MENYUSUN KONSEP REGENARASI TABUHAN ANGKLUNG BANYUWANGI

BANYUWANGI CONNECT
membacalah walau sebentar
Konten dari Pengguna
24 Januari 2020 0:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BANYUWANGI CONNECT tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
dr,Taufiq Hidayat selaku ketua DKB melihat langsung Proses Belajar angklung di Kampoeng Batara Kalipuro Photo By.Ts
zoom-in-whitePerbesar
dr,Taufiq Hidayat selaku ketua DKB melihat langsung Proses Belajar angklung di Kampoeng Batara Kalipuro Photo By.Ts
ADVERTISEMENT
Tabuhan Angklung atau musik angklung Banyuwangi, memiliki kekarakteristikan didalam memainkan dan mempelajarinya bila dibandingan alat music angklung dari daerah lain. Bagi masyarakat Banyuwangi, gelaran Angklung Caruk adalah cerminan watak orang Banyuwangi (Baca: Using). Bertemunya dua kelompok kesenian angklung dalam satu panggung dalam suatu hajatan, nyaris banyak menggunakan komunikasi nada, atau suara gamelan dalam kemasannya.
ADVERTISEMENT
Namun dalam perkembangannya, gelaran Angklung Caruk sudah berkurang frekwensi penyelenggaraannya. Musik angklung tetap tampil dalam kegiatan di Banyuwangi, tetapi hanya untuk mengiringin tarian, juga mengiringi nyanyian bahasa Using. “Padahal, banyak nilai-nilai postif yang bisa ditularkan kepada anak-anak muda. Mulai belajar keras dan tekun, untuk mengusai ilmu tabuhan dan gending-gending daerah yang diiringi. Kemudian mengatur emosi saat gelaran caruk. Ini penting, agar panjak tidak terpengaruh dengan emosi penonton dan pendukung kelompok lain”, jelas Nuno Sutedjo, Pelatih dan owner Sanggar Seni Joyokaryo dari Banyuwangi Kota.
Nuno melihat, bahwa regenerasi Tabuhan Angklung Caruk kurang dikonsep dengan baik. Generasi muda yang bisa memainkan alat musik angklung caruk, biasanya otodidak dengan cara melihat, mengamati kemudian memainkannya. Secara mental, generasi muda ini masih lemah jika dihadapkan pada kondisi nyata angklung caruk sebenarnya.
Nuno Soetedjo Ketua Angklung Joyo Karyo Sedang memberikan Pelajaran Anak anak kampoeng Batara - Photo By.Ts
Belum ada konsep regenerasi yang utuh, sehingga anak-anak muda sebagai generasi penerus, bisa memahami ilmu tabuhan secara benar dan profesional. Kami dari Sanggar Seni Joyokaryo menawarkan konsep belajar tabuhan bersama-sama, dengan pendekatan personal. Artinya, setiap anak anak dibimbing dan didampingi oleh senior yang memang expert di satu alat musik. Bila secara psikologi kejiwaan mereka disentuh, saya yakin energi positif untuk belajar sungguh-sunguh dan serius juga akan mengalir pada jiwa anak-anak tadi”, tambah Nuno Soetedjo yang merupakan putra dari maestro Angklung Banyuwangi Soetedjo Hadi.
ADVERTISEMENT
Setelah menemukan konsep pengajaran dengan masing-masing personil yang ditugaskan mendampingi anak-anak dalam proses belajar tabuhan, Neno kemudian menjatuhkan pilihan kepada Kelompok Anak-Anak Sekolah Alam Kampoeng Batara, di Papring, Kecamatan kalipura. Anak-anak Kampoeng Batara, meski di wilayah tidak ada kelompok Angklung, namun mereka rata-rata bisa memainkan alat musik angklung ala kadarnya.
Saya senang sekali, ketika mendapat ajakan program “Ginau Bareng Tabuhan Angklung” (Belajar Bersama Musik Angklung) dari Sanggar Seni Joyokaryo. Anak-anak yang sebelumnya belajar sendiri dengan menirukan kelompok lain ada pertunjukan, atau lewat video, sekarang akan mendapatkan ilmu langsung dari senior-senior yang memang mengusai alat musik angklung caruk. Kegembiraan anak-anak juga terlihat saat mereka antusias menata dan memepersiapakn alat musik angklung, sambil menunggu para pelatih datang”, ujar Widie Nurmahmudy, owner Kampoeng Batara.
Widie yang mengelola Kampoeng Batara sejak tahun 2015 ini, sangat berharap program belajar bareng ini akan berkelanjutan. Apalagi anak-anak Kampoeng Batara juga sering tampil menyambut tamu dari sejumlah daerah, yang datang dan meninjau keberadaan mereka. “Bila mendapatkan ilmu yang benar tentang tabuhan Banyuwangi ini, saat tampil dilihat orang-orang luar kan tidak akan mengecewakan”, kata Widie memberi alasan.
ADVERTISEMENT
Sebagai bentuk apresiasis yang dilakukan kelompok masyarakat, Ketua Dewan Kesenian Blambangan (DKB) dr. Taufiq Hidayat mendatangi langsung lokasi latihan. Dokter yang juga Kepala RSUD Genteng ini, sesekali ikut membenarkan anak-anak yang sedang mamainkan gamelan angklung. Bahkan Dokter Taufiq yang didampingi istrinya, ikut menyumbangkan suaranya untuk diiringi gamelan anak-anak.
Saya seneng sekali bisa melihat langsung proses pembelajaran tabuhan angklung untuk anak-anak, karena dengan belajar yang benar, materinya terkonsep baik, saya yakin akan menghasilkan generasi-generasi penerus tabuhan angklung yang baik pula. Apalagi kegiatan ini diinisiasi oleh masyarakat di luar pemerintah, langsung kepada sasaran, tentu ini perlu diapresiasi. Tidak mungkin acara semacam ini hanya mengadalkan peran pemerintah, karena banyak keterbatasannya”, terang Taufiq.
Taufiq menilai, banyaknya acara kesenian daerah yang difestifalkan oleh pemerintah daerah, harus ada serve generasi-generasi penerus yang diajarakan dalam penguasaan yang betul dalam mewarisi tradisi ini. Meski sudah ada Akademi Anak-Anak di bidang musik ini, tetapi mereka dipersiapkan untuk tampil mengiringi gendhing atau tarian. “Kalau dipersiapkan secara mental dalam angklung caruk belum ada. Jika sudah ada festival angklung caruk tingkat SMP, kegiatan semacam ini bisa melengkapi. Karena berdasarkan kelompok kampung, buka lembaga pendidikan”, pungkas Taufiq.(Ts/WeR)
ADVERTISEMENT