Bagai Surga Trafficking, Komnas HAM Sorot Kota Batam dan Peran Pemerintah

Konten Media Partner
22 November 2022 16:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah. (Foto: Migrant Care)
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah. (Foto: Migrant Care)
ADVERTISEMENT
Batam, Batamnews - Kota Batam, Kepulauan Riau, tengah disorot karena menjadi laluan mulus bagi pelaku trafficking melancarkan aksinya. Sorotan itu datang dari Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah.
ADVERTISEMENT
Ia memperhatikan berbagai sektor yang harusnya terlibat dalam pencegahan kasus-kasus human trafficking. Mulai dari pemerintah, aparat penegak hukum sampai Imigrasi.
Menurut Anis, trafficking adalah extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa yang cara penyelesaiannya masih sektoral. Belum menggunakan pendekatan yang multi-disipliner.
Misal, dalam pencegahan. Tak hanya bagaimana menyosialisasikan itu kepada calon PMI, akan tetapi juga memastikan aparat-aparat tidak terlibat.
"Sindikat trafficking tidak mungkin bekerja secara leluasa kalau tidak ada campur tangan atau peran oknum aparat," ujarnya dalam perbincangan dengan Batamnews, Selasa (22/11/2022).
Dalam hal penegakan hukum masih belum optimal. Menurut dia, UU TPPO dalam implementasinya masih menjerat pelaku-pelaku yang berada di ujung. Misalnya calo di suatu wilayah yang jangkauannya terbatas.
ADVERTISEMENT
Padahal, jaringan trafficking tidak hanya individu, namun juga bisa oknum aparat negara.
"Nah, ini tidak banyak dijerat. Sehingga ini menjadi salah satu faktor kasus TPPO terus ada. Penegak hukum jangan tebang pilih. Pelaku yang diproses itu harus sampai ke aktor utamanya," ujar dia.
Selain itu, mekanisme tata kelola perbatasan pun belum komprehensif. Indonesia punya banyak perbatasan dengan negara tetangga; Singapura dan Malaysia, tetapi konteksnya bagaimana memastikan pemantauan dan mobilitas penduduk tidak dimanfaatkan oleh jejaring trafficking untuk dijadikan korban dan itu masih sangat terbatas.
"UU Pekerja Migran tak banyak mengatur itu. Kemudian di wilayah-wilayah perbatasan, mereka banyak yang tidak punya Perda yang mengatur tentang itu, jadi banyak titik lemahnya sehingga kasus-kasus ini kerap terjadi," kata Anis.
ADVERTISEMENT
Peran Pemerintah Belum Terlihat
Sejak Covid-19, upaya pencegahan mengalami kemandekan karena program-program pemerintah banyak yang direalokasi untuk hal-hal yang lain. Ini yang menurut Anis perlu di konsolidasi ulang.
"Pemerintah dalam pencegahan harus multi sektoral. Semua unsur harus terlibat. Jadi pemerintahnya pun di tingkat eksekutif itu juga harus lintas kementerian karena ini menyangkut banyak kementerian," kata Anis.
Dari situ, dia melihat peran pemerintah belum efektif dalam upaya pencegahan dan lain sebagainya. Itu dilihat dari turunnya tier atau rangking Indonesia dalam penanganan trafficking.
Meski itu bukan segala-galanya, namun bagi dia bisa dipakai sebagai jadi salah satu indikator bahwa upaya penanganan terhadap trafficking mengalami penurunan.
Imigrasi Jangan Beri Karpet Merah Bagi Pelaku Trafficking
ADVERTISEMENT
Tak sampai di situ saja, Anis turut menyoroti peran Imigrasi yang sebenarnya adalah palang pintu terakhir untuk memastikan bagaimana migrasi aman.
"Penegakan HAM pekerja migran kita dipastikan di Imigrasi. Kalau ada indikasi TPPO mestinya ada pencegahan," kata dia.
Imigrasi, tambahnya, merupakan salah satu aparat yang selama ini oknum-oknumnya banyak terlibat dalam kasus tersebut.
Untuk itu, komitmen Kementerian Hukum dan HAM sangat penting bagaimana memastikan keimigrasian turut memberantas trafficking.
"Imigrasi ini juga menjadi pihak yang berkomitmen untuk memberantas trafficking, bukan kemudian malah memberi 'karpet merah' atau justru malah menjadi oknum pelaku sindikat yang terorganisir ini," pungkasnya.
(jun)
Baca berita lainnya di www.batamnews.co.id
Berita ini pertama kali terbit di