Ada Apa di Balik Ketegangan China-taiwan yang Memanas?

Konten Media Partner
24 Mei 2024 17:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Ada Apa di Balik Ketegangan China-taiwan yang Memanas?

Ilustrasi bendera China dan Taiwan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bendera China dan Taiwan
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
China meluncurkan latihan militer besar-besaran di sekitar Taiwan – yang mensimulasikan serangan skala penuh di pulau itu – beberapa hari setelah pelantikan presiden baru Taiwan, William Lai.
Latihan militer ini menegaskan inti permasalahan: klaim China atas Taiwan.
Beijing memandang Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri – yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari China – dan negara itu tak mengesampingkan penggunaan kekuataan militer dalam upayanya ini.
Akan tetapi banyak warga Taiwan menganggap diri mereka sebagai bagian yang terpisah dari penduduk China.
Kendati begitu, sebagian besar dari mereka mendukung status quo, yakni Taiwan tak mendeklarasikan kemerdekaan dari China atau bersatu dengan negara itu.

Bagaimana sejarah antara China dan Taiwan?

Pemukim pertama di Taiwan diketahui adalah masyarakat suku Austronesia, yang diyakini berasal dari China selatan saat ini.
Catatan China pertama kali menyebutkan pulau itu pada tahun 239 M, ketika seorang kaisar mengirimkan pasukan ekspedisi ke sana – sebuah fakta yang digunakan Beijing untuk mendukung klaimnya atas teritori ini.
Setelah masa penjajahan Belanda yang relatif singkat, Taiwan diperintah oleh Dinasti Qing di China, sebelum diserahkan ke Jepang setelah negara itu memenangkan Perang Sino-Jepang Pertama.
Setelah Perang Dunia Kedua, Jepang menyerah dan melepaskan kendali atas wilayah yang direbutnya dari China.
Setelah itu, Taiwan secara resmi diduduki oleh Republik China (ROC), yang mulai memerintah dengan persetujuan sekutunya, Amerika Serikat dan Inggris.
Namun dalam beberapa tahun berikutnya perang saudara pecah di China, dan pasukan pemimpin ROC saat itu, Chiang Kai-shek, dikalahkan oleh tentara Komunis pimpinan Mao Zedong.
Chiang, sisa-sisa pemerintahan Kuomintang (KMT) dan pendukungnya – sekitar 1,5 juta orang – melarikan diri ke Taiwan pada tahun 1949.
Chiang dengan sistem pemerintahan diktatornya memerintah Taiwan hingga tahun 1980-an.
Setelah kematiannya, Taiwan memulai transisi menuju demokrasi dan mengadakan pemilu pertamanya pada tahun 1996.

Siapa saja yang mengakui Taiwan?

Ada perbedaan pendapat tentang status Taiwan.
Taiwan memiliki konsitutusi sendiri dengan pemimpin yang dipilih secara demokratis dan sekitar 300.000 tentara aktif.
Pemerintahan ROC di pengasingan pada awalnya mengeklaim mereka mewakili seluruh China.
Taiwan sempat menduduki kursi China di Dewan Keamanan PBB dan diakui oleh banyak negara Barat sebagai satu-satunya pemerintahan China.
Jet Angkatan Udara Taiwan bersiap lepas landas sebagai tanggapan terhadap latihan militer China
Namun pada 1970-an beberapa negara mulai berargumen bahwa pemerintah Taipei tidak bisa lagi dianggap sebagai perwakilan sejati masyarakat yang tinggal di daratan China
Pada 1971, PBB mengalihkan pengakuan diplomatik ke Beijing.
Ketika China mulai membuka perekonomiannya pada 1978, AS menyadari adanya peluang perdagangan dan kebutuhan untuk mengembangkan hubungan.
AS secara resmi menjalin hubungan diplomatik dengan Beijing pada 1979.
Sejak saat itu, jumlah negara yang mengakui pemerintahan ROC telah menurun drastis dan hanya 12 negara yang mengakui pulau tersebut saat ini.
China memberikan tekanan diplomatik yang besar terhadap negara-negara lain agar tidak mengakui Taiwan.

Bagaimana relasi antara Taiwan dan China?

Hubungan keduanya mulai membaik pada 1980-an ketika Taiwan melonggarkan peraturan mengenai kunjungan dan investasi di China .
Pada 1991, ROC menyatakan bahwa perang dengan Republik Rakyat China telah berakhir.
Tiongkok mengusulkan apa yang disebut opsi “satu negara, dua sistem”, yang disebut akan memungkinkan Taiwan mendapatkan otonomi jika Taiwan setuju berada di bawah kendali Beijing.
Sistem ini juga mendasari kembalinya Hong Kong ke tangan Tiongkok pada 1997 hingga saat ini, ketika Beijing berupaya meningkatkan pengaruhnya.
Taiwan menolak tawaran tersebut, sehingga membuat Beijing berkukuh bahwa pemerintahan ROC Taiwan tidak sah – namun perwakilan tidak resmi dari Tiongkok dan Taiwan masih mengadakan pembicaraan terbatas.
Kemudian pada tahun 2000, Taiwan memilih Chen Shui-bian sebagai presiden, yang membuat Beijing khawatir.
Chen dan partainya, Partai Progresif Demokratik (DPP), secara terbuka mendukung “kemerdekaan” Taiwan.
Setahun setelah Chen terpilih kembali pada tahun 2004, Tiongkok mengesahkan apa yang disebut undang-undang anti-pemisahan, yang menyatakan hak China untuk menggunakan “cara-cara yang tidak damai” terhadap Taiwan jika negara tersebut mencoba “memisahkan diri” dari China.
Pada 2016, politisi dari DPP Tsai Ing-wen terpilih menjadi presiden. Di bawah pemerintahannya, hubungan China dan Taiwan memburuk.
China memutus komunikasi resmi dengan Taiwan setelah Tsai menjabat presiden, dengan alasan Tsai menolak mendukung konsep satu negara China.
Di bawah pemerintahan Tsai Ing-wen hubungan China dan Taiwan memburuk.
Tsai tidak pernah mengatakan dia akan secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan Taiwan, dan bersikeras bahwa Taiwan sudah merdeka.
Namun masa jabatan Tai juga bertepatan dengan masa jabatan Xi Jinping – yang membuat klaim China terhadap Taiwan kian agresif.
Xi menegaskan kembali bahwa China "pasti akan bersatu kembali" dengan Taiwan, dan telah menetapkan 2049 sebagai target untuk "mencapai impian China".
Pada Januari 2024, Taiwan memilih wakil presiden Tsai, William Lai, sebagai presiden – seorang pria yang oleh China dicap sebagai “separatis”.
Latihan militer pada Kamis (23/05) dilakukan pada pekan pertama William Lai menjabat, dengan mengatakan latihan militer itu sebagai "hukuman berat" atas "tindakan separatis" dan menyebut Lai sebagai presiden DPP "terburuk" sejauh ini.

Apa kaitan AS dengan hubungan China-Taiwan?

AS mempertahankan hubungan resmi dengan Beijing, dan mengakuinya sebagai satu-satunya pemerintah China yang menerapkan kebijakan “Satu China – namun AS juga tetap menjadi pendukung setia Taiwan di dunia internasional.
Washington terikat oleh hukum untuk menyediakan senjata pertahanan kepada Taiwan dan Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa AS akan menyokong Taiwan dalam hal militer – melanggar sikap yang dikenal sebagai ambiguitas strategis.
Pulau ini telah lama menjadi salah satu isu yang paling diperdebatkan dalam hubungan AS-China, dan Beijing mengutuk segala dugaan dukungan Washington terhadap Taipei.
Pada 2022 silam, setelah kunjungan Ketua Parlemen AS Nancy Pelosi ke Taiwan, China merespons dengan unjuk kekuatan dengan melakukan latihan militer di sekitar Taiwan sebagai pembalasan.
Di bawah kepemimpinan Presiden Xi, China meningkatkan “perang zona abu-abu” ini dengan mengirim jet tempur dalam jumlah besar ke dekat Taiwan dan mengadakan latihan militer sebagai respons terhadap perselisihan politik antara AS dan Taiwan.
Pada 2022, serangan pesawat tempur China ke Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) Taiwan meningkat hampir dua kali lipat.
Hasil pemilu ini akan menentukan jalannya hubungan AS-China – dan siapa pun yang keluar sebagai pemenang, akan membawa dampak pada hubungan rumit antara AS, China, dan Taiwan.