4 Turis Prancis Batal Snorkeling di Bintan Akibat Limbah Minyak Hitam

Konten Media Partner
21 Februari 2020 14:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pantai di Kawasan Pengudang, Kecamatan Sri Kuala Lobam, Kabupaten Bintan terlihat dilumuri limbah minyak. Foto diambil 16 Februari 2020. (Batamnews)
zoom-in-whitePerbesar
Pantai di Kawasan Pengudang, Kecamatan Sri Kuala Lobam, Kabupaten Bintan terlihat dilumuri limbah minyak. Foto diambil 16 Februari 2020. (Batamnews)
ADVERTISEMENT
Bintan - Limbah minyak hitam yang mencemari kawasan pesisir Pantai Trikora hingga ke Desa Pengudang, Bintan, Kepulauan Riau, membuat sejumlah wisatawan mancanegara urung melakukan aktivitas snorkeling di perairan tersebut.
ADVERTISEMENT
Salah satu lokasi snorkeling yang terdampak sebaran minyak hitam ialah Bintan Nemo, sebuah wisata bahari dengan konsep wisata kelong alias rumah panggung di tengah laut. Persisnya berlokasi di Pantai Trikora Dua.
"Semalam ada sekitar empat turis Prancis yang ingin snorkeling di sini. Tapi setelah melihat ada minyak hitam, akhirnya batal, mereka sangat kecewa," kata Karno, Owner Bintan Nemo, seperti yang dikutip dari Antara pada Rabu (19/2/2020).
Karno menyampaikan untuk beberapa hari ke depan, pihaknya terpaksa menolak tamu, baik dalam dan luar negeri yang ingin snorkeling di wilayah tersebut, sampai kondisi laut setempat terbebas dari cemaran minyak hitam.
"Sekitar tiga hari kita setop beroperasi dulu, percuma kalau dipaksakan terima tamu, pasti ujung-ujungnya tak jadi, karena faktor minyak hitam itu tadi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dia tak menampik, kondisi ini tentu akan menimbulkan kerugian bagi pihaknya selaku penyedia jasa wisata snorkeling.
Karno menyebut, dalam kondisi normal, sehari minimal ada lima tamu yang snorkeling di tempatnya.
"Kalau untuk tamu dalam negeri, harga snorkeling Rp200 ribu per orang. Sedangkan tamu luar negeri Rp300 ribu per orang," ujarnya.
Karno mengungkapkan, cairan minyak hitam tersebut mulai mengotori laut sekitar, khususnya Pantai Trikora Dua, sejak Selasa (18/2).
Sementara Desa Pengudang, sudah terlebih dahulu terdampak minyak hitam, sekitar tanggal 16 Februari 2020 kemarin.
"Paling parah itu di Desa Pengudang, sepanjang bibir pantainya sudah dipenuhi minyak hitam," tuturnya.
Secara pribadi, Karno mengaku sulit buat mengantisipasi serbuan minyak hitam tersebut, karena hal serupa terjadi setiap tahunnya, terutama saat musim angin utara.
ADVERTISEMENT
Apalagi untuk menampungnya ke dalam wadah drum, lanjut dia, bukan sesuatu pekerjaan yang mudah.
"Ini minyaknya bukan satu atau dua ton, lebih banyak dari itu. Bayangkan berapa drum yang diperlukan buat menampung. Maka itu saya biarkan begitu saja, nanti juga hilang sendiri," tutur Karno.
Baca berita lainnya di Batamnews.co.id
Berita ini pertama kali terbit di Batamnews.co.id