Cak Nur Minta Petugas Tak Asal Gusur Warga Terkait Polemik Lahan di Sei Nayon

Konten Media Partner
27 Desember 2022 11:37 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat dengar pendapat di DPRD Batam, Senin (26/12/2022) terkait masalah lahan di Sei Nayon. (Foto: Juna/Batamnews)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat dengar pendapat di DPRD Batam, Senin (26/12/2022) terkait masalah lahan di Sei Nayon. (Foto: Juna/Batamnews)
ADVERTISEMENT
Batam, Batamnews - Sejumlah warga mengadu ke DPRD Batam, Senin (26/12/2022) terkait masalah lahan di Sei Nayon, Kelurahan Sadai, Bengkong, Kota Batam, Kepulauan Riau. Mereka merupakan warga RT04/12,
ADVERTISEMENT
Lahan yang dimaksud milik PT Harmoni Mas yang bekerja sama dengan PT Kami selaku pengelola. Mereka yang tergusur dari lahan itu mengaku dirugikan.
Sebelumnya mereka dijanjikan ganti rugi untuk penggusuran. Namun bukannya ganti rugi yang didapatkan, warga malah menerima teror dan intimidasi. Begitu yang disampaikan ke DPRD Batam.
Warga mengaku hak-hak masyarakat setempat yang sudah dijanjikan namun tak direalisasi.
Ketua DPRD Batam, Nuryanto mengatakan pihaknya akan menjembatani polemik pemilik lahan dengan masyarakat yang kadung menghuni area.
"Tujuannya supaya RDP (rapat dengar pendapat) ini ada titik temu dari kedua belah pihak. Kami di sini untuk menjembatani agar masalah ini bisa terselesaikan," kata Cak Nur usai RDP, Senin (26/12/2022).
ADVERTISEMENT
Dalam rapat tersebut, pihak perusahaan dan BP Batam tak hadir. Ia menyayangkan hal tersebut karena tak ada yang bisa memberikan sumber detail dari pihak perusahaan dan pemerintah terkait lahan tersebut.
Warga memang mengakui jika lahan itu secara legal menjadi milik PT Harmoni Mas. Di sisi lain, warga sudah punya perjanjian dengan perusahaan yang pada akhirnya akan diganti rugi.
"Kita tak bisa mendalami informasi itu karena perusahaan yang bersangkutan tak hadir. Kalau mau mencari solusi, pasti terelesaikan. Ini jangan dibiarkan. Maka peran pemerintah harus ada," kata Cak Nur.
Warga mengaku diberikan peringatan ketiga (SP3), jika tak ingin digusur secara paksa. Perusahaan terkait juga melibatkan Satpol PP dan Ditpam BP Batam dalam masalah ini.
ADVERTISEMENT
Terkait hal itu, Cak Nur menegaskan harus sesuai klausul perjanjian antara BP Batam dan perusahaan penerima alokasi lahan.
Kata dia, ada klausul yang menjelaskan bahwa penyelesaian masalah di atas lahan tersebut dibebankan menjadi tanggungjawab penerima alokasi lahan.
"Apapun itu dinamikanya harus dilaksanakan dan menjadi kewajiban pihak penerima alokasi. Kalau sudah, di situlah peran pemerintah. Kita sudah memfasilitasi supaya ada titik temunya. Kalau ini dibiarkan masyarakat menyelesaikan masalahnya sendiri, bisa jadi tak ketemu (jalan penyelesaian)," ujarnya.
Tim terpadu, lanjut Cak Nur tak boleh asal gusur. Namun harus melihat dasar hukum yang ada. Jika kewajiban dari penerima alokasi sudah selesai, tak perlu lagi tim terpadu diturunkan.
"Berarti ada yang belum selesai. Kalau sampai pemerintah menurunkan tim terpadu juga kurang bijak, kurang arif. Sebelum menurunkan tim terpadu, pemerintah kiranya melihat kewajiban dan hak, juga jalan penyelesaian masalah itu. Kalau belum selesai dan malah menurunkan tim terpadu, terus bagaimana dengan penyelesaian masalah hak-hak masyarakat?," pungkas dia.
ADVERTISEMENT
Sementara itu warga tegas menuntut hak-haknya sesuai dengan apa yang telah disepakati.
"Ini adalah masalah lahan, kewenangan di BP Batam. Perusahaan penerima alokasi punya tanggungjawab. Masyarakat menuntut hak yang oleh aturan itu dilindungi," ujar kuasa hukum warga, Kornel Balawan.
Masalah ini tak tiba-tiba terjadi. PT Harmoni Mas memiliki PL yang diterbitkan BP Batam tahun 2003.
Menurut Kornel, jika bicara aturan pada tahun itu, maka ada izin prinsip, dimana kalau sudah mendapat pengalokasian lahan pihak perusahaan harus melakukan pemagaran, memasang 40 titik koordinat dan memasang plang bahwa lahan itu milik perusahaan terkait.
"Tapi itu semua tidak pernah dilakukan pada tahun 2003," katanya.
Lalu di 2015, PT Harmoni Mas mengaku itu lahan milik mereka. Kemudian dilakukan pengukuran lahan dan melibatkan pihak penimbun.
ADVERTISEMENT
Saat pengukuran selesai, dipasang patok-patok yang posisinya di pinggir jalan yang saat ini jauh di depan ruko atau bangunan milik masyarakat.
Karena PT Harmoni Mas mengatakan bahwa lahan di luar titik koordinat bukan punya mereka, terutama di titik koordinat A dan E, maka tanah yang kosong itu kemudian ditimbun. Setelah itu, warga yang membutuhkan kaveling mendapatkan dari pihak penimbun dengan cara diganti rugi.
"Setelah diganti rugi, setahun kemudian perusahaan datang dan mengaku bahwa lahan itu milik mereka. Kata mereka titik koordinat ada kesalahan," kata Kornel.
Pada saat itu, karena perusahaan menyadari kesalahan maka merek berani membuat surat pernyataan bersama di tanggal 27 Juli.
Dalam surat pernyataan itu, termaktub bahwa perusahaan bersedia untuk mengganti rugi bangunan sesuai kondisi fisik di lapangan dan untuk kaveling-kaveling kosong diberikan ganti rugi sesuai kuitansi.
ADVERTISEMENT
"Tahun 2017 juga disusul surat pemberitahuan minta dikumpul kwitansi dan masyarakat telah menyerahkannya. Cuma sampai sekarang ini, PT Kami Mitra Indo masuk. Perusahaan ini (PT Kami Mitra Indo) bukan pemilik lahan, tapi yang bekerja sama untuk menjadi developer untuk melakukan pembangunan di sana. Perjanjian sebelumnya tidak dilaksanakan, makanya masyarakat menuntut hak-hak yang sudah disepakati sebelumnya," jelas dia.
Kornel mengatakan jika masyarakat yang terdampak saat ini berharap agar semua perjanjian yang dibuat dengan itikad baik oleh para pihak diberlakukan sebagai undang-undang untuk ditaati.
Pihaknya juga menyayangkan kinerja tim terpadu yang tak memberikan SP kepada perusahaan yang dimaksud atas dasar lalai serta tak melaksanakan kewajiban sesuai dengan apa yang diminta BP Batam.
ADVERTISEMENT
"Kenapa masyarakat yang ditekan? Kenapa tiba-tiba masuk dengan mengatakan ruko ini tak punya IMB? Dari dulu Satpol PP dan Ditpam BP Batam ke mana? Ini yang membuat penolakan dari masyarakat," ujar Kornel.
Kornel mengaku akan tetap mendampingi masyarakat sampai semua selesai tanpa ada yang dirugikan.
"Persoalan ganti rugi nilai kami tak mau ikut campur karena itu hak masyarakat. Silakan nego. Kami hanya memastikan masyarakat mendapat ganti rugi sesuai dengan kesepakatan bersama," pungkasnya.
(jun)
Baca berita lainnya di www.batamnews.co.id
Berita ini pertama kali terbit di