Benarkah Poligami Tidak Perlu Izin Pertama?

Bareyn Mochaddin
Perencana Keuangan Independen - Pembicara Publik - Senior Financial Advisor at AAM and Associates
Konten dari Pengguna
7 November 2017 17:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bareyn Mochaddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Benarkah Poligami Tidak Perlu Izin Pertama?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pada awal “Diskusi Tepi Kolam bersama Kumparan dengan Komunitas Seputar Keuangan” tentang Poligami yang menghadirkan Mas Kiwil sebagai pelaku poligami dan Ibu Ila Abdulrahman sebagai Perencana Keuangan, Moderator memparkan beberapa fakta yang cukup panjang di mana salah satu fakta yang di sampaikan adalah “Suami yang ingin berpoligami harus meminta izin kepada istri pertama sesuai dengan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ” (Pasal 3 sampai 5).
ADVERTISEMENT
Sekilas, tidak ada yang salah dengan itu bukan?.
Namun mengejutkan! Setelah moderator selesai memaparkan tentang beberapa fakta mengenai poligami dan menyerahkan kesempatan berbicara kepada Mas Kiwil sebagai bagian dari “Sharing pengalaman tentang Poligami”, Mas Kiwil langsung bertanya kepada sang moderator yang kebetulan lebih muda dari Mas Kiwil. Kurang lebih begini percakapannya :
Mas Kiwil (MK) : “Apakah adek telah membaca Undang-Undang No 1 Tahun 1974 (UU 1/1974) secara menyeluruh?”
Moderator (MD) : “Belum ..”
MK : “Tahukah adek, bahwa UU tersebut (UU 1/1974) ada sejarahnya, dan khususnya tentang poligami, hal tersebut hanya berlaku bagi PNS/TNI/POLRI. Jadi, izin suami yang ingin poligami kepada istri itu hanya berlaku bagi PNS/TNI/POLRI yang ingin berpoligami. Bagi para suami yang bukan PNS/TNI/POLRI bila ingin poligami tidak perlu izin istri pertama".
ADVERTISEMENT
Menurut Mas Kiwil, ada pasal dalam UU 1/1974 yang hanya berlaku bagiPNS/TNI/POLRI saja, yaitu tentang izin kepada istri pertama. Serius?
Dalam pengetahuan dan pemahaman saya, sebuah undang-undang, dibuat oleh para pembuat kebijakan, dalam hal ini DPR dan pemerintah untuk mengatur dan melindungi masyarakat yang ada di dalam sebuah negara. Undang-undang ini berlaku dan mengikat secara umum setelah dituangkan dalam sebuah lembaran negara. Sederhananya, setelah diundangkan, UU berlaku umum bagi siapa saja.
Di sisi lain, sebuah undang-undang itu tidak berlaku ketika telah dicabut; telah tiada keadaan yang disebutkan dalam undang-undang tersebut; jangka waktunya memang telah berakhir; atau undang-undang tersebut sebgaian atau seluruhnya telah digantikan dengan undang-undang yang baru. Pertanyaan selanjutnya, apakah ada UU lain yang yang menghapus ketentuan di Pasal 3 sampai Pasal 5 UU 1/1974 dan menggantinya dengan ketentuan yang menyatakan bahwa pasal poligami hanya berlaku bagi PNS/TNI/POLRI saja?
ADVERTISEMENT
Malah, dalam Pasal 40 Peraturan Pemerintah No 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, memperkuat pernyataan moderator tadi yang menyatakan bahwa poligami harus meminta izin kepada istri pertama sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 sampai Pasal 5 UU 1/1974. O ya .. Peraturan Pemerintah itu secara sederhana adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Kurang lebih seperti itu.
Selain itu, tidak boleh pula diabaikan apa yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 56 ayat (3) yang menyatakan Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum. Dan, untuk bisa mendapat izin Pengadilan Agama syarat utamanya adalah izin dari izin pertama sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU 1/1974.
ADVERTISEMENT
Bilapun ternyata kemudian sang suami memutuskan untuk berpoligami tanpa izin dari istrinya untuk mendapat izin dari pengadilan, memang tidak ada permasalahan secara agama (Islam). Namun yang kemudian jadi permasalahan adalah persoalan administrasi untuk istri kedua, ketiga, dan keempat serta anak-anak hasil pernikahannya bila melihat pasal 56 KHI yang telah disebutkan tadi.
Maka dari itu, untuk kepentingan dan kenyamanan bersama, baik itu sang suami, istri pertama, istri kedua, istri ketiga, dan istri keempat. Lakukanlah prosedur poligami yang tidak hanya sesuai dengan tuntunan agama, tetapi juga sesuai dengan tuntunan negara. Semua untuk apa? Ya untuk kepentingan dan kenyamanan bersama.
Chao!