Penjelasan BMKG soal Gerhana Matahari Cincin di Gorontalo Tak Penuh

Konten Media Partner
21 Juni 2020 15:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gerhana Matahari Cincin. Foto: Kevin Baird via Wikimedia Commons (CC BY-SA 3.0)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gerhana Matahari Cincin. Foto: Kevin Baird via Wikimedia Commons (CC BY-SA 3.0)
ADVERTISEMENT
GORONTALO - Fenomena Gerhana Matahari Cincin (GMC) akan terjadi di wilayah Indonesia hari ini, Minggu (21/6). Khusus di Gorontalo, gerhana ini akan terjadi sore hari, sekitar pukul 15.28 WITA, lalu puncaknya akan terjadi pada pukul 16.31 WITA, dan berakhir pukul 17.26 WITA. Artinya, durasi gerhana yang teramati di Gorontalo rata-rata adalah 1,96 jam.
ADVERTISEMENT
GMC sendiri terjadi ketika matahari, bulan, dan bumi tepat segaris dan pada saat itu piringan bulan yang teramati dari bumi lebih kecil daripada piringan matahari. Akibatnya, saat puncak gerhana, matahari akan tampak seperti cincin, yaitu gelap di bagian tengahnya dan terang di bagian pinggirnya.
Namun menurut Kepala Seksi (Kasi) Data dan Informasi BMKG Gorontalo, Wahyu Imantoko bahwa pada saat puncak gerhana, besaran piringan matahari yang tertutupi piringan bulan bergantung pada magnitudo gerhana, yaitu perbandingan antara diameter matahari yang tertutup piringan bulan saat puncak gerhana terjadi dan diameter matahari keseluruhan.
“Ada perhitungan magnitudo gerhana. Jadi kalau magnitudonya berada di angka 1 (1.000), maka gerhananya akan penuh, tapi jika di bawah dari itu, maka tidak akan penuh,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka menurut Wahyu bahwa GMC kali ini di Gorontalo tidak akan terjadi penuh bahkan terjadi sebagian pun tidak. Sebab, di Indonesia sendiri magnitudo gerhana maksimalnya hanya 0,500, sedangkan di Gorontalo magnitudo-nya hanya 0,300 hingga 0,400.
“Gerhana yang teramati dari Gorontalo berupa gerhana matahari sebagian dengan magnitudo gerhana terentang antara 0,361 di Marisa hingga 0,382 di Kwandang. Wilayah Indonesia itu hanya 0,5 (0,500). Jadi tidak ada yang melihat full (penuh). Kemudian sampai di kita ajah udah sore. Sumatera saja itu pun hanya 0,1 (0,100), kemudian di kita semakin besar namun sudah semakin menjelang malam,” katanya.
Meski begitu, Wahyu tetap mengingatkan untuk masyarakat yang berniat menikmati GMC untuk tetap berhati-hati, sebab mengamati langsung gerhana dengan mata telanjang akan berpotensi merusak mata.
ADVERTISEMENT
“Jadi untuk masyarakat yang tetap ingin menikmatinya (GMC) diharapkan untuk tidak menatap langsung matahari dengan mata telanjang. Gunakan kamera pinhole, kacamata matahari, teleskop atau binokuler, atau bisa juga menggunakan kamera DSLR dengan filter khusus matahari,” tutup Wahyu.
****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
-----
Reporter: Wawan Akuba