Orangutan, Kalimantan, Palangka Raya

Karhutla 2019 dan Kepunahan Massal Zaman Kuarter: Sebuah Hipotesis

Barry Majeed Hartono
I am a young student intending to enrich my knowledge in geology specifically in petroleum geochemistry and I am also passionate to share my knowledge. My interest lies in geological engineering especially in the research and development of geochemistry exploration. When dealing with tasks, my mindset is always geared towards results and its objectives, but I still value the processes to achieve it. I am an enthusiastic person who holds high ideals and always ready to adapt. I always keep in mind to maintain a good attitude and clearly love to work together with other companions in order to achieve more.
25 September 2019 15:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bumi dan alam semesta diduga terbentuk 4,6 miliar tahun yang lalu dari peristiwa Big Bang. Umur Bumi didapat dari uji isotop pada meteorit yang ditemukan di Bumi dengan anggapan bahwa meteorit dan Bumi terbentuk secara bersamaan dengan proses yang sama (peristiwa Big Bang).
ADVERTISEMENT
Banyak sekali kejadian geologi yang terjadi di Bumi sepanjang waktu geologi (ratusan juta tahun), seperti gunung meletus, tsunami, gempa bumi, dan kepunahan massal. Hal ini mengikuti konsep geologi yang terkenal, yaitu uniformitarianisme atau biasa populer dengan istilah:
Walaupun begitu, perlu diingat konsep "kejadian di masa kini terjadi pada masa lampau" tidak sepenuhnya benar. Kejadian tersebut memang benar ada, namun tidak dengan intensitas (besaran) dan frekuensi (jumlah) yang sama. Salah satu kejadian yang sudah disebutkan adalah kepunahan massal.
Skala waktu geologi. Bumi terbentuk 4.6 miliar tahun lalu melalui peristiwa big bang.
Kepunahan massal terjadi pada setiap zaman dan menghabiskan lebih dari 50 persen populasi makhluk hidup. Kepunahan ini bisa disebabkan sumber dari luar (hujan meteor) ataupun sumber dari dalam (aktivitas gunung api). Namun, kepunahan massal selalu ditandai oleh peningkatan kadar CO2 di udara.
ADVERTISEMENT
Apakah kebakaran hutan dan lahan gambut yang melanda Indonesia (Pulau Sumatera dan Kalimantan) dan Brazil (Amazon) merupakan tanda kepunahan massal berikutnya ?
Intensitas kepunahan massal. Sumbu horizontal menunjukkan waktu dan sumbu vertikal menunjukkan jumlah makhluk yang punah (dilansir dari: en.wikipedia.org)

Kepunahan Akhir Kambrium

Kepunahan massal yang terjadi pada 540 juta tahun yang lalu telah menghabiskan hampir seluruh makhluk hidup di Bumi seperti trilobite dan brachiopoda (kerang). Kepunahan ini diduga sebagai akibat dari pengurangan O2, dan aktivitas volkanisme di daerah Kalkarindji, Australia.

Kepunahan Akhir Ordovisium

Kepunahan ini terjadi pada 440 juta tahun yang lalu dan telah melenyapkan 85 persen spesies laut. Kepunahan ini merupakan kepunahan massal kedua terbesar sepanjang waktu geologi. Dugaan penyebab dari kepunahan ini adalah adanya aktivitas volkanisme, glasiasi, serta adanya pancaran sinar gama dari Matahari.

Kepunahan Akhir Devon

Kepunahan yang terjadi pada 376 juta tahun yang lalu ini telah melenyapkan 50 persen dari spesies makhluk ini. Sebetulnya kepunahan ini terjadi dalam 2 peristiwa, yaitu Peristiwa Kellwasser dan Peristiwa Hangenberg. Beberapa teori menyebutkan penyebab kepunahan massal ini adalah akibat adanya meteorit, aktivitas volkanisme yang menambahkan CO2 di udara, dan evolusi pohon.
ADVERTISEMENT
Pohon dapat menyebabkan CO2 berkurang, sehingga Bumi dalam keadaan Icehouse effect. Ketika Bumi dalam kondisi tersebut, Bumi menjadi dingin dan akhirnya suhu yang turun secara drastis dapat menyebabkan spesies yang tidak dapat beradaptasi menjadi punah.

Kepunahan Permian-Trias

Kepunahan terbesar sepanjang waktu geologi terjadi pada akhir Permian. Kepunahan massal ini terjadi 252 juta tahun yang lalu. Kepunahan ini memakan 96 persen dari seluruh spesies laut dan 70 persen dari spesies darat.
Penyebab kepunahan ini terbagi menjadi 2 grup. Grup katastrofis (kejadian terjadi dengan cepat) dan grup gradual (kejadian terjadi dengan waktu yang bertahap). Kelompok katastrofis menyatakan adanya meteor yang besar menumbuk bumi menjadi penyebab kepunahan massal. Aktivitas volkanisme yang meningkat (penambahan CO2) dan pelepasan metana dari laut secara besar-besaran (metan hidrat yang mencair) juga mendukung kepunahan massal.
ADVERTISEMENT

Kepunahan Trias-Jura

Kepunahan berikutnya terjadi pada 201 juta tahun yang lalu. Kepunahan ini tidak sebesar kepunahan sebelumnya dan hanya melenyapkan 37 persen dari spesies makhluk laut. Beberapa kelompok dinosaurus juga lenyap akibat peristiwa ini. Penyebab kepunahan massal ini disebabkan oleh adanya tumbukan meteorit serta aktivitas volkanisme. Bumi semakin panas akibat efek rumah kaca dari CO2 yang beterbangan di atmosfer.

Kepunahan Kapur-Tersier

Kepunahan yang paling terkenal dan banyak dibuat menjadi film karena kepunahan massal pada zaman in melenyapkan seluruh spesies dinosaurus. Kepunahan ini sebetulnya sudah sangat diketahui penyebabnya yaitu hujan meteor, buktinya adalah Kawah Chixculub di Meksiko. Penyebab lainnya adalah volkanisme di India yaitu Deccan Traps. Aktivitas ini melepaskan CO2 ke udara. Debu yang dilepaskan akibat tumbukan meteorit juga menghasilkan efek rumah kaca.
ADVERTISEMENT

Penutup

Dari banyak kepunahan massal di atas sepanjang waktu geologi, hampir seluruh kepunahan massal tersebut disebabkan oleh keberadaan CO2. Dalam buku "Under a Green Sky". Dr. Peter Wards menyebut sepanjang 500 juta tahun silam, kepunahan terjadi ketika kadar CO2 melebihi 1000 ppm. Nilai CO2 saat ini diaproksimasikan 393 ppm dan diproyeksikan mencapai 1000 ppm dalam 100 tahun ke depan dengan laju peningkatan yang tetap (dilansir dari: www.johnenglander.net).
Model kepunahan massal akibat CO2 dari masa ke masa Foto: geosociety.org
Pada masa ini (Antroposen), CO2 mulai meningkat baik dari aktivitas volkanisme, kegiatan industri, pembakaran bahan bakar fosil, dan kebakaran hutan. Kebakaran hutan yang terjadi di Hutan Amazon serta hutan di Sumatera dan Kalimantan merupakan suatu peristiwa yang sangat diperhatikan.
Selain kebakaran tersebut menghasilkan CO2, Amazon dan Kalimantan dikenal sebagai paru-paru dunia. Tumbuhan ini memiliki kemampuan mengurangi CO2 dan menghasilkan O2. Jika tumbuhan ini terbakar, maka paru-paru dunia kemungkinan besar dapat rusak ditambah dengan emisi CO2 yang meningkat. Tentunya kebakaran hutan ini perlu menjadi perhatian, khususnya akan tanda kepunahan massal berikutnya.
Kebakaran Hutan Kebakaran lahan gambut dan hutan di Taman Nasional Sebangau, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten