Pelantunan Tembang Lintas Budaya "BABAD TAWANGALUN"

BANYUWANGI CONNECT
membacalah walau sebentar
Konten dari Pengguna
31 Desember 2019 14:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BANYUWANGI CONNECT tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pelantunan Tembang Lintas Budaya "BABAD TAWANGALUN" Dalam Cara Using, Jawa, Bali & Madura
zoom-in-whitePerbesar
Pelantunan Tembang Lintas Budaya "BABAD TAWANGALUN" Dalam Cara Using, Jawa, Bali & Madura
ADVERTISEMENT
Peristiwa langka dan unik dalam menutup lembaran tahun 2019 berlangsung di Sanggar Sasono Ngudi Utomo, Mojopanggung, Banyuwangi. Berbagai perwakilan etnis berasal dari etnis Jawa, Madura, Bali dan Osing. Peristiwa unik tersebut Pelantunan tembang lintas budaya " Babad Tawangalun " oleh suku Osing, Jawa, Madura dan Bali, puluhan perwakikan etnis tersebut menghatamkan Babad Tawangalun yang terdiri 12 pupuh yang berisi 331 bait dalam semalam sambil merajut kebersamaan untuk mengikis politik identitas, Minggu, 29 Desember 2019.
ADVERTISEMENT
Tradisi membaca tembang juga ada di tiap etnis. Orang Osing menyebut Mocoan, Jawa menamai Mocopatan, dan Madura mengenal sebagai Mamaca. Sedangkan orang Bali menyebut sebagai Mabasa.
“Babad Tawangalun dibaca bersama, dikeroyok ternyata bisa. Menurut saya itu indah,” ungkap Wiwin
Berbagai perwakilan etnis berasal dari etnis Jawa, Madura, Bali dan Osing melantunkan Babad Tawangalun melalui lantunan tembang lintas budaya yang dihadiri oleh seratusan budayawan senior serperti AK Armaya, Prof. Miftahul Arifin, Sejarawan Samsubur, Hasan Basri dan pelaku seni sastra, seni rupa, berbagai kaum milenial dari berbagai Universitas seperti UGM Jogyakarta, Unesa Surabaya, Uned Jember dan Universitas yang ada di Banyuwangi. Acara ini juga didokumentasikan Oleh Btd Channel di Youtube. Mereka menyimak ( nderes) pembacaan babad Tawangalun yang mengisahkan Kerajaan Blambangan itu dengan irama dan nada berbeda
“Saat itu tahun politik, agama dipolitisasi. Saya sebagai pendidik risau, karena dampaknya sampai terlihat di kelas, masyarakat juga di keluarga saya sendiri jadi tegang. Kami mencoba lewat seni baca bersama dengan tidak menentangkan perbedaan," kata Suhalik. Suhalik yang sehari-hari berprofesi sebagai guru SMA Giri Banyuwangi adalah penggagas pembacaan syair
ADVERTISEMENT
Babad Tawangalun merupakan karya sastra dengan penulis anonim dan menceritakan Kerajaan Blambangan bertahan dari penjajahan. Tak hanya Belanda yang berusaha menundukkan Blambangan, kerajaan lain di Nusantara pun juga. Di antaranya Mataram, Pasuruan, Madura, dan Bali.
Babad ini menyuguhkan kisah yang kaya tentang Kerajaan Blambangan selama kurang lebih dua abad. Dari sejarah pendirian, masa kejayaan, intrik perebutan tahta, hingga keruntuhannya.
“Mari mengubur (permusuhan) masa lalu dan membuat lembaran sejarah baru yang menghargai perbedaan. (Dengan cara) merajut kebersamaan, mengorganisir teman-teman dalam membaca bersama Babad Tawangalun,” tambah Suhalik
Menurut ketua panitia, Wiwin Indiarti mengatakan Banyuwangi menjadi tempat pertemuan banyak etnis sejak masa lalu. Sehingga tidak seharusnya masyarakatnya terpolarisasi karena perbedaan, terutama urusan pilihan politik.
ADVERTISEMENT
“Sejak lama, kami multikultural. Tidak bisa menjadikan semua sama karena wilayah kami area perlintasan,” katanya.
Menurut Wiwin , perbedaan adalah keindahan. Itu tergambar dari cara masing-masing penembang saat mendaras Babad Tawangalun. Tradisi membaca tembang juga ada di tiap etnis. Orang Using menyebut Mocoan, Jawa menamai Mocopatan, dan Madura mengenal sebagai Mamaca. Sedangkan orang Bali menyebut sebagai Mabasa.(KRTH.ILHM/WER)
Tonton Videonya di Bawah ini