Masyarakat Menolak Pembangunan Bendungan Bulango Ulu

Konten Media Partner
18 Juli 2019 14:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baliho tanda penolakan warga atas pembangunan Bendungan Ulu. di Desa Owata, Kecamatan Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango. Kamis, (18/7). Foto Rahmat Ali/banthayoid
zoom-in-whitePerbesar
Baliho tanda penolakan warga atas pembangunan Bendungan Ulu. di Desa Owata, Kecamatan Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango. Kamis, (18/7). Foto Rahmat Ali/banthayoid
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID,GORONTALO - Baliho latar kuning berukuran 1.20 x 3 meter terpasang di sisi jalan di Desa Owata, Kecamatan Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. PadabBaliho tersebut bertulis pesan penolakan rencana pembangunan Bendungan Bulango Ulu (BBU).
ADVERTISEMENT
Menurut Rey (23), warga Bulango Ulu, peletakan batu pertama pembangunan bendungan akan dilakukan pada bulan Agustus 2019 oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia.
Baliho tersebut tertulis, "Awas.!! Jika kalian memaksa membangun, kami siap jihad. Karena kalian yang memulainya. Menolak WBU."
Yamin Mahmud (27), warga lainnya mengatakan pembangunan bendungan menjadi keanehan karena pemerintah terlalu cepat mengambil keputusan. Padahal menurut Yamin, ada beberapa tahapan yang belum dilaksanakan penyelenggara pembangunan bendungan. Seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 2015, tentang Studi Permukiman Kembali Penduduk.
Warga berencana melakukan perlawanan jika pembangunan bendungan tersebut akan terus dikerjakan. (Foto Rahmat Ali/banthayoid )
"Masih ada tiga tahapan yang harus dilalui. Yakni, satgas A dan B, yang seharusnya memeriksa sedetail mungkin kepemilikan lahan masyarakat. Karena sampai saat ini masih ada lahan yang bersengketa yang harus diselesaikan. Kemudian, ketika ada pembangunan bendungan dan itu bertempat dipermukiman, maka pemerintah wajib melakukan studi permukiman kembali. Sementara proses itu memakan waktu kurang lebih satu bulan," terang Yamin, Kamis (18/7).
ADVERTISEMENT
Menurut Yamin, proses yang dinilai tidak dilakukan sesuai prosedur mengundang amarah warga setempat, hingga akhirnya memasang baliho penolakan bendungan. Meskipun pemerintah berdalih, proyek dengan anggaran Rp 2.2 triliun ini sangat menguntungkan. Namun Yamin berpendapat, pemerintah harus memikirkan nasib masyarakat.
"Masalahnya, hingga saat ini belum ada kejelasan soal relokasi, juga ganti rugi lahan. Sama halnya pemerintah menghilangkan kehidupan masyarkat, baik tempat tinggal dan mata pencaharian, apalagi solusi yang ditawarkan belum jelas," tegas Yamin.
Kepala Desa Owata, Kecamatan Bulango Ulu, Ali Antukai, mengatakan proyek strategis nasional Bendungan Bolango Ulu itu sebelumnya sudah dilakukan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan Penetapan Lokasi (Penlok) oleh tim penyelenggara pembangunan.
Pembangunan bendungan itu membutuhkan wilayah strategis seluas 1.178 hektare. Maka menurutnya, dengan luas lahan tersebut pemerintah harus melakukan pendataan kepemilikan lahan warga, agar nantinya pembayaran lahan sesuai dengan harapan masyarakat.
Sejumlah warga tengah berunding membahas persoaalan yang terjadi di desa mereka. (Foto Rahmat Ali/banthayoid )
"Kami hanya ingin proses pembangunan berjalan sesuai dengan prosedur. Jika semua itu belum terlaksana, maka banyak masyarakat yang kecewa, karena saat ini warga sudah dalam posisi pasrah," ungkap Ali.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Bone Bolango, Faisal Mohi, menuturkan pihaknya akan tetap memperjuangkan hak-hak rakyat meski tahapan persiapan pembangunan tetap berjalan.
"Kita lihat dulu kondisi di lokasi. Kita juga tetap akan membantu masyarakat dalam memenuhi hak mereka," pungkas Faisal.
----
Reporter : Rahmat Ali
Editor : Febriandy Abidin