Cuti Haid: 'Kami Tak Mau lagi Menstruasi Dianggap Tabu'

Konten Media Partner
18 Mei 2022 9:57 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cuti Haid: 'Kami Tak Mau lagi Menstruasi Dianggap Tabu'
zoom-in-whitePerbesar
Spanyol bisa menjadi negara pertama di dunia Barat yang memperkenalkan cuti haid bagi perempuan yang mengalami sakit parah akibat nyeri menstruasi.
Rancangan kebijakan yang akan didiskusikan dalam pertemuan kabinet pada Selasa (17/05), menyebut para perempuan bisa mendapat hari libur selama tiga hari tiap bulan ketika mereka sedang dalam masa haid - yang berpotensi diperpanjang hingga lima hari jika perempuan tersebut mengalami dismenore (keluhan kram yang menyakitkan dan umumnya muncul saat menstruasi).
Tapi kebijakan ini kemungkinan tak berlaku bagi perempuan yang menderita ketidaknyamanan ringan yang dialami di kala haid.
Langkah itu merupakan bagian dari rancangan undang-undang yang lebih luas tentang hak-hak kesehatan dan reproduksi perempuan, yang disponsori oleh pemerintah koalisi yang dipimpin Partai Sosialis negara itu. Jika disahkan, itu akan menjadi hak hukum bagi perempuan menyangkut menstruasi yang pertama di Eropa.
"Kami tak mau lagi percakapan tentang menstruasi dianggap tabu. Ketika ada masalah yang tak bisa diselesaikan secara medis, kami pikir sangat cukup masuk akal untuk mendapatkan cuti sementara," ujar Ángela Rodríguez, Menteri Luar Negeri untuk Kesetaraan dan Kekerasan Gender Spanyol, pada media lokal.
Hanya segelintir negara-negara di dunia yang secara legal menerapkan cuti haid bagi pekerja perempuan - kebanyakan di Asia, termasuk Jepang, Taiwan, Indonesia, Korea Selatan, juga Zambia.
Kebijakan cuti haid pertama bisa dilacak pada masa Uni Soviet, ketika kebijakan itu diterapkan pada 1922.
Para pendukung kebijakan ini mengatakan bahwa kebijakan ini sama pentingnya seperti cuti hamil, sebuah pengakuan atas proses biologis dasar.
Namun penentangnya mengatakan kebijakan ini justru menegaskan stereotip negatif dan bisa menyurutkan niat perusahaan untuk mempekerjakan karyawan perempuan.
BBC 100 Women berbicara dengan beberapa perempuan di sejumlah negara yang kini telah menerapkan kebijakan terkait menstruasi untuk mencari tahu apakah kebijakan ini berhasil.

'Saya mendapat kritikan dari beberapa kolega pria'

Jurnalis TV Indonesia Irine Wardhanie berkata ia menderita karena nyeri haid sejak duduk di bangku sekolah menengah atas. Kini ia mengambil dua hati cuti haid tiap bulan, yang ia minta pada atasannya
"Sebelum masa haid saya mulai, saya sangat kesakitan. Saya merasa sangat lelah dan mengalami migrain. Tapi ketika haid saya mulai, saya mengalami kram yang menyakitkan, saya merasa mual dan demam. Ini biasanya terjadi selama dua hingga tiga hari," kata Irine.
"Bayangkan untuk minta izin mendapatkan cuti haid dari pria'
"Awalnya saya khawatir dengan pandangan orang, tapi itu segampang mengirimkan surat elektronik pada manager saya dan mereka sangat mendukung," ujarnya.
Irine Wardhanie menuturkan bahkan meminta pembalut pada perempuan lain bisa dianggap tabu di Indonesia.
"Sangat mudah di perusahaan saya, saya hanya mengirimkan surat elektronik pada atasan pada hari-H dan memberitahu koordinator jadwal. Itu saja.
"Saya cuma mendapat kritikan dari beberapa kolega pria yang menganggap itu tidak adil."
Tak seperti Irine, banyak perempuan di Indonesia tak menyadari keberadaan kebijakan yang memberikan para perempuan mengambil cuti dengan gaji selama dua hari selama mereka menstruasi.
Saya telah berbicara dengan beberapa perempuan lain yang bekerja di media di Indonesia dan mereka tak diberitahu tentang kebijakan itu, oleh sebab itu mereka memaksa tetap bekerja kendati menderita karena kram selama haid."
Buruh perempuan di pabrik di Indonesia berhak mendapatkan cuti haid, seperti tertuang dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perusahaan di Indonesia harus memberikan 24 hari cuti haid bagi para pekerja perempuan setiap tahun, tapi kebijakan ini minim diterapkan.
"Ketentuan ini dalam praktiknya bersifat diskresioner. Banyak perusahaan yang mengizinkan hanya satu hari dalam sebulan, yang lain tidak ada cuti haid sama sekali," lapor Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).
Vivi Widyawati bekerja untuk hak-hak perempuan di sektor garmen Indonesia. Dia menyebut para pekerja di pabrik lebih sulit mendapatkan cuti haid ketimbang mereka yang bekerja di sektor ritel atau jasa.
"Perempuan yang bekerja di sektor informal seringkali tidak mengetahui hak atas cuti haid. Salah satu kendala bagi perempuan ini adalah harus mendapatkan surat keterangan dokter terlebih dahulu," kata Widyawati.
"Kemudian mereka bisa menghadapi pelecehan seksual atau merasa terlalu malu saat meminta cuti. Dan masih banyak lagi: banyak perusahaan yang tidak mau membayar upah saat cuti haid."
Apa itu dismenore?

'Itu masih tabu'

Di Jepang, cuti haid sudah ada di negara itu selama 70 tahun - diberikan sebagai hak bagi petambang dan pekerja pabrik karena tak memadainya kamar mandi di tempat kerja mereka.
Namun juru kampanye mengatakan penerapan cuti haid di negara itu saat ini rendah.
"Persentase yang sangat kecil dari perempuan yang mengambil cuti haid di Jepang," kata Ayumi Taniguchi, salah satu ketua Minna No Seiri (Menstruasi Semua Orang), sebuah organisasi aktivisme menstruasi di negara tersebut.
Minna No Seiri memperkenalkan cuti haid di sekolah-sekolah di Jepang, tapi hasilnya nihil.
Menurut data terbaru pemerintah, hanya 0,9% dari seluruh pekerja perempuan yang mengajukan cuti haid dari April 2019 hingga Maret 2020.
"Ada stigma seputar menstruasi, orang yang sedang menstruasi sulit untuk membuka diri terutama di ruang kerja yang didominasi laki-laki," kata Ayumi Taniguchi.
"Dan kebanyakan perusahaan tidak memberikan cuti haid berbayar, artinya banyak orang hanya mengambil cuti tahunan daripada menggunakan hak cuti haid mereka. Hampir seperti tidak layak meminta karena tabu."
Korea Selatan telah menerapkan cuti haid sejak 1953.
Pada 2001, negara itu meratifikasi pasal 73 Undang-Undang Standar Tenaga Kerja yang memberikan satu hari cuti haid tanpa gaji tiap bulan, yang diberikan atas permintaan pekerja yang bersangkutan.
Pada 2021, mantan bos maskapai yang menolak memberikan staf perempuannya mengambil cuti haid diwajibkan membayar denda sebesar US$1,800, atau setara Rp26,3 juta oleh sebuah pengadilan di Korea Selatan.
Kim Min-ji bekerja di organisasi yang mempromosikan kesadaran terkait menstruasi di Korea Selatan.
"Di perusahaan saya sebelumnya, pekerja perempuan hanya bisa menanggunnya atau malah menggunakan cuti tahunan. Saya tak ada pilihan lain selain menanggungnya juga," ujarnya.
"Korea Selatan adalah masyarakat yang sangat kompetitif yang menganggap Anda harus mampu mengelola rasa sakit, jadi sudah biasa Anda akan menanggungnya. Hambatan terbesar adalah suasana sosial - sulit untuk membicarakan cuti haid di sini."
BBC 100 Women memilih 100 perempuan berpengaruh dan inspiratif dari seluruh dunia setiap tahun. Ikuti BBC 100 Women di Instagram, Facebook dan Twitter. Bergabunglah dalam percakapan menggunakan tagar. #BBC100Women.