Revolusi Industri 4.0 dan Dunia Kedokteran

Konten Media Partner
18 Februari 2019 20:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi dokter. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dokter. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi tak bisa dimungkiri telah mengubah gaya hidup manusia. Setiap hari, kehidupan kita bersinggungan dengan teknologi, baik itu telepon genggam, media sosial, bahkan peralatan rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Terdapat istilah industri 1.0, industri 2.0, industri 3.0, dan industri 4.0. Apa sebenarnya arti dari istilah-istilah tersebut? Industri 1.0 dimulai dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt (1763), yang kemudian memulai revolusi industri di seluruh dunia.
Industri 2.0 diawali dengan penemuan sumber energi baru, seperti listrik oleh Thomas Alfa Edison (1882), gas, dan minyak bumi. Metode berkomunikasi pun berubah dengan ditemukannya telegram dan telepon. Sarana transportasi juga berubah dengan ditemukannya mobil dan pesawat pada awal abad ke-20.
Berikutnya industri 3.0, ditandai dengan berkembangnya sektor elektronik; teknologi informasi (transistor, mikroprosesor, telepon genggam, dan komputer); serta proses otomatisasi, di mana robot dan mesin mulai menggantikan peran manusia.
Yang terbaru adalah industri 4.0. Perkembangan internet telah memulai revolusi industri 4.0. Melalui internet, suatu proses produksi dapat diatur secara virtual dan saling terkoneksi dengan sistem komputasi awan (Cloud), analisis data, dan IoT (internet of things).
ADVERTISEMENT
Industri 4.0 mengenalkan istilah Smart Factory, yaitu sistem yang memonitor proses produksi suatu pabrik dengan membuat keputusan desentralisasi, bekerja secara otomatis, berkomunikasi dan berhubungan dengan manusia secara langsung melalui jaringan nirkabel.
Lebih dari itu, pada setiap masa, ilmu kesehatan juga mengalami perkembangan secara revolusioner. Dimulai dari ditemukannya stetoskop (1816), rontgen (1895), dan MRI (magnetic resonance imaging, 1978), hingga saat ini kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Dalam industri kesehatan, beberapa perusahaan teknologi kini telah mengembangkan produk mereka dengan memakai kecerdasan buatan untuk memproses data dari pasien.
Perusahaan besar seperti IBM (International Business Machine), sejak tahun 2015, telah meluncurkan kecerdasan buatan, Watson Health. Tujuannya mencari jalan terbaik kecerdasan buatan dan teknologi membantu pekerja di sektor kesehatan mengatasi masalah di bidang kesehatan.
ADVERTISEMENT
Kenyataannya, tidak ada dokter yang dapat mengikuti semua perkembangan kesehatan pada setiap pasiennya sehingga dapat memberikan data kesehatan pribadi yang sangat berharga.
Terobosan Watson adalah dengan mengumpulkan semua data yang ada, dan analisa untuk menemukan ada tidaknya korelasi relevan dalam hal yang tidak dapat dilakukan seorang dokter.
Tenaga medis operasi pasien. Foto: Pixabay
Dilaporkan sampai akhir Juni tahun 2018, sudah ada 230 rumah sakit dan organisasi kesehatan yang mencakup 84.000 pasien bekerja sama dengan Watson.
Dalam beberapa artikel yang dimuat dalam jurnal kedokteran seperti The Oncologist, Neurology, Acta Neuropathologica, Annals of Oncology, para peneliti mengumpulkan data pasien dan mencari hubungan dengan data dari berbagai literatur.
Hasil analisis yang dilakukan Watson memberikan rekomendasi dan menjadi bahan pertimbangan alternatif pengobatan pasien. Namun di luar hal itu, terdapat beberapa pihak yang kontra terhadap penggunaan Watson .
ADVERTISEMENT
Menurut mereka, Watson Health adalah eksperimen yang gagal. Contoh ketika dokter memasukkan data pasien yang menderita nyeri dada, Watson tidak memberikan diagnosis angina pectoris (serangan jantung) atau diseksi aorta (robeknya aorta), malah hasil yang keluar adalah penyakit infeksi yang langka.
Menurut IBM, ungkapan kalimat yang biasa digunakan oleh dokter merupakan hal yang rumit untuk diinterpretasi oleh Watson. Walaupun begitu bertambahnya publikasi ilmiah dan jumlah rumah sakit yang menggunakan Watson, IBM percaya bahwa Watson sudah berada pada jalur yang benar.
Lalu bagaimana dengan perusahaan teknologi lainnya seperti Google dan Apple? Sejak tahun 2015, Google telah membuat divisi anak usaha dengan nama Verily (sebelumnya bernama Google Life Sciences).
Bahkan perusahaan lain seperti Philips, perusahaan yang kita kenal sebagai produsen lampu ini telah menjual bisnis lampunya dan fokus ke industri kesehatan.
ADVERTISEMENT
Jadi dapat kita bayangkan bagaimana kemajuan yang dapat dicapai oleh teknologi dalam beberapa tahun ke depan. Jika selama ini pasien mendapat pengobatan secara konvensional, maka ke depan dengan perkembangan teknologi pasien dapat mencapai apa yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh umat manusia.
Jadi jika dahulu dokter yang menentukan semua diagnosis dan pengobatan, ke depan nanti pasien juga dapat mencari semua informasi secara bebas tanpa bergantung dengan dokter.
Artinya dengan adanya program Watson ini, pasien tidak perlu lagi bertemu dokter dan pergi ke rumah sakit. Dan dokter akan kehilangan pekerjaan. Sebab hanya dengan memasukkan data kedalam program Watson, pasien akan memperoleh informasi mengenai diagnosis sekaligus pilihan pengobatan yang dapat dipilih.
ADVERTISEMENT
Singkatnya revolusi industri 4.0 dipastikan akan banyak mengubah industri kesehatan secara radikal. Lalu akankah pelayanan kedokteran konvensional yang lebih menekankan adanya tatap muka antara dokter dan pasien akan hilang? Wallahualam.
------