news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ogoh - ogoh Singa Sari Murni

Konten Media Partner
7 Maret 2019 13:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang anak sedang mengamati Ogoh-ogoh yang berbentuk setengah singa setengah raksasa, Rabu (7/3). Foto : Renal Husa
zoom-in-whitePerbesar
Seorang anak sedang mengamati Ogoh-ogoh yang berbentuk setengah singa setengah raksasa, Rabu (7/3). Foto : Renal Husa
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID - Gapura yang bertuliskan “Selamat Datang di Desa Multi Etnis” menyambut kami saat memasuki Desa Banuroja, Kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, Rabu, (6/3).
ADVERTISEMENT
Desa itu dijadikan teladan untuk toleransi umat beragama yang ada di Gorontalo, karena masyarakat yang beragama Islam, Kristen dan Hindu, hidup berdampingan.
Hampir di sepanjang jalan desa itu berdiri pura di depan rumah warga yang beragama Hindu. Pura dengan arsitektur khas Bali.
Desa Banuroja kami lewati. Tujuan kami adalah ke Desa Sari Murni. Tempat patung ogoh-ogoh yang akan diarak sore nanti.
Sampai disana, terlihat disetiap sudut jalan, depan rumah, dan gerbang Desa Sari Murni diletakan sesajen. Aroma dupa mulai tercium.
Pura terlihat dari kejauhan, bersamaan dengan suara merdu gamelan yang dimainkan. Semakin mendekat ke pura, suara gamelan terdengar lebih keras, seolah dimainkan untuk menyambut kedatangan kami.
ADVERTISEMENT
Di depan Pura Puseh Mandala Gili, Desa Sari Murni, berdiri patung raksasa merah yang hampir menyentuh atap bale banjar. Tingginya kurang lebih tiga meter. Perawakannya menakutkan, matanya melotot, giginya dan kukunya menegaskan kepada orang yang mendekatinya agar menjauh. Jika tidak, dia akan menerkam.
Tetapi anak-anak mengerumuni patung itu. Sepertinya perawakan patung yang menyeramkan tidak membuat anak-anak takut.
“Itu ogoh-ogoh dengan bentuk singa setengah raksasa,” kata Wakil Parisado, I Nengah
Dharma, di Pura Puseh Mandala Gili, Hindu Dharma. Pemuda desa membutuhkan waktu satu minggu untuk menyelesaikan ogoh-ogoh, dengan biaya sebesar Rp 1.5 juta, ia melanjutkan.
“Sebelum pembuatan ogoh-ogoh, kami melakukan musyawarah tentang bentuknya. Yang disepakati adalah bentuk singa setengah raksasa,” kata I Nengah Dharma.
ADVERTISEMENT
Satu hari sebelum prosesi nyepi, umat Hindu Dharma akan melaksanakan mecaru dan pengrupukan. Tujuannya untuk menetralisir roh jahat yang ada di sekitaran rumah warga dan desa, agar prosesi nyepi yang mereka laksanakan akan berlangsung khidmat.
“Siang tadi (6/3), kami baru selesai melaksanakan persembahyangan mecaru, untuk menetralisir roh jahat yang ada disekitaran rumah. Sore nanti kami akan melakukan upacara pengrupukan dan akan mengarak ogoh-ogoh keliling desa,” kata Parisado, I Wayan Santiawan, di Pura Puseh Mandala Gili, Hindu Dharma.
"Kami akan menutup akses keluar masuk desa. Setiap perbatasan akan dijaga oleh Pecalang. Setiap tradisi nyepi kami lakukan seperti itu, karena desa kami adalah desa terakhir,” katanya.
---
Reporter : Renal Husa
ADVERTISEMENT
Editor : Febriandy Abidin