news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Walhi: Proyek Bendungan Kusan Hulu Potensi Picu Konflik Tenurial

Konten Media Partner
30 Juli 2019 10:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi jebolnya waduk Tirawan di Kabupaten Kotabaru pada 8 Juni 2019. Foto: istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jebolnya waduk Tirawan di Kabupaten Kotabaru pada 8 Juni 2019. Foto: istimewa
ADVERTISEMENT
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Kalimantan Selatan mendesak Pemkab Tanah Bumbu menghentikan kajian amdal larap proyek Bendungan Kusan Hulu. Menurut Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, proyek bendungan ini berpotensi memicu konflik tenurial antara warga adat dan pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
“Harusnya disetop dulu, nanti bisa muncul konflik tenurial. Akhirnya investasi yang menggusur ruang hidup warga adat, memunculkan konflik baru. Kami ingin investasi yang berkeadilan bagi masyarakat adat,” ucap Kisworo Dwi kepada banjarhits.id -- official partner kumparan.com, Selasa 30 Juli 2019.
Kisworo bukan menolak proyek pemerintah, melainkan ingin memastikan investasi yang berkeadilan. Sebelum proyek bendungan dibangun, ia berkata Pemkab Tanbu dan DPRD Tanbu mestinya lebih dulu menyelesaikan pengakuan masyarakat hukum adat (MHA) lewat peraturan daerah.
Sebab, MHA sebagai dasar ruang hidup masyarakat adat sehingga proyek-proyek pemerintah tidak rentan memicu konflik. Menurut dia, warga adat sudah berkontribusi menjaga lingkungan setempat, sehingga patut mendapat pengakuan dan akses pendidikan yang layak.
Apalagi, Kiss melanjutkan, Mahkamah Konstitusi sudah menerbitkan putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012; dan Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, Kiss berkata Pemkab Tanbu dan DPRD Tanbu mestinya lekas mengesahkan Perda Masyarakat Hukum Adat (MHA), sebelum diusulkan ke Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk mendapat pengakuan resmi tanah adat. Di Pulau Kalimantan, ia mendapati pengakuan MHA baru di Kalimantan Barat.
Selain itu, ia khawatir ada mafia-mafia tanah bermain di tengah proyek Bendungan Kusan Hulu. “Pengakuan wilayah adat kan belum clear, ruang hidup masyarakat ada terancam. Tali asih enggak menyelesaikan konflik,” ujar Cak Kiss, begitu ia disapa.
Asumsinya berdasarkan pengalaman proyek Bendungan Pipitak di Kabupaten Tapin. Proyek yang didanai APBN ini juga memicu konflik tenurial antara warga adat yang tergusur dan Pemkab Tapin.