Melihat Anyaman Seni di Era Pandemi

Konten Media Partner
15 Oktober 2021 18:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pameran kali ini bertajuk "Walama #2 (seri kedua)" dengan melibatkan 35 seniman yang menjadi peserta pameran, 15 di antaranya adalah seniman dari Yogyakarta dan Bali. Jumat, (15/10). Foto: Dok istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pameran kali ini bertajuk "Walama #2 (seri kedua)" dengan melibatkan 35 seniman yang menjadi peserta pameran, 15 di antaranya adalah seniman dari Yogyakarta dan Bali. Jumat, (15/10). Foto: Dok istimewa
ADVERTISEMENT
GORONTALO – Setelah dua tahun alpa akibat pandemi Covid-19, Galeri Riden Baruadi melalui Tupalo (komunitas perupa Gorontalo) yang didukung oleh PT Bank UOB Indonesia, akhirnya mengadakan lagi pameran seni rupa yang terbuka untuk umum dari tanggal 18 sampai 28 Oktober 2021.
ADVERTISEMENT
Pameran kali ini bertajuk "Walama #2 (seri kedua)" dengan melibatkan 35 seniman yang menjadi peserta pameran, 15 di antaranya adalah seniman dari Yogyakarta dan Bali.
Sebagaimana yang tercantum pada tajuknya, pameran kali ini sudah yang kedua. Pameran "Walama" yang pertama telah dihelat dua tahun sebelumnya, September 2019, di Kota Batu, Jawa Timur.
Pada pameran keduanya ini, "Walama" tetap diselenggarakan dengan format yang sama, yakni menghadirkan karya-karya seniman jejaring Tupalo, yang berada di kantung-kantung seni Indonesia, seperti Yogyakarta dan Bali.
Menurut para penggagas pameran, geliat kesenian khususnya di bidang seni rupa di Gorontalo sudah mengundang perhatian dunia seni Indonesia sejak beberapa tahun lalu, terbukti dari beberapa pameran kolaboratif yang berulang kali telah dilakukan oleh Tupalo bersama komunitas-komunitas seni yang ada di kantung-kantung kesenian Indonesia.
Pada pameran keduanya ini, "Walama" tetap diselenggarakan dengan format yang sama, yakni menghadirkan karya-karya seniman jejaring Tupalo, yang berada di kantung-kantung seni Indonesia, seperti Yogyakarta dan Bali. Foto: Dok istimewa
Pameran "Walama #2" ini memang bukanlah pertama kalinya Tupalo menggelar karya bersama seniman-seniman ternama dari luar Gorontalo, namun sesuai dengan arti dari "walama" yakni 'anyaman/jalinan', pameran ini diharapkan dapat menciptakan kondisi saling mengisi antar-seniman di Indonesia, terutama antara daerah-daerah yang baru memulai menggeliatkan aktivitas berkeseniannya dengan daerah-daerah yang telah mapan dalam berkesenian.
ADVERTISEMENT
"Spirit yang kami ambil di situ [Walama] adalah membangun jejaring agar bisa saling mengisi. Kita [seniman Gorontalo] diharapkan dapat duduk bersama dan saling dukung dengan seniman-seniman dari luar Gorontalo," kata Awal, salah satu penggagas pameran.
Sementara menurut Wayan Seriyoga Parta, kurator pameran, "Walama #2" menjadi semacam pembuktian bahwa Gorontalo mampu mengambil kesempatan dalam mengembangkan geliat berkesenian di luar kantung-kantung seni yang telah ada sebelumnya di Indonesia.
"[Pameran] ini menurut saya adalah sebuah solidaritas baru [antar-seniman di Indonesia] di masa pandemi yang harus disyukuri. Bahwa karya dari seniman-seniman yang mempunyai capaian-capaian di tingkat nasional hadir di momen ini, di tempat ini," ujarnya.
Ketika menyebutkan seniman dengan capaian tingkat nasional dia mengambil contoh salah satunya yakni Nyoman Erawan, seniman ternama asal Bali, karya-karyanya banyak mendapat ulasan dan penghargaan karena dianggap mampu mendialogkan antara simbol-simbol tradisional budaya Bali dengan dunia modern.
Pameran "Walama #2" ini memang bukanlah pertama kalinya Tupalo menggelar karya bersama seniman-seniman ternama dari luar Gorontalo. Foto: Dok istimewa
Selain itu ada beberapa nama seperti: Gusmen Heriadi, seniman asal Sumatra Barat yang karya-karyanya telah dipamerkan sampai ke luar negeri dan menerima banyak penghargaan; Anggar Prasetyo, seniman terkenal Yogyakarta yang pernah memenangkan kompetisi seni lukis tingkatan Asia Tenggara, yakni penghargaan UOB Southeast Asian Painting of The Year ; dan Devy Ferdianto, seniman grafis ternama asal Bali.
ADVERTISEMENT
Di samping nama-nama maestro itu, Yoga, sebagai kurator turut juga memberikan kesempatan kepada seniman-seniman muda untuk memamerkan karya mereka.
Hal ini dilakukan menurutnya sebagai upaya untuk melanjutkan progres yang selama ini dilakukan oleh Tupalo dan jejaringnya. Bahwa dalam pameran yang mengambil pengibaratan anyaman ini, harus ada interaksi antara seniman yang telah lama dengan yang baru agar tercipta sebuah ekosistem seni yang baru.
"Sejak 2015, Gorontalo progresnya sangat luar biasa, dan progres ini juga sangat mencengangkan bagi para perupa dan kolektor yang ada di nasional," kata Yoga.
Selaras dengan apa yang disampaikan Yoga, Maya Rizano, Kepala Strategi Komunikasi dan Brand UOB Indonesia, sebagai pihak sponsor, menyampaikan dalam sambutannya, bahwa "Walama #2" yang dilakukan Tupalo bersama jaringannya patut didukung karena merupakan bagian penting dalam menyukseskan pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pameran ini diatur sedemikian rupa agar bisa mewakili makna dari anyaman, selain latar belakang seniman peserta pameran yang berbeda, dalam pameran ini karya yang ditampilkan juga beragam gaya dan jenisnya, ada lukisan, gambar, kolase, grafis, dan objek seni lainnya.
Begitupun dengan ide yang terkandung dalam setiap karya, mulai dari isu lingkungan yang lingkupnya global, hingga masalah sosial sehari-hari yang lingkupnya bisa sangat terbatas.
Seperti karya Franzisca Fennert berjudul "Blessing", sebuah objek seni berukuran 60 x 60 cm dengan media campuran yang diambil dari sampah-sampah seperti plastik dan kain bekas, seolah menjadi kritik terhadap polusi sampah yang saat ini menjadi masalah global.
pameran ini diharapkan dapat menciptakan kondisi saling mengisi antar-seniman di Indonesia, terutama antara daerah-daerah yang baru memulai menggeliatkan aktivitas berkeseniannya dengan daerah-daerah yang telah mapan dalam berkesenian. Foto: Dok istimewa
Sementara seperti karya lukis berjudul "Lisan" milik Suleman Dangkua mengandung pesan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Menurut Suleman sendiri, sumber insipirasinya tidak muluk-muluk, dalam kesehariannya dia sering terganggu dengan orang-orang yang berbicara tanpa berpikir, pesan itu terpampang vulgar pada karyanya.
Dari segi teknik sendiri, dalam pameran ini kita bisa melihat teknik seni tempel pada karya berjudul "Merindukan Luka" ukuran 72,5 x 45 cm milik Oktaviyani, seniman asal Yogyakarta.
Oktaviyani memang dikenal dengan tekniknya yang unik, yakni "menempel" benang warna warni pada kanvas sehingga menghasilkan objek seni yang estetik.
Atau jika kita ingin sesuatu yang eksentrik, kita bisa melihat objek seni milik Halid Mustapa yang tersusun dari suntik-suntik dengan set lengkap.
Semua karya yang disuguhkan ini bisa dinikmati oleh siapapun selama menaati protokol kesehahatan.