Agus Sidiki, Pemotor Gaek yang Taklukkan Gorontalo-Jakarta Sendirian
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID,GORONTALO - "Piyo-piyohu", kata Agus Sidiki, saat Banthayo.id menanyakan kabarnya. Piyo-piyohu adalah bahasa Gorontalo. Artinya "Baik-baik saja". Banthayo.id bertemu dengan Agus di salah satu rumah makan di Kota Gorontalo, belum lama ini.
ADVERTISEMENT
Di usia 60 tahun, Agus masih terlihat energik dengan jaket komunitas dan topi hitam yang ia kenakan. Sembari menunggu pesanan, Agus Sidiki mulai bercerita pengalaman menjadi solo rider.
Agus mengawali cerita saat ia memulai perjalanan dari Gorontalo menuju Jakarta pada (3/4). Ia mengambil rute dari Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, lalu menuju Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, dan Makassar. Lalu, ia ke Jakarta menggunakan kapal laut.
Setelah dari Jakarta, Agus memilih melewati Bali untuk jalur pulangnya, sebelum tiba di Sulawesi. Ia mengaku menghabiskan waktu selama lima minggu untuk perjalanan pulang-pergi dari Gorontalo-Jakarta dan dari Jakarta-Gorontalo.
Agus tak memilih wilayah yang sama untuk perjalanan pulang, sebab ia menghindari kejenuhan berkendara.
ADVERTISEMENT
Sepanjang rute yang ia lalui, Agus Sidiki akan singgah di rumah keluarganya. Alamat rumah memang ia sudah catat sebagai modal perjalanan.
Tiap kali singgah di rumah keluarganya, Agus selalu diberi uang sekadarnya. Uang itu menurutnya sebagai bekal perjalanan--seperti mengisi BBM dan keperluan lain. Sebanyak Rp 5 juta uang yang terkumpul itu.
Menurut Agus, banyak komunitas pecinta sepeda motor yang menyambutnya. Ia terkadang diarak oleh mereka. Bahkan ia pernah dikejar oleh orang yang tidak dikenal. Bermodalkan keyakinan, Agus menghentikan sepeda motornya.
“Gak tahunya mereka memang sengaja membuntuti dan meminta saya mampir ke komunitas mereka sesama riding," katanya.
Komunitas itu, menurut Agus, telah memfasilitasi tempat menginap dan memberi makan. Namun, ia menolak saat diberi tiket kapal laut, karena menurutnya, itu menjadi tanggungannya.
ADVERTISEMENT
Banyak suka dan duka yang Agus dapat selama menjadi solo rider. Dukanya, ia pernah terjerembab di lubang di daerah Tasikmalaya. Saat itu hujan deras mengguyur daerah tersebut. Meski begitu, ia tetap melanjutkan perjalanan dengan pelek motor yang bengkok dan kaca spion patah.
Agus juga mengaku pernah melewati jalur rawan, yang dikenal sebagai tempat persembunyian teroris Santoso, di rute Luwuk Timur dan Poso.
Agar aman menembus jalur itu, Agus disarankan membuka rompi hijau yang ia kenakan karena sering dipakai polisi. Namun Agus enggan melepasnya, sebab ia berpikir belum tentu bertemu dengan kelompok teroris Santoso. Ia lebih memilih memakainya dengan alasan keselamatan berkendara.
Sebagai solo rider, Agus tak makan nasi saat siang hari. Hal ia lakukan untuk mencegah rasa ngantuk saat berkendara. Sebagai gantinya, ia hanya makan roti.
Selama perjalanan, ia tak sekali pun berurusan dengan aparat kepolisian, karena Agus melengkapi semua surat kendaraan dan selalu patuh terhadap aturan lalu lintas. Bermodalkan tekad dan keberanian, Agus Sidiki berhasil pulang dan berkumpul dengan keluarganya di Gorontalo.
ADVERTISEMENT
Pria paruh baya pensiunan pegawai Satuan Polisi Pamong Praja, Pemda DKI Jakarta, itu kini menetap di kampung halamannya di Desa Boludawa, Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo.
Saat ditanya kapan pensiun dari berkendara, Agus hanya tertawa lepas. “Selama masih diberi kesehatan dan kekuatan saya akan terus berkendara, karena masih ada sejumlah tempat yang masuk target untuk dijelajahi. Saya juga berharap apa yang saya lakukan ini bisa memotivasi kaum milenial, khususnya komunitas sepeda motor agar tidak ugal-ugalan serta tahu tata cara berkendara yang baik dan benar," tutup Agus Sidiki.
----
Reporter : Burdu
Editor : Febriandy Abidin