimantan Selatan. Sehari setelah heboh pernikahan siri itu, dua bocah asli Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, ini kabarnya sepakat dipisahkan sementara sampai keduanya cukup umur untuk menikah.
ADVERTISEMENT
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat dan ahli kandungan RSUD Ulin Kota Banjarmasin, Pribakti Budinurdjaja SpOG (K), turut prihatin atas maraknya perkawinan usia dini di Kalimantan Selatan. Menurut Pribakti, fenomena perkawinan dini mesti dicegah karena berdampak buruk terhadap kesehatan dan mental kedua mempelai.
“Pernikahan usia dini cenderung terkena kanker servik. Hal ini disebabkan virus HPV (human papillomavirus) virus yang dapat menyebabkan tumbuhnya kutil di berbagai bagian tubuh termasuk organ intim, yang menyukai servik yang masih belum matur,” kata Pribakti B kepada banjarhits.id, Minggu (15/7).
Dampak lain dari usia pernikahan muda memicu kehamilan yang masih matur. Jika hal ini terjadi maka kehamilan usia dini cenderung anaknya akan lahir menjadi sangat premature. Selain itu, si gadis bisa mengalami preeklamsia dan kejang-kejang yang ditandai kenaikan tensi darah.
ADVERTISEMENT
Pribakti berkata preeklamsia merupakan sebuah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tanda-tanda kerusakan organ, misalnya kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh tingginya kadar protein pada urine (proteinuria). Preeklamsia sering dikenal dengan nama toksemia atau hipertensi yang diinduksi kehamilan.
Menurut dia, gejala preeklamsia biasanya muncul saat usia kehamilan memasuki minggu ke-20 atau lebih (paling umum usia kehamilan 24-26 minggu), sampai tak lama setelah bayi lahir. Preeklamsia yang tidak disadari oleh sang ibu hamil bisa berkembang menjadi eklamsia, kondisi medis serius yang mengancam keselamatan ibu hamil dan janinnya.
“Usia reproduksi yang baik bagi seorang wanita adalah berusia antara 22-24 tahun. Sedangkan bagi laki laki, kualitas sperma yang baik dan sehat mulai umur 25 tahun ke atas,” ujar Pribakti.
ADVERTISEMENT
Sesuai perkembangan manusia, sperma mulai diproduksi saat usia perkembangan remaja awal pada umur 10-13 atau 11-14 tahun. Ketika usia itu, hormon seks mulai berkembang dan diatur oleh kelenjar hipofisis, yaitu hormon LH (Lutenizing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone). kedua hormon ini yang merangsang sekresi hormon testosterone--hormon ini yang membuat laki-laki macho, jantan, atau gagah jika konsentrasi hormon ini tinggi.
Pribakti mengatakan, wanita usia subur dan usia produktif pada usia 15 – 49 tahun, dengan status belum menikah, menikah, atau janda. Wanita usia subur ini mempunyai organ reproduksi yang masih berfungsi dengan baik, sehingga lebih mudah mendapatkan kehamilan, yaitu antara umur 20 - 45 tahun. Usia subur wanita berlangsung lebih cepat ketimbang pria.
ADVERTISEMENT
“Masa reproduksi sehat wanita dibagi menjadi 3 periode, yaitu reproduksi muda usia 15-19 tahun merupakan tahap menunda kehamilan. Reproduksi sehat berusia 20-35 tahun yang merupakan tahap menjarangkan kehamilan, dan reproduksi tua usia 36-45 tahun yang merupakan tahap untuk mengakhiri kehamilan,” ucap Pribakti.
Sementara itu, Jazoeli Al Banjary, praktisi hypnotherapy dan konsultan perkawinan/konflik rumah tangga, mengatakan ada penelitian yang dimuat dalam jurnal Pediatrics yang menyebutkan bahwa remaja yang menikah sebelum usia 18 tahun berisiko menderita gangguan mental. Risiko gangguan mental saat pernikahan dini di kalangan remaja mencapai 41%.
“Gangguan kejiwaan yang dirasakan antara lain gangguan disosiatif (kepribadian ganda), depresi , kecemasan,dan trauma psikologis,” ujar Jazoeli.
Mengutip laporan UNICEF, bekas anggota DPRD Kota Banjarmasin ini, menyebutkan sebagian remaja belum mampu mengelola emosi dan mengambil keputusan secara bijak. Akibatnya, ketika dihadapkan konflik rumah tangga, sebagian pernikahan dini memakai jalan kekerasan.
ADVERTISEMENT
“Yang akhirnya mengarah ke gangguan mental seperti depresi. Hal lain, seperti keguguran atau kehilangan anak bisa menyebabkan gangguan mental dan trauma,” ucap Jazoeli Al Banjary.
Menurut dia, ada banyak dampak negatif dari pernikahan dini, baik dampak fisik dan psikologis. Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan keterampilan fisik untuk mendatangkan penghasilan bagi keluarganya. Pasangan usia muda kerap mengambil keputusan berdasarkan emosi semata. (Anang Fadhilah)