Swasta Ogah Investasi Kelola TPA Punggur, Ini Alasannya

Konten Media Partner
16 September 2019 11:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
TPA Punggur, Kota Batam saat terbakar beberapa waktu lalu. (Foto: Batamnews)
zoom-in-whitePerbesar
TPA Punggur, Kota Batam saat terbakar beberapa waktu lalu. (Foto: Batamnews)
ADVERTISEMENT
Batam - Pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Punggur, masih menjadi dilema bagi Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam. Pasalnya hingga saat ini, belum ada perusahaan yang mampu mengelola sampah tersebut tanpa tipping fee.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam Herman Rozie beberapa hari yang lalu mengatakan dengan luas TPA sebesar 46 hektar, saat ini baru setengahnya saja yang dapat dimanfaatkan.
Permasalahannya adalah tidak ada yang mau mengelola sampah tersebut tanpa tipping fee dari pemerintah. Herman Rozie menjelaskan, sebenarnya kalau hanya untuk land fill masih bisa, namun hal itu dinilai sudah tidak efisien lagi.
“Cuma yang perlu saya tekankan, sampai hari ini pengelolaan di TPA itu belum ada. Ini kebetulan saya saja yang jadi kepala dinasnya hari ini, kenapa kepada kepala dinas yang dulu tidak ditanyakan,” ujarnya pekan lalu.
Dia melanjutkan, selama dia menjabat sudah 30 lebih perusahaan yang datang ke DLH untuk mengelola sampah di TPA Punggut. Namun semuanya hanya omongan belaka, tanpa kepastian yang jelas.
ADVERTISEMENT
“Rata-rata setelah mereka teliti, tidak sesuailah dengan biaya mereka. Akhirnya setelah dipersentasikan, mereka tidak datang lagi. Perusahaan-perusahaan itu meminta tipping fee, sementara Perda tipping fee belum selesai-selesai,” kata Herman.
Menurut Herman, tipping fee yang diminta perusahaan-perusahaan tersebut sangat besar. Pada tipping fee itu, perusahaan minta Rp 300 ribu per ton, anggaran itu sangat memberatkan bagi pemerintah kalau uang itu hanya untuk membakar sampah saja.
“Kalau sama sampah kita 1000 ton per hari, 3 hari saja Rp 300 juta hanya untuk bakar sampah, itupun kalau perdanya sudah ada, sampai saat ini pun perdanya tidak ada. Perda adapun, uangnya dari mana? Karena 1 ton itu ada Rp 1 miliar lebih untuk bakar sampah, mending kita bikin jalan,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Begitu juga untuk pemanfaatan lainnya seperti pemanfaatan sampah untuk bahan bakar, itu juga belum ada perusahaan yang mau mengelolanya.
“Jadi perusahaan-perusahaan itu kalau hanya mengharapkan sampah di TPA saja tanpa ada tipping fee, mereka tidak sanggup. Ada beberapa perusahaan yang tidak mau mengurus semuanya, mereka hanya mengurus plastiknya saja. Ada juga perusahaan yang menerima sampah baru, sampah yang lama enggak. Nah yang menggunung ini mau diapakan?” katanya.
Terkait permasalahan air lindi (sampah) yang dibuang ke laut, Herman Rozie mengatakan sampai saat ini masih belum berbahaya.
Herman menjelaskan bahwa, air lindi yang mengalir ke laut tersebut sudah melewati beberapa proses hingga tidak berbahaya sampai di laut.
“Kami melakukan uji untuk air sekali tiga bulan. Tapi kalau sudah melewati ambang batas yang di tekankan, kami akan mencari cara agar itu tidak terjadi,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk bak penampungan air lindi, Herman mengatakan saat ini sudah ada bak lindi yang baru. Sedangkan yang lama masih menggunakan pola yang sama, yaitu menggunakan bakteri.
Untuk pengelolaan sampah di sana, Herman berharap solusi dari berbagai organisasi, LSM maupun masyarakat yang ingin permasalahan TPA ini selesai.
“Jadi harapan saya sekarang seperti ini, siapa saja yang peduli terhadap DLH silahkan datang ke kantor untuk memberikan pendapat dan solusi. Kami terbuka, silahkan persentasi. Kalau ada perusahaan yang mau kita terbuka kok, tidak ada dipersulit. Tapi jangan minta tipping fee, itu masalahnya,” kata Herman.
(ude)
*Baca berita lainnya di Batamnews.co.id
Berita ini pertama kali terbit di Batamnews.co.id