news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Sulitnya Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Dayak Meratus

Konten Media Partner
5 Oktober 2019 9:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ritual Aruh Basambuk di Balai Adat Malaris, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Foto: dok banjarhits.id
zoom-in-whitePerbesar
Ritual Aruh Basambuk di Balai Adat Malaris, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Foto: dok banjarhits.id
ADVERTISEMENT
Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Kalimantan mendorong pemerintah daerah di Kalimantan Selatan serius mengurusi nasib masyarakat hukum adat.
ADVERTISEMENT
Sebab, BPSKL belum melihat adanya itikad baik dari pemda ihwal pengakuan masyarakat adat serta hutan adat (HA), khususnya Dayak Meratus. BPSKL belum menemukan satu pun kabupaten yang memasukkan usulan hutan adat, sejak Presiden Jokowi membuka peluang pengakuan HA lewat program Perhutanan Sosial (PS) yang ditangani oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
Padahal, ada sejumlah daerah yang memiliki potensi terdapat masyarakat adat dan HA seperti Kabupaten Banjar, Tapin, HSS, HST, Balangan, Tabalong, dan Tanah Bumbu.
"Dari semua kabupaten yang berpotensi belum ada satu pun yang mengusulkan. Malah daerah lain duluan seperti Kalbar dan Kaltim. Sosialisasi ke kabupaten sudah sering," kata Kepala Seksi Tenurial dan Hutan Adat BPSKL Kalimantan, Mugni Budi kepada wartawan banjarhits.id, Kamis (3/10/2019).
ADVERTISEMENT
Mugni berkata, teknis mendapat pengakuan hutan adat sebenarnya tidak susah. Hanya, pemerintah daerah memang harus mencanangkan peraturan daerah (perda) MHA terlebih dahulu. Dalam hal ini, ia masih belum melihat adanya itikad dari pemda.
"Yang harus dipertegas dulu, sebenarnya proses pengakuan MHA nya lewat perda masing-masing daerah. Karena ini subjeknya. Hutan adat itu cuma objek. Tapi ini juga belum kelihatan. Baru Pemkab Hulu Sungai Tengah dan Kotabaru yang sedang berproses bikin perdanya," kata dia.
Ia mengaku tak bisa berbuat banyak jika pemerintah daerah tidak memulai lebih dulu mengesahkan legalitas status MHA lewat perda. "Tidak mungkin akan ada pengakuan hutan adat,” ujar Mugni.
Direktur Eksekutif Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA) Borneo, Juliade, turut mendorong agar pemda di Kalsel berkomitmen merealisasikan MHA Dayak Meratus.
ADVERTISEMENT
"Artinya, bagaimana komitmen politik DPRD saja lagi untuk membuat perda MHA. Kami dari LSM hanya mendorong agar perda tersebut bisa terwujud," kata Juliade.
Ia menduga, lambannya pemerintah dalam hal pengakuan MHA dilatarbelakangi posisi masyarakat adat yang sering diposisikan sebagai minoritas. Sehingga, keberadaan kaum adat tak begitu berpengaruh di mata pemerintah.
"Secara internal, mungkin juga karena kami kurang mendorong. Kurang mendorong ke arah sana," tandasnya.