Baik Buruknya Kenaikan UMP 2020 di Gorontalo

Konten Media Partner
23 Oktober 2019 9:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi UMP.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi UMP.
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID,GORONTALO - Upah Minimum Provinsi (UMP) Gorontalo di tahun 2020 akan naik sebesar 8,51 persen. Angka ini tertuang dalam Surat Edaran Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI bernomor B-M/308/HI.01.00/X/2019 pada 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Dalam surat edaran yang bersifat "sangat segera" tersebut, Kemnaker RI menginstruksikan kepada seluruh gubernur se-Indonesia untuk segera menetapkan dan mengumumkan UMP pada 1 November 2019.
Dengan begitu, UMP Gorontalo yang pada 2019 berjumlah Rp 2.384.020, mulai 1 Januari 2020 akan bertambah menjadi sekitar Rp 2.586.900.
Ilustrasi kenaikan gaji.(SHUTTERSTOCK.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan, rumus kenaikan UMP merupakan hasil penjumlahan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS). Inflasi nasional tahun ini sebesar 3,39 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen.
Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Muhamad Amir Arham, menilai kenaikan upah tentu akan berdampak secara positif kepada para pekerja karena pendapatannya bertambah.
ADVERTISEMENT
Namun yang menjadi masalah menurutnya, pertumbuhan industri di Gorontalo itu sangat lambat, sehingga kemungkinan beberapa perusahaan tidak akan mampu memenuhi itu.
Ilustrasi Uang Rupiah (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
“Ini akan menjadi beban terutama dari sisi industrinya, karena komponen input produksi di dalam industri itu yang paling tinggi adalah upah tenaga kerja. Dibanding misalnya, perawatan rutin mesin kerja, itu kan tidak rutin setiap bulan seperti pembayaran upah,” katanya.
Menurutnya, jika pemerintah memaksakan penerapan upah itu harus dipenuhi, kemungkinan beberapa perusahaan hanya akan memberlakukan itu di atas kertas saja. Selain itu, hal lain yang akan terjadi adalah efisiensi tenaga kerja. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan mungkin terjadi dalam mengurangi beban perusahaan dalam hal pengupahan. Apalagi jika output penjualannya tidak tumbuh atau malah menurun.
ADVERTISEMENT
“Atau jika memang tidak melakukan PHK, maka dampaknya pada pembukaan kesempatan kerja. Kemungkinan kesempatan kerja yang dibuka oleh perusahaan akan sedikit. Makanya upah ini menjadi salah satu indikator penting masuk dalam investasi,” lanjutnya.
Ilustrasi menghitung mata uang Rupiah. (Foto: AFP/Adek Berry)
Ia juga mengungkapkan, pemerintah dalam hal penentuan upah akan cenderung memihak pada pengusaha ataupun pelaku industri. Hal tesebut dilakukan pemerintah agar lapangan pekerjaan selalu terbuka. Karena angkatan pekerja baru tidak akan dibuka oleh perusahaan dan dampaknya pada bertambahnya pengangguran.
Namun menurutnya, Gorontalo bisa optimis dengan salah satu aspeknya, memperbaiki struktur anggaran pemerintah. Belanja pemerintah harus diperbaiki dengan realisasi yang cepat. Sehingga terjadi perputaran ekonomi. Karena investasi dari pihak swasta memang masih kurang.
“Investasi kan sebetulnya dua, pemerintah dengan swasta. Idealnya yang paling bagus adalah investasi swasta harus lebih besar dari investasi yang dilakukan pemerintah. Seperti DKI Jakarta dan kota-kota besar lainnya yang investasi swastanya yang mendominasi. Sehingga dinamis. Nah, kalau kita kan pemerintah,” ungkap Amir.
ADVERTISEMENT
Persoalan yang diungkapkan Amir adalah, sebagaian besar APBD bukan untuk investasi atau pembentukan modal, namun hanya habis di upah pegawai dan operasional. Hal ini kemudian menyebabkan efek ekonomi yang kecil.
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
“Ada juga faktor yang menyulitkan Gorontalo untuk melakukan akselarasi ekonomi, yaitu terkait pasar. Karena ukuran ekonomi kita kan kecil, sehingga industri yang masuk akan mempertimbangkan target pasar dan distribusi produk. Karena memang jumlah penduduk kita tidak banyak. Sedangkan pada saat yang sama, pendapatan perkapita tidak terlalu tinggi, sehingga daya beli masyarakat relatif lebih rendah dibandingkan dengan Sulawesi Utara ataupun Sulawesi Selatan. Itu juga menjadi beberapa pertimbangan faktor investasi,” tutup Amir.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kota Gorontalo, Ahmad Monoarfa menjelaskan kekhawatirannya terhadap kenaikan UMP. Ia menjelaskan, pada tahun kemarin, beberapa industri mengeluhkan kenaikan, dan pada tahun depan dinaikan lagi. Sehingga yang ditakutkan akan terjadi pemutusan hubunga kerja.
Ilustrasi menghitung uang Rupiah. (Foto: AFP/Adek Berry)
“Kita perlu melihat realitas saat ini. Bahwa pertumbuhan ekonomi Gorontalo bergerak lambat. Sehingga di sektor real itu sangat terasa sekali (kenaikan UMP). Apalagi ini hampir tiap tahun terjadi kenaikan," kata Ahmad.
ADVERTISEMENT
Namun pihaknya sendiri memang tidak mempermasalahkan kebijakan yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat. Hanya menurutnya, perlu kebijakan semacam ini dibuat lebih proporsional. Sehingga memperhatikan masalah regional.
“Menurut saya, angka 8,51 persen ini cukup besar. Beberapa kawan-kawan pengusaha saya bahkan ada yang mengambil langkah pendek untuk tutup usaha. Karena tidak mampu mengejar nilai yang ditentukan pemerintah,” pungkasnya.
----
Reporter : Wawan Akuba
Editor : Febriandy Abidin