Colin Powell: Menlu Kulit Hitam Pertama AS, Warisannya 'Ternoda' Invasi Irak

Konten Media Partner
19 Oktober 2021 8:26 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penghormatan terakhir diberikan kepada mantan menteri luar negeri Amerika Serikat, Colin Powell, yang meninggal dunia karena komplikasi Covid-19 pada usia 84 tahun.
Powell menjadi warga Amerika kulit hitam pertama yang menjabat menteri luar negeri pada 2001 di bawah pemerintahan Presiden George W Bush.
Ia memainkan peran penting dalam merancang alasan, sebagai dasar invasi ke Irak pada 2003, dengan menggunakan laporan intelijen yang keliru. Suatu hal yang ia sesali di kemudian hari.
Keluarganya menyebut mantan pejabat tinggi militer ini meninggal pada Senin (18/10) pagi.
"Kami telah kehilangan suami, ayah, kakek, dan orang Amerika yang luar biasa dan penyayang," tulis keluarga Colin Powell dalam sebuah pernyataan.
Powell sebelumnya telah didiagnosis dengan multiple myeloma, sejenis kanker darah yang mungkin membuatnya lebih rentan terhadap gejala Covid, menurut media AS. Di samping itu, ia juga menderita penyakit Parkinson.

'Sosok tentara dan diplomat yang ideal'

Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebutnya sebagai 'sosok paling ideal sebagai tentara maupun diplomat'.
Mantan Presiden Bush termasuk di antara mereka yang pertama memberi penghormatan kepada Colin Powell yang disebutnya sebagai "pelayan publik yang hebat" serta "seorang pria penyayang keluarga dan seorang teman" yang "sangat disukai oleh presiden sehingga ia mendapatkan Presidential Medal of Freedom - dua kali".
Wakil presiden pada masa pemerintahan Bush, Dick Cheney, memberi hormat kepada Powell sebagai "seorang pria yang mencintai negaranya dan melayaninya dengan baik dan lama".
Ia kemudian menyebut Powell sebagai "perintis dan panutan bagi banyak orang".
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebutnya sebagai 'sosok paling ideal sebagai tentara maupun diplomat'.
Condoleezza Rice, penerus Powell sebagai menteri luar negeri dan perempuan kulit hitam pertama dalam jabatan itu, memanggilnya "pria yang benar-benar hebat" yang "pengabdiannya kepada bangsa kita tidak terbatas pada banyak hal hebat yang dia lakukan saat berseragam atau selama waktunya menjabat di Washington".
"Sebagian besar warisannya akan hidup dalam banyak kehidupan orang-orang muda yang disentuhnya."
Menteri Luar Negeri AS saat ini, Antony Blinken, menyebut kehidupan Powell sebagai "kemenangan Impian Amerika".
Colin Powell melakukan briefing Pentagon ketika Perang Teluk pertama pada tahun 1991
Powell memberi Departemen Luar Negeri "yang terbaik dari kepemimpinannya," kata Blinken.
"Dia tidak pernah berhenti percaya pada Amerika, dan kami sangat percaya pada Amerika karena membantu menciptakan seseorang seperti Colin Powell."
Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair - yang bekerja erat dengan Powell selama tahun-tahun awal Invasi Irak - mengatakan dia adalah seseorang dengan "kemampuan dan integritas yang luar biasa" yang merupakan "teman yang hebat, dengan selera humor yang baik".
Powell tercatat sebagai tentara terhormat dan menjadi warga Amerika kulit hitam pertama yang menjabat menteri luar negeri.
Penghormatan terakhir juga mengalir dari para pemimpin Afrika-Amerika terkemuka.
Aktivis hak-hak sipil Al Sharpton menyebutnya "seorang pria yang tulus dan berkomitmen", sementara anggota Kaukus Hitam Kongres memuji "warisan keberanian dan integritasnya".
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, pria kulit hitam pertama yang menjabat dalam peran itu, memuji Powell sebagai "teman dan mentor pribadi yang luar biasa" yang "mustahil untuk digantikan".

Bagaimana warga kulit hitam mengenang Colin Powell?

Sebagai seorang anggota Partai Republik yang moderat, Powell menjadi penasihat militer tepercaya bagi sejumlah politisi terkemuka AS.
Namun dia memutuskan hubungan dengan partainya untuk mendukung Barack Obama pada pemilihan presiden 2008, serta Hillary Clinton pada 2016 dan Joe Biden pada 2020.
Ia menjadi kritikus tajam terhadap presiden Partai Republik Donald Trump, dan mengatakan dia tidak bisa lagi menyebut dirinya sebagai seorang Republikan setelah kerusuhan yang terjadi pada 6 Januari di US Capitol.
Dia juga pernah bertempur pada perang Vietnam, sebuah pengalaman yang kemudian membantu menentukan strategi militer dan politiknya sendiri.
Namun, dia belakangan mengaku reputasinya pun ternoda saat pidato di Dewan Keamanan PBB dengan menggunakan laporan intelijen yang keliru demi mendukung invasi AS ke Irak.
"Itu menyakitkan. Terasa menyakitkan sekarang," kata Powell kepada ABC News pada 2005.
Kala itu, setelah serangan 9/11, Powell mendapati dirinya berhadapan dengan menteri pertahanan AS saat itu, Donald Rumsfeld, yang lebih memilih intervensi AS, bahkan tanpa dukungan negara lain, dalam apa yang kemudian disebut sebagai "perang melawan teror".
Powell, yang berpegang teguh pada pendiriannya, menentang keterlibatan AS di Irak tetapi, secara tiba-tiba, setuju untuk mendukung Bush.
Colin Powell bersama dengan Presiden George Bush dan Wkil Presiden Dick Cheney pada November 2000
Reputasinya sebagai orang yang berintegritas tentu membantu meyakinkan PBB tentang invansi ke Irak, ketika dia muncul di hadapan Dewan Keamanan pada tahun 2003.
Hanya 18 bulan kemudian, setelah Saddam Hussein digulingkan, Powell mengakui bahwa laporan intelijen yang menyatakan diktator Irak itu memiliki "senjata pemusnah massal", hampir pasti salah.
Tak lama setelah itu, dia mengumumkan pengunduran dirinya sebagai menteri luar negeri.

Kisah sukses Amerika yang ikonik

Colin Powell adalah kisah sukses Amerika yang ikonik. Sebagai anak seorang imigran, ia menjadi orang kulit hitam pertama yang naik ke posisi tertinggi dalam militer dan diplomasi AS.
Pada 1990-an, Powell adalah salah satu dari sedikit tokoh Amerika dengan daya tarik yang melintasi batas-batas politik - mengingatkan kita pada Jenderal Dwight D Eisenhower setelah Perang Dunia Kedua.
Tidak seperti Eisenhower, Powell tidak naik ke kursi kepresidenan - meskipun ada banyak seruan agar dia mencalonkan diri.
Seruan itu berkurang setelah invasi AS ke Irak tahun 2003, sebuah keputusan yang kemudian diakui Powell sebagai "noda" pada warisannya.
Dia telah mempertaruhkan reputasinya pada keberadaan senjata pemusnah massal Irak - dan reputasinya menderita karenanya.
Di tahun-tahun terakhirnya, Powell menjadi ikon yang berbeda.
Kepindahan dirinya dari Partai Republik setelah Donald Trump naik ke tampuk kekuasaan mencerminkan berkurangnya pengaruh faksi internasionalis moderat Powell dalam gerakan konservatif Amerika.
Kehidupan Powell mungkin agak dibayangi oleh penyebab kematiannya, karena ia sekarang menempati peringkat teratas orang Amerika paling terkemuka yang menyerah pada Covid-19.