news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Tergerus Bank Umum, OJK Minta BPR di Kalsel Saling Merger

Konten Media Partner
6 Januari 2019 14:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tergerus Bank Umum, OJK Minta BPR di Kalsel Saling Merger
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
banjarhits.ID, BANJARMASIN - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sedang berada dalam situasi sulit. Kalaupun pemilik dan pengurus BPR memilih untuk terus maju, kemampuan bank dalam berkompetisi harus ditingkatkan di tengah persaingan makin kompetitif. Sebab, lanskap bisnis lembaga perantara keuangan (financial intermediary) tengah berubah.
ADVERTISEMENT
Mencermati fenomen industri keuangan yang cenderung menggerus BPR, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta BPR di kota/kabupten se-Kalimantan Selatan melakukan aksi merger. Tujuan merger agar BPR bisa memperbesar size atau permodalan BPR disuatu daerah. Dengan demikian industri BPR mampu bersaing dengan perbankan umum.
"Di Kalsel terdapat 27 BPR yang beroperasi, 22 di antaranya milik pemda, sedangkan lima BPR dalam bentuk BPR. Jika di suatu daerah ada BPR lebih dari satu, sebaiknya merger," kata Kepala Kantor OJK Regional IX Kalimantan Haryanto kepada banjarhits.ID, Sabtu (5/1).
Menurut Haryanto, OJK sudah melakukan peninjauan ke beberapa daerah dan bertemu bupati Kabupaten HSU, Tabalong, dan Banjar. Bupati, kata Haryanto, ada keinginan melebur BPR milik pemerintah daerah. Haryanto berkata OJK siap membantu pendampingan terhadap BPR yang melakukan merger.
ADVERTISEMENT
“Dengan merger BPR di satu daerah tertentu yang BPR-nya masih menumpuk, maka diharapkan daerah tersebut akan memiliki suatu bank atau BPR yang kuat dan mampu bersaing dengan bank umum. Terlebih, pangsa pasar BPR terhadap bank umum juga sangat timpang,” Haryanto mengingatkan.
Haryanto berkata BPR yang paling berpotensi dimerger dengan syarat kepemilikannya dalam satu grup atau milik satu orang. Lewat merger, BPR diharapkan memenuhi batasan minimal modal intinya, kompetensi, dan efisien. Mengacu ketentuan OJK, modal inti BPR ditetapkan Rp6 miliar.
BPR dengan modal inti kurang dari Rp3 miliar wajib memenuhi modal inti minimum Rp3 miliar paling lambat akhir tahun 2019. Selanjutnya, kata dia, BPR tersebut wajib memenuhi modal inti minimum Rp6 miliar paling lambat pada 31 Desember 2024.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, bagi BPR yang saat ini modal intinya sudah menyentuh angka Rp3 miliar, atau yang kurang dari Rp6 miliar, wajib memenuhi modal inti minimum Rp6 miliar paling lambat pada 31 Desember 2019 sesuai peraturan OJK yang berlaku
Dengan adanya kewajiban regulasi keterbatasan modal akan berdampak pada sejumlah aspek yang memengaruhi kelangsungan hidup BPR. Satu, skala ekonomi (economic of scale) menjadi rendah sehingga membuat BPR tidak efisien dan sulit mengembangkan produk maupun layanannya.
BPR makin sulit bersaing dalam ekosistem industri keuangan bila cuma bersandar pada produk dan layanan standar, yakni kredit dan simpanan. BPR umumnya kesulitan membangun sistem teknologi informasi (TI) sehingga risiko operasional meningkat, baik karena potensi fraud maupun human error. Alhasil, BPR yang tak mengadopsi teknologi digital bakal gulung tikar digilas kemajuan. (Anang Fadhilah)
ADVERTISEMENT