Rocky Gerung: Pemerintah Pusat Terlalu Banyak Campur Tangan di Kepri

Konten Media Partner
11 November 2021 16:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rocky Gerung, Roy Murtadho dan Uba Ingan Sigalingging dalam diskusi publik yang ditaja LSM Gebrak Batam. (Foto: Margaretha)
zoom-in-whitePerbesar
Rocky Gerung, Roy Murtadho dan Uba Ingan Sigalingging dalam diskusi publik yang ditaja LSM Gebrak Batam. (Foto: Margaretha)
ADVERTISEMENT
Batam, Batamnews - Pengamat kebijakan publik, Rocky Gerung, menyoroti kebijakan pemerintah pusat untuk Kota Batam dan Kepulauan Riau yang masih tidak sepenuhnya digarap oleh pemerintah daerah dan masih ada campur tangan Jakarta.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, konsep kepulauan itu, mesti ada konsep menghargai di kepulauan itu, dan Kepri punya hak menggarap lautnya karena Kepri 96 persen adalah laut.
Namun yang terjadi saat ini, kebijakan yang ada di Kepri masih diatur pemerintah pusat. Akibatnya Batam tidak mampu menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Cukup tunggu transferan dari pusat, lalu buat apa ada otonomi daerah,” kata Rocky dalam diskusi publik dengan tema Etika dan Kebijakan Publik yang diselenggarakan oleh LSM Gebrak di Travelodge, Batam, Rabu (10/11/2021) malam.
Sehingga jika ada anggota DPR RI yang datang ke Batam, lalu dokumentasi kegiatan berupa foto dan lainnya, selanjutnya atas dasar itu kemudian menjadi kunjungan kerja (kunker), dengan anggaran jutaan rupiah per hari.
ADVERTISEMENT
“Padahal mereka (anggota DPR RI) itu tidak tahu apa yang terjadi di Batam, karena dia cuma dapat info lalu mereka datang ke sini,” kata dia.
Oleh karena itu, menurutnya tidak efisien, seharusnya anggota DPR RI yang berasal dari partai yang sama memberikan dana mereka kepada anggota DPRD tingkat Kota. Karena yang mengetahui penderitaan masyarakat Batam adalah anggota DPRD Batam, begitu juga di tingkat Kepri.
“Kedaruratan persoalan terjadi di lokal, bukan di pusat,” katanya.
Rocky menegaskan persoalan tersebut harus perlu diperhatikan dan diselesaikan, untuk kemudian hasilnya akan kembali pada etika publik.
Ia menilai public policy (kebijakan publik) selalu gagal karena tidak berdasarkan social policy (kebijakan sosial).
“Public policy harus bertumbuh pada social policy,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Anggota DPRD Kepulauan Riau, Uba Ingan Sigalingging, berpendapat yang sama. Berdasarkan konteks daerah, ia melihat Kepri terdiri dari 96 persen air dan sisanya merupakan daratan.
Namun pendapatan daerah lebih dominan berasal dari pajak kendaraan bermotor. Karena pendapatan dari labuh jangkar diambil pemerintah pusat.
“Ini contoh arogansi pemerintah pusat, padahal itu hak pemerintah daerah sesuai dengan UU nomor 23 tahun 2014,” ujarnya.
Uba mengatakan daerah kepulauan didiskriminasi oleh pusat. Tak hanya Kepulauan Riau, namun juga daerah lain seperti Bangka Belitung dan lainnya.
Ia mencontohkan Natuna. Seharusnya pemerintah pusat memberikan dukungan kepada nelayan di sana sebagai upaya menjaga keutuhan negara.
"Tapi, itu tidak kita dapatkan. Dana bagi hasil, termasuk transfer pusat ke daerah sangat kecil. Ini bisa kita bandingkan dengan daerah lain di Indonesia," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dialog publik berdurasi lebih dari 3 jam ini juga diisi oleh Roy Murtadho, aktivis sekaligus Pengasuh Pesantren Ekologi Misykat Al-Anwar Bogor.
(ret)
Baca berita lainnya di www.batamnews.co.id
Berita ini pertama kali terbit di