Adu Cepat Tiga Negara untuk Mengklaim Pegunungan Bawah Laut di Kutub Utara

Konten Media Partner
3 September 2022 13:38 WIB
·
waktu baca 14 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Adu Cepat Tiga Negara untuk Mengklaim Pegunungan Bawah Laut di Kutub Utara
zoom-in-whitePerbesar
Martha Henriques, BBC Future
Di bawah hamparan es beku Kutub Utara, terdapat deretan pegunungan yang menjadi objek tarik-menarik geopolitik tiga negara. Pemenangnya dapat mengubah peta dunia selamanya.
Salah satu deret pegunungan yang paling misterius di dunia tidak terlihat di peta biasa. 
Kita tidak dapat melihatnya di peta datar dunia yang paling populer digunakan, proyeksi Mercator, atau pada proyeksi Peters yang merupakan alternatif populer (dan lebih akurat). 
Pasalnya, plastik yang terdapat di poros bola dunia di titik Kutub Utara, kerap kali menutupinya, sehingga seolah-olah tidak ada yang bisa dilihat.
Tapi di sinilah Anda bisa menemukan Lomonosov Ridge, pegunungan luas yang membentang dari landas kontinen Siberia hingga Greenland dan Kanada. 
Pegunungan ini membentang lebih dari 1.700 kilometer, dengan puncak tertingginya 3.400 meter di atas dasar laut.
Pegunungan yang tidak banyak diketahui ini sekarang menjadi pusat tarik-menarik tiga negara yang hendak mengeklaim kedaulatan atas dasar laut di sekitar Kutub Utara. 
Menurut Denmark, pegunungan tersebut merupakan perpanjangan dari wilayah otonomi Greenland. Menurut Rusia, itu adalah perpanjangan dari Kepulauan Franz Josef Land di Siberia. Dan menurut Kanada, itu adalah perpanjangan dari Pulau Ellesmere yang masuk wilayah Nunavut Kanada.
Jadi siapa yang benar?
Deret pegunungan itu pertama kali ditemukan pada tahun 1948 oleh para peneliti di salah satu ekspedisi awal Uni Soviet ke Arktik tengah. 
Dari sebuah kamp di atas es laut, para ilmuwan Soviet secara tak terduga mendeteksi perairan dangkal di utara Kepulauan Siberia Baru. 
Itu adalah bukti pertama yang menunjukkan bahwa lautan luas ini dibelah menjadi dua cekungan oleh perbukitan, alih-alih satu cekungan besar yang tidak berbentuk, seperti yang sebelumnya dikira. 
Pada tahun 1954, para peneliti ini menerbitkan peta yang menunjukkan pegunungan bawah laut, dan diberi nama sesuai dengan penyair dan naturalis abad ke-18 Mikhail Lomonosov.
Sekarang, lebih dari 70 tahun setelah pegunungan itu terdeteksi, pegunungan itu tetap menjadi fitur misterius di salah satu dasar laut yang paling buruk dipetakan di dunia. 
Bahkan dengan kapal modern yang memantulkan sonar 864-beam yang kuat ke bawah perairan Arktik, resolusi yang didapatkan dari pegunungan itu hanya ratusan meter. 
Itu seperti mencoba membedakan satu ujung trek atletik dari ujung yang lainnya.
Wilayah ini tidak hanya sulit untuk dipetakan, tetapi juga sulit dijangkau.
Di area yang dipetakan dengan buruk ini, ekspedisi pemetaan baru selalu membawa kejutan berbeda. 
“Ini seperti memakai kacamata baru setiap saat,” kata Paola Travaglini, yang telah memimpin pemetaan dasar laut Arktik dalam ekspedisi di atas kapal pemecah es CCGS Louis S St Laurent Kanada. 
"Anda tidak pernah tahu apa yang akan Anda temukan."
Tetapi memetakan puncak dan lembah pegunungan ini saja tidak cukup untuk menentukan bagaimana ia terbentuk, bagian dari daratan mana dia berasal, dan negara mana yang dapat secara sah mengklaimnya. 
Untuk bisa melakukan itu, para ilmuwan perlu secara fisik mendapatkan sepotong bagian dari pegunungan – gumpalan batu yang mungkin dapat mengungkap jejak geologis dan asal-usul pegunungan.

Bukti kuat

Christian Knudsen, seorang ahli geologi di Geological Survey of Denmark and Greenland (GEUS), terlibat dalam analisis sepotong pegunungan tersebut. 
Para ilmuwan dari Denmark, Kanada, dan Rusia telah mengeruk bebatuan dari sekitar pegunungan. 
Namun kesulitan yang selalu muncul adalah membuktikan apa yang mereka teliti adalah benar-benar bagian dari pegunungan itu, bukan hanya kerikil atau batu besar yang tergeletak di sekitar gunung yang bisa berasal dari mana saja.
Lapisan es yang terbentuk di garis pantai Arktik cenderung membuat serpihan di sekitar dasar laut saat mereka melayang, sehingga meninggalkan jejak “batu jatuh”. 
Bebatuan yang jatuh kemudian menumpang di gunung es dari Siberia atau Kanada utara dapat dengan mudah ditemukan dari pegunungan ini secara tidak sengaja.
Tetapi sulit untuk mengambil sepotong tanah dari pegunungan yang terendam ratusan meter hingga beberapa kilemoter di bawah air, dengan lautan es mengambang di atasnya. 
Bahkan untuk bisa sampai ke sana saja sudah cukup sulit. 
Sebuah tim peneliti dari GEUS, yang dipimpin oleh Christian Marcussen, berhasil mengeruk sampel dari atas kapal Oden, kapal pemecah es milik Swedia, pada tahun 2012, berusaha melakukannya.
Marcussen dan tim ilmuwannya mampu mengeruk pegunungan itu pada kedalaman 3 kilometer. 
Di antara bebatuan yang mereka tarik kembali ke permukaan ada gumpalan berwarna oranye seukuran bola rugby. Ini adalah bahan yang kemudian dianalisis Knudsen. 
“Pada awalnya tidak ada yang memperhatikan kerak karat-oranye-coklat ini, tapi saya penasaran ingin melihat apa itu,” kata Knudsen. "Jadi kami memotongnya."
Di dalamnya dia menemukan sesuatu yang tidak terduga: lapisan demi lapisan garis-garis halus, seperti lingkaran pohon. Kerak berlapis ini kaya akan mangan oksida, yang terbentuk dalam bintil-bintil di dasar laut dengan sedikit sekali endapan. 
Bintil-bintil itu membutuhkan waktu ribuan tahun untuk terbentuk, jadi itu adalah petunjuk bahwa batu yang terbentuk di tempat di pegunungan, dan bukan batu jatuh. 
Knudsen mengukur usia batuan menggunakan isotop berilium – Berilium-10 adalah isotop radioaktif yang terbentuk di stratosfer, dan seiring waktu meluruh menjadi Berilium-9. 
Dengan mengukur perbandingan keduanya, Knudsen bisa mendapatkan umur batu tersebut.
Berkurangnya es laut Arktik saat iklim menghangat membuka kemungkinan jalur pelayaran baru.
Apa yang dia temukan adalah garis waktu yang terentang selama delapan juta tahun, dengan batuan tertua di lapisan paling dasar, batu pasir di bagian bawah, dan lapisan luar yang sangat baru.
“Ini membuktikan bahwa batu ini telah berada di posisi ini selama delapan juta tahun – sejak sebelum Zaman Es,” kata Knudsen. 
Rasanya, kata Knudsen, seperti Sherlock Holmes yang menemukan jejak kaki di luar jendela. 
“Saya bisa membuktikan bahwa batu ini benar-benar dari Deret Pegunungan Lomonosov.”
Namun batu pasir di bagian bawah lapisan kerak berwarna jingga-karat yang mengandung informasi paling menarik tentang pegunungan ini. 
Garis-garis yang terbentuk di batu ini terlipat, sebuah tanda khas batu pasir yang kusut akibat peristiwa terbentuknya gunung. 
Tanah liat berubah menjadi seperti mika saat gunung itu mulai terbentuk, dan membuat “penanda waktu“ isotop lain - kali ini berupa isotop kalium - yang membantu Knudsen menentukan usia mika, dan karena itu, usia gunung itu sendiri. 
Ternyata peristiwa pelipatan gunung itu terjadi 470 juta tahun yang lalu. Butiran pasir yang membentuk batu tersebut, bagaimanapun, jauh lebih tua - mendekati 1,6 miliar tahun.

Mengapa pegunungan ini penting?

Sebagai negara pantai, Rusia, Denmark, dan Kanada tentu sudah memiliki hak berdaulat atas dasar laut yang dekat dengan pantainya sendiri. 
Negara-negara pesisir dapat membentuk Zona Ekonomi Eksklusif yang terbentang hingga 200 mil laut atau 370 kilometer dari pantai, yang memberi mereka hak untuk melakukan kegiatan seperti penangkapan ikan, membangun infrastruktur, dan mengekstraksi sumber daya alam, di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut. 
Undang-undang itu juga mengizinkan suatu negara untuk memperluas haknya atas dasar laut lebih jauh – jika ada fitur dasar laut yang dapat mereka buktikan sebagai perpanjangan landas kontinen mereka.
Agar fitur dasar laut diperhitungkan menjadi wilayah sebuah negara, harus ada bukti bahwa itu adalah bagian dari tanah yang terendam – dan bukan pegunungan di dasar samudera yang selalu berada di bawah air dan tidak ada hubungannya dengan daratan negara itu.
Apa yang ditemukan Knudsen adalah bukti bahwa Pegunungan Lomonosov memang tanah yang terendam dan tidak terbentuk dari penyebaran dasar laut, seperti pegunungan Atlantik tengah yang membentang seperti lapisan dari Islandia ke bawah menuju Antartika. 
Temuan yang sama didukung oleh penelitian lain, termasuk penelitian seismik ke dalam struktur kerak, yang dipimpin oleh Ruth Jackson dari Geological Survey of Canada, dan bukti penting lainnya, seperti penelitian ekstensif untuk memetakan dasar laut di daerah tersebut.
"Ini pasti kontinen,” kata Knudsen. “Itu adalah daratan yang mirip dengan yang kami temukan di Greenland timur – ini adalah kelanjutan dari Greenland, itulah poin utama kami. 
"Kami telah mengambil batu-batu itu, membuktikan bahwa mereka benar-benar berasal dari pegunungan, dan kami mengerti apa itu. Dan kemudian kami pulang,” kata Knudsen.
Masalahnya, meskipun pegunungan mungkin merupakan perpanjangan dari Greenland, jika Anda melihatnya dari ujung yang lain, itu juga merupakan perpanjangan dari Rusia. 
Batuan dari jenis yang sangat mirip telah ditemukan di kepulauan Franz Josef Land milik Rusia, di sebelah utara Novaya Zemlya, catat Knudsen. 
Dan Kanada juga memiliki bukti bahwa PegununganLomonosov adalah perpanjangan yang membentang dari Pulau Ellesmere, mungkin tidak mengejutkan mengingat Ellesmere terletak dekat dengan Greenland dan hanya terpisah selat sempit selebar 20 kilometer di ujung utara.
Faktanya, sangat mungkin bahwa Lomonosov Ridge adalah milik Rusia, Kanada, dan Greenland sekaligus.

Menggambar ulang peta

Deret Pegunungan Lomonosov adalah pusat dari setiap pengajuan yang dibuat oleh Rusia, Denmark dan Kanada kepada Komisi PBB tentang Batas Landas Kontinen. 
Selama ada fitur dasar laut yang luasnya tidak kurang dari 2.500 mETER dari permukaan yang membentang sebagai fitur benua dari landas negara yang sudah mapan, ini bisa menjadi alasan untuk memperluas wilayah mereka. 
Ketika tiga negara menggunakan alasan yang sama dari tanah terendam, maka ada beberapa area yang tumpang tindih. 
Ada area seluas 54.850 mil laut persegi di sekitar Kutub Utara yang diklaim oleh ketiga negara tersebut.
Jadi apa selanjutnya? Apakah itu berarti ketiga negara Arktik ini akan bentrok karena sengketa wilayah?
Jawabannya hampir pasti tidak. Jika mereka menjadi bermusuhan, proses pengumpulan data ilmiah yang dibuat dengan hati-hati – dan sangat mahal – juga proses pengakuan kedaulatan melalui PBB selama beberapa dekade akan berantakan. 
Ketiga negara ini telah berkomitmen dengan cara damai dan kooperatif untuk menggambar garis mereka di peta dalam meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut. 
Negara-negara “Lima Arktik”, yang juga termasuk AS dan Norwegia, juga telah menandatangani deklarasi pada tahun 2008 yang berkomitmen untuk menyelesaikan perbatasan Arktik secara tertib, yang membantu meredakan masalah setelah Rusia memasang bendera di dasar laut Kutub Utara tahun sebelumnya.
Faktanya, ketika ada ketegangan internasional di sekitar perbatasan, Komisi PBB tentang Batas Landas Kontinen tidak akan ikut campur. 
“Satu hal yang dikatakan komisi adalah 'hindari politik'. Setiap sengketa kedaulatan atas tanah tidak akan ditengani PBB,” kata Philip Steinberg, seorang profesor geografi di Universitas Durham dan direktur Unit Penelitian Batas Internasional.
Kepulauan Falkland, atau Malvinas, adalah contohnya. 
“Begitu komisi menerima pengajuan dari Argentina, Inggris mengajukan keberatan,” kata Steinberg. 
Tanggapan komisi adalah mempertimbangkan klaim Argentina yang lebih luas atas landas kontinen yang diperpanjang, tetapi tidak mempertimbangkan perairan di sekitar pulau-pulau yang disengketakan.

Sikap patriotik

Tetapi hanya karena ketiga negara telah berkomitmen pada proses damai, bukan berarti tidak akan ada intrik politik.
Saat ini, komisi PBB belum menyimpulkan apapun dari tiga pengajuan, meskipun Rusia, yang pertama kali membuat pengajuan pada tahun 2001, tampaknya mendengar sinyal awal yang positif menjelang akhir tahun lalu, kata Klaus Dodds, profesor geopolitik di Royal Holloway University of London. 
“Komisi PBB dengan jelas telah memberikan indikasi kepada Rusia bahwa mereka bersimpati dengan pengajuan Rusia. Itu sangat menarik bagi orang Rusia. Setelah menunggu 20 tahun, saya pikir mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkan – yang merupakan konfirmasi bahwa landas kontinen dan pegunungan bawah laut itu sama.”
Itu menempatkan Rusia dalam posisi negosiasi yang kuat, kata Dodds. 
“Anda bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Presiden Putin akan berdiri di suatu tempat yang sangat megah – dengan peta Arktik yang sangat besar di sampingnya – dan dia akan berkata: 'Arktik adalah milik kita.'”
Pada 2007, Rusia menggunakan kapal selam untuk memasang bendera dan mempublikasikan klaimnya atas wilayah Arktik.
Ketegasan semacam itu mungkin diharapkan dari PBB, tetapi harus diingat: Komisi PBB tidak memiliki kekuatan hukum. 
Mereka hanya akan melihat kredibilitas ilmiah dari bukti-bukti yang diajukan, dan komisi tidak akan benar-benar merekomendasikan di mana garis pada peta harus digambar. 
Ini harus dilakukan melalui diplomasi.
“Anda harus mengambil napas dalam-dalam dan pergi dan bernegosiasi dengan Rusia,” kata Dodds. 
“Putin telah menjelaskan bahwa Arktik sangat penting untuk kelangsungan hidup Rusia. Saya pikir akan ada negosiasi yang sangat, sangat sulit. Saya berharap yang terbaik untuk Kanada dan Denmark, tetapi itu akan sulit.”
Rusia, bagaimanapun, tak cukup berani dalam pengajuannya kepada PBB. Wilayah dasar laut Rusia ditandai berhenti begitu keluar dari Kutub Utara, jauh dari laut teritorial Denmark dan Kanada. 
Denmark, di sisi lain, lebih berani dan menyerahkan bukti dari sepanjang Deret Pegunungan Lomonosov, hingga Zona Ekonomi Eksklusif Rusia. 
“Denmark telah mengatakan bahwa mereka akan melakukan semua perhitungan sains sampai kita mencapai Rusia,” kata Steinberg. 
“Tapi Kanada dan Rusia mengatakan tidak mungkin kita akan mendapatkan dasar laut sedekat itu dengan negara lain, jadi mengapa repot-repot?”

Kekayaan utara?

Salah satu kesalahpahaman terbesar di sekitar Arktik tengah adalah bahwa klaim teritorial yang tumpang tindih ini mengarah pada permusuhan dan bahkan kemungkinan konflik. 
Ketika departemen Steinberg pertama kali menerbitkan peta yang menunjukkan klaim yang tumpang tindih pada tahun 2008, ini menyebabkan kegemparan yang cukup besar. 
“Peta itu menjadi viral dan orang-orang berkata, 'Ya Tuhan, lihat perang yang akan terjadi di Kutub Utara,'” kata Steinberg. “Saya terus-menerus harus melawan kesan itu.”
Bagian dari kesalahpahaman adalah karena apa yang orang yakini sebagai taruhannya. 
Minyak dan sumber daya alam lainnya sering dianggap sebagai daya tarik utama, terkadang didorong oleh pernyataan pemerintah. 
Kanada menarik klaim awal landas kontinen Arktik dari pengajuannya ke PBB - termasuk landas Atlantik pada tahun 2013, konon karena klaim awal Arktik itu tidak termasuk Kutub Utara. 
John Baird, menteri luar negeri Kanada saat itu, mengatakan: “Kami bertekad untuk memastikan bahwa semua warga Kanada mendapat manfaat dari sumber daya luar biasa yang dapat ditemukan di ujung utara Kanada.” 
Kanada lalu mengajukan klaim yang lebih luas, kali ini termasuk dasar laut Kutub Utara, pada tahun 2019.
Tetapi “sumber daya yang luar biasa” ini bisa jadi tidak berarti apa-apa, seperti yang dicatat oleh Andrea Charron, direktur Pusat Studi Pertahanan dan Keamanan di Universitas Manitoba.
“Sangat jelas bahwa sumber daya minyak dan gas substantif terletak di Zona Ekonomi Eksklusif langsung negara-negara tersebut,” kata Dodds. 
“Di landas kontinen yang diperluas, nilai sumber daya terus terang meragukan.” 
Steinberg juga mengatakan bahwa dalam hal potensi ekonomi, Arktik tengah berada "jauh di daftar siapapun".
Rusia telah memperjelas bahwa Arktik sangat penting untuk negara mereka, tetapi negosiasi terus berlanjut melalui saluran diplomatik.
Akses pelayaran melalui lautan dengan lapisan es yang semakin tipis dan menyusut di musim panas juga tidak menjadi pendorong. 
Kedaulatan atas dasar laut tidak mengubah hak atau kemampuan suatu negara untuk mengendalikan pelayaran, atau untuk melakukan penangkapan ikan komersial. 
Ini hanya tentang apa yang ada di dalam, di atas dan di bawah dasar laut. Jika industri ekstraktif tidak layak secara ekonomi – atau bahkan mungkin secara teknologi saat ini – lalu apa yang menarik?
Salah satu alasannya adalah kebanggaan nasional, catat Steinberg. 
“Untuk beberapa negara Arktik, negara-negara di utara dan mengklaim wilayah utara – bahkan mengklaim Kutub Utara – adalah bagian besar dari identitas nasional. Kanada mencetak prangko dengan Santa di atasnya; anak-anak tumbuh dengan berpikir bahwa Santa adalah orang Kanada.” 
Dan ada juga alasan sederhana bahwa "jika Anda tidak membuat klaim itu, orang lain yang akan melakukannya lebih dulu”, tambahnya.

Nilai budaya

“Ini adalah wilayah yang telah menarik perhatian dan minat selama berabad-abad,” kata Ingrid Medby, dosen senior geografi politik di Oxford Brookes University. 
“Kutub Utara penuh dengan mitos, kan? Kita belajar tentang Kutub Utara sebagai rumah Santa Claus sebagai anak-anak. Itu adalah bagian dari citra mental yang kita miliki tentang dunia, namun itu adalah ruang yang tidak akan pernah dikunjungi kebanyakan orang. Itu adalah sesuatu yang hidup terutama dalam imajinasi.”
Ide tentang Kutub ini penting untuk alasan politik dan simbolis, kata Medby. 
“Kutub Utara sangat jauh dari daratan, jadi ini bukan tempat yang akan dihuni. Tetapi Samudra Arktik terbentang lebih jauh daripada Kutub Selatan dan menyentuh daratan negara-negara pantai Arktik. Dalam hal budaya dan identitas mereka, gagasan tentang lautan ini sering dikaitkan dengan sejarah negara-negara pesisir.”
Salah satu buktinya adalah penduduk asli Kutub Utara, yang hidupnya telah terjalin erat dengan lautan dan es selama ribuan tahun. 
“Kami bergantung pada es dengan cara yang belum pernah dirasakan orang lain,” kata Dalee Sambo Dorough, ketua Dewan Circumpolar Inuit, yang berpendapat bahwa komunitas Inuit harus memiliki hak dan yurisdiksi atas es laut Arktik.
Tetapi konsultasi dengan masyarakat adat “tidak merata” dalam hal upaya untuk memperluas kedaulatan negara ke utara, kata Dorough. 
“Dalam beberapa kasus, negara telah terlibat dalam dialog dan diskusi dengan perwakilan Inuit sebagai pemegang hak atas tanah dan wilayah, dan dalam kasus lain hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada konsultasi atau dialog langsung.”
Karena perubahan iklim telah meningkatkan minat di Arktik tengah, Dewan Sirkumpolar Inuit telah meminta negara-negara bagian untuk terlibat dengan Inuit dan kelompok-kelompok adat lainnya dan menghormati hak-hak mereka. 
Meskipun dasar laut di pusat Arktik mungkin tak berhubungan dengan perubahan iklim, dilihat dunia sebagai "pelayan" atau "pelindung" Kutub Utara adalah sesuatu yang diinginkan oleh  KanadaDenmark, dan bahkan Rusia.
Dipandang sebagai 'pelindung Arktik' sangat penting bagi ketiga negara.
Komunitas adat semakin diakui sebagai bagian penting dari keberlanjutan, di Kutub Utara dan di tempat lain. 
“Meskipun ini masih jauh di masa depan, kita harus memperhatikan sifat yang saling berhubungan dari seluruh lautan dan laut pesisir, serta potensi ancaman bagi Inuit dan masyarakat adat Arktik lainnya, dan negara-negara Arktik,” kata Dorough. 
Mungkin butuh beberapa dekade sebelum ada jawaban dari komisi ilmu pengetahuan PBB yang mendukung klaim ketiga negara tersebut. 
Dan ada kemungkinan bahwa AS masih dapat mengajukan klaim di masa depan, yang bisa mengubah gambaran lagi. 
Norwegia, yang mengklaim landas kontinen dengan ukuran jauh lebih kecil, tidak termasuk Kutub, dan hanya sedikit tumpang tindih dengan Denmark, telah mendapat rekomendasi dari PBB.
Untuk ukuran perebutan tiga negara atas deret pegunungan, sejauh ini, perebutan ini terjadi dengan sangat damai. 
Tingkat kesulitan tinggi untuk akses dan kerasnya lingkungan Kutub Utara adalah salah satu faktor yang membuat negara-negara ini mau berkolaborasi, berbagi biaya ekspedisi ilmiah panjang menggunakan kapal pemecah es yang dapat menelan biaya hingga $250.000 (Rp3,7 miliar) per hari.
Proses PBB, yang menawarkan kredibilitas internasional dan membutuhkan kerja sama damai, adalah alasan lain mengapa negosiasi atas pegunungan terpencil di dasar laut ini tidak mungkin berubah menjadi Perang Dingin.
Versi bahasa Inggris artikel ini dengan judul The rush to claim an undersea mountain range dapat anda baca di BBC Future.