Deflasi Mines 0,33 Persen, Barang di Kota Gorontalo Alami Penurunan Harga

Konten Media Partner
6 Juni 2020 11:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Deflasi.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Deflasi.
ADVERTISEMENT
GORONTALO - Pada masa pandemi COVID-19, Kota Gorontalo mengalami deflasi sebesar mines 0,33 persen pada Mei 2020. Ini artinya, sejumlah barang di wilayah tersebut alami penurunan harga jual. Dengan begitu, masyarakat diuntungkan karena bisa menjangkau barang yang sebelumnya dihargai mahal.
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) Gorontalo mencatat, deflasi ini ditandai dengan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 103,73 pada April 2020, menjadi 103,39 pada Mei 2020.
Adapun penyebab deflasi di Kota Gorontalo adalah karena satu di antara 11 kelompok pengeluaran di wilayah itu mengalami penurunan indeks, sedangkan 10 kelompok sisinya, lima mengalami kenaikan indeks dan lima lainnya tidak mengalami perubahan indeks.
Kelompok yang mengalami penurunan indeks yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar mines 1,35 persen. Sedangan kelompok yang mengalami kenaikan indeks adalah kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,38 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,31 persen, kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin sebesar 0,28 persen, kelompok informasi, komunikasi, jasa keuangan sebesar 0,08 persen, dan kelompok transportasi sebesar 0,01 persen.
Ilustrasi pedagang. Foto: Banthayo.id (Wawan Akuba)
Lebih lanjut, kelompok yang tidak mengalami perubahan indeks adalah kelompok penyediaan makanan dan minuman atau restoran, kelompok pendidikan, kelompok rekreasi, olah raga, dan budaya, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, dan kelompok pakaian dan alas kaki.
ADVERTISEMENT
Jika dirinci, dari 339 jenis barang dan jasa yang dipantau harganya untuk Kota Gorontalo di bulan Mei 2020, ada 26 jenis barang dan jasa yang menunjukan adanya penurunan harga, 43 jenis barang dan jasa mengalami kenaikan harga, sedangkan 270 tidak mengalamai perbuhan harga.
Dengan deflasi ini, artinya terjadi penurunan harga untuk beberapa komoditas di Kota Gorontalo selama Mei 2020. Komoditas itu di antaranya kipas angin, penanak nasi elektornik (rice cooker), air conditioner (AC), sabun cair, kecap (isi), biaya pulsa ponsel, dan obat sakit kepala.
Lalu, yang juga mengalami penurunan harga adalah cabai rawit, tomat, ikan mujair, ikan tuna, bawang putih, ikan layang atau ikan benggol, ikan cakalang atau ikan sisik, kentang, jahe, kangkung, jeruk, kunyit, obat sakit perut, obat gosok, ikan asin teri, ikan bandeng atau ikan bolu, wortel, susu bubuk untuk bayi, dan susu kental manis.
ADVERTISEMENT
Sedangkan komoditas yang mengalami kenaikan harga adalah emas perhiasaan, kompor, mesin cuci, tarif laboratorium, laptop atau notebook, televisi berwarna, tarif kendaraan roda empat online, obat flu, dispenser, obat batuk, sabun cream detergen, mi kering instan, tepung terigu dan vitamin.
Lalu, bawang merah, ikan malalugis atau ikan sohiri, daging ayam ras, udang basah, telur ayam ras, minyak goreng, jeruk nipis atau limau, ikan selar atau ikan tude, cabai merah, air kemasan, sabun detergen bubuk atau cair, ikan kakap merah, kacang panjang, gula merah, ikan bubara, gula pasir, terong, daun bawang, obat dengan resep, ayam hidup, sawi hijau, kacang tanah, ketimun, kol putih atau kubis, ikan kembung atau ikan gembolo atau ikan banyar atau ikan gembolo atau ikan aso-aso, kemiri, susu bubuk, kacang hijau, kembang gula, juga mengalami kenaikan harga.
Ilustrasi sembako. Foto: Kumparan.
Herum Fajarwati, Kepala BPS Provinsi Gorontalo mengungkapkan, Kota Gorontalo menempati urutan ke-87 dari 90 kota di Indonesia dalam perhitungan inflasi. Dari jumlah itu, ada 67 kota mengalami inflasi dan 23 kota mengalami deflasi.
ADVERTISEMENT
“Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tanjung Pandan sebesar 1,20 persen sedangkan inflasi terendah terjadi di Kota Tanjung Pinang, Kota Bogor, dan Kota Madiun sebesar 0,01 persen. Sedangkan untuk deflasi tertinggi terjadi di Kota Luwuk sebesar mines 0,39 persen dan deflasi terendah terjadi di Kota Manado sebesar mines 0,01 persen. Sedangkan Kota Gorontalo berada di posisi kedua deflasi tertinggi” katanya. Sabtu, (6/6).
Amir Arham, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menjelaskan, deflasi itu adalah kebalikan dari inflasi. Itu adalah kondisi harga barang-barang turun tetapi tidak ada yang membeli. Di masa pandemi COVID-19 ini, hal itu terjadi karena kebanyakan masyarakat, terutama di Kota Gorontalo, menahan diri untuk berbelanja.
“Mereka (masyarakat) membeli itu kebanyakan untuk kebutuhan pokok karena tidak tahu sampai kapan COVID-19 berakhir. Jadi orang lebih berhati-hati berbelanja (saat ini). Jadi kalau sekarang ini misalnya pangan. (Barang) itu tidak kurang, ada tapi pembelinya yang berkurang. Sehingga, namanya pembeli yang berkurang, penjualnya akan turunkan harga. Meski dia turunkan, tapi kurang yang membeli,” kata Amir.
Ilustrasi bawang merah. foto: Kumparan.
Sebetulnya memang kata Amir, ini adalah kesempatan masyarakat untuk dapat membeli barang atau menjangkau harga barang yang dulunya mahal. Namun karena kegiatan atau aktivitas terutama di kalangan swasta ini tidak terlalu bagus, sehingga masyarakat pun memilih-milih untuk berbelanja.
ADVERTISEMENT
“Dampaknya apa, kegiatan produksi tidak jalan. Karena barang-barang yang diproduksi tidak terjual. Nah kalau barang tidak terjual, maka input produksinya, tenaga kerja, gaji mau dari mana? Itu akan menimbulkan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja),” kata dia.
Tidak hanya itu, menurut Arham, para pengusaha itu biasanya menjalankan usahanya dengan meminjam uang, dengan memanfaatkan akses perbankan. Sehingga dengan tidak adanya pendapatan, tidak adanya penjualan, maka pasti pengusaha itu tidak mampu membayar kredit bank. Sehingga dampaknya menggangu keuangan perbankan.
------
Reporter: Wawan Akuba