Demonstrasi Mahasiswa AS Menentang Aksi Israel di Gaza - Apa Itu Intifada?

Konten Media Partner
27 April 2024 8:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Demonstrasi Mahasiswa AS Menentang Aksi Israel di Gaza - Apa Itu Intifada?

Seorang perempuan demonstran pro-Palestina berteriak di hadapan polisi AS.
zoom-in-whitePerbesar
Seorang perempuan demonstran pro-Palestina berteriak di hadapan polisi AS.
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penangkapan massal dilakukan di sejumlah kampus-kampus elite di Amerika Serikat (AS) saat demonstrasi menentang aksi Israel di Gaza.
Unggahan media sosial terkait demonstrasi pro-Palestina biasanya merujuk pada intifada – yang dalam bahasa Arab berarti pemberontakan. Kata ini digunakan dalam kaitannya dengan periode demonstrasi warga Palestina yang intens terhadap Israel.
Banyak unggahan di media sosial yang menanyakan apakah akan ada intifada baru sebagai dampak dari perang di Gaza. Beberapa orang menyebutnya sebagai “intifada Intelektual” dan menyerukan “Globalisasi Intifada”.
Para mahasiswa telah keluar dari kelas perkuliahan dan mendirikan perkemahan untuk memprotes aksi militer Israel di Gaza.
Ratusan pengunjuk rasa kini telah ditangkap di kampus-kampus di seluruh AS.
Tenda-tenda yang didirikan mahasiswa Massachusetts Insiitute of Technology (MIT) di kampusnya. Mereka berdemonstrasi menentang perang di Gaza.
Kampus-kampus itu mencakup Universitas Columbia dan New York University di New York; Universitas California di Berkeley; dan Universitas Michigan.
Demonstrasi mahasiswa juga digelar di Emerson College dan Universitas Tufts di Boston, serta Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Cambrige.
Banyak mahasiswa Universitas Columbia diskors oleh kampus karena ikut demonstrasi pro-Palestina, sehingga memicu seruan agar tindakan disipliner itu dicabut atau dibatalkan.
Sementara itu, sejumlah mahasiswa Yahudi di universitas tersebut telah menyatakan keprihatinannya tentang apa yang mereka sebut sebagai lingkungan kampus yang mengancam.
Namun pengunjuk rasa lain berpendapat bahwa pelecehan terhadap mahasiswa Yahudi jarang terjadi serta digaungkan secara tidak proporsional oleh kalangan yang menolak tuntutan-tuntutan demonstran pro-Palestina.
Para aktivis menyerukan universitas-universitas untuk melakukan “melepaskan keterlibatan dari genosida” dan berhenti menginvestasikan dana abadi sekolah dalam jumlah besar di perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pembuatan senjata dan industri lain yang mendukung perang Israel di Gaza.
Mahasiswa memprotes serangan Israel di Gaza seiring mereka mendirikan perkemahan di halaman Universitas Michigan

Apa itu intifada?

Kata intifada dalam bahasa Arab diterjemahkan sebagai "pemberontakan". Kata itu digunakan untuk merujuk periode demonstrasi Palestina menentang Israel yang berlangsung secara intens.
Intifada Pertama berlangsung pada 1987 hingga 1993. Intifada Kedua pada 2000 hingga 2005.
Sejak perang Gaza baru-baru ini dimulai pada 7 Oktober 2023 silam, istilah "Globalisasi Intifada" muncul di media sosial, menyerukan masyarakat di seluruh dunia untuk berpartisipasi dalam pemberontakan melawan Israel.
Istilah lain telah digunakan, di antaranya "Intifada Elektronik", "Intifada intelektual" dan seruan untuk memboikot produk-produk Israel (gerakan "Boikot, Divestasi, Sanksi").
Jadi, apa yang kita ketahui tentang Intifada Palestina pada masa-masa awal?
Seorang aktivis di Edmonton, Alberta, Kanada, memegang spanduk bertuliskan "Intifada sampai menang"

Intifada Pertama: Desember 1987 – September 1993

Intifada Palestina pertama dimulai pada 8 Desember 1987 di Gaza, ketika sebuah truk pengangkut tank tentara Israel menabrak mobil yang membawa sejumlah warga Palestina.
Empat warga Palestina tersebut tewas.
Seorang warga Palestina menyamar untuk menyembunyikan identitasnya, terlihat di sini sedang berpatroli di desanya di Tepi Barat yang diduduki pada bulan Juni 1989
Kefrustrasian warga Palestina yang hidup di bawah pendudukan Israel telah meningkat selama 20 tahun hingga saat itu.
Permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza telah meluas, sementara warga Palestina mengalami kesulitan ekonomi dan sering menghadapi konfrontasi dengan tentara Israel.
Warga Palestina melemparkan batu ke arah polisi antihuru-hara Israel di desa Hizme di Yerusalem Utara , pada tanggal 21 Desember 1987, yang dinyatakan sebagai "Hari Perdamaian", untuk mendukung warga Palestina di Wilayah Pendudukan
Menyusul insiden kecelakaan truk tersebut, pemberontakan terjadi di kamp pengungsi Jubalia di Gaza , dan dengan cepat menyebar ke seluruh Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Pemuda Palestina menghadapi tentara Israel dengan batu dan bom molotov. Tentara Israel menembakkan peluru tajam, memicu kritik dari organisasi internasional, termasuk PBB.
Kekerasan antara kedua belah pihak terus berlanjut, dengan intensitas yang berbeda-beda, hingga tahun 1993.
Pemberontakan ini mengejutkan banyak pihak, termasuk Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pimpinan Yasser Arafat, yang saat itu berada di pengasingan di Tunisia.
Polisi anti huru hara Israel menembakkan gas air mata ke arah demonstran Palestina selama bentrokan, pada tanggal 22 Januari 1988 di jalan-jalan Yerusalem, setelah salat Jumat
Salah satu dampak utama Intifada Pertama adalah khalayak dunia memperhatikan penderitaan warga Palestina yang hidup di bawah pendudukan Israel, khususnya terhadap tindakan keras yang digunakan Israel untuk menekan pemberontakan.
Ungkapan terkenal yang muncul adalah yang digunakan oleh Menteri Pertahanan Israel kala itu, Yitzhak Rabin. Dia menyerukan aparat untuk "mematahkan tulang" para demonstran.
Rabin meyakini bahwa menembak warga Palestina akan merusak citra Israel di komunitas internasional, karena menembakkan peluru tajam ke arah warga Palestina tanpa senjata akan mendapatkan simpati mereka.
Saat intifada berlangsung, warga Palestina beralih tak lagi melempar batu dan bom molotov ke pasukan Israel tapi menyerang menggunakan senapan, granat tangan, dan bahan peledak.
Pemimpin PLO Yasser Arafat (kanan) berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres pada penandatanganan Perjanjian Oslo dengan Presiden AS Bill Clinton (paling kanan) bertepuk tangan
Sumber resmi dan analis menilai bahwa warga Palestina membunuh lebih dari 100 warga Israel selama Intifada Pertama, sementara pasukan Israel membunuh sedikitnya 1.000 warga Palestina.
Intifada berakhir pada 13 September 1993, ketika Israel dan PLO menandatangani Perjanjian Oslo, yang memberikan kerangka kerja untuk negosiasi perdamaian.
Israel menerima PLO sebagai wakil Palestina, dan PLO menolak perlawanan bersenjata.
Seorang milisi Palestina mengikatkan kotak-kotak, yang ditandai sebagai bahan peledak TNT, di punggung salah satu rekannya, tampaknya sebagai tanda bahwa mereka siap melakukan bom bunuh diri, selama protes anti-Israel di kamp pengungsi Palestina di Ain al-Hilweh di pinggiran pelabuhan Sidon di Lebanon selatan pada Oktober 2000

Intifada Kedua: September 2000 – Februari 2005

Intifada Kedua disebut Intifada al-Aqsa.
Masjid Al- Alqsa adalah situs tersuci ketiga dalam Islam dan merupakan titik yang menandai dimulainya kekerasan selama lima tahun.
Para pemimpin Palestina menggunakan nama tempat suci tersebut untuk menyiratkan bahwa ini adalah pemberontakan rakyat dan bukan tindakan kekerasan yang diorganisir oleh Otoritas Palestina, seperti yang diklaim Israel.
Pada tanggal 28 September 2000, pemimpin oposisi Israel saat itu, Ariel Sharon, dengan penjagaan ketat oleh tentara dan polisi Israel, mengunjungi Masjid al-Aqsa.
Perdana Menteri Israel saat itu, Ariel Sharon, dikelilingi oleh penjaga saat dia meninggalkan masjid al-Aqsa pada tahun 2000
Sebanyak tujuh orang tewas pada hari pertama demonstrasi dan lebih dari 100 orang terluka.
Apa yang dimlai ketika bebeapa ratus pengunjuk rasa Palestina melemparkan sepatu dan batu ke arah penjaga Sharon berubah menjadi demonstrasi di seluruh wilayah Palestina.
Adegan bocah Palestina berusia 12 tahun bernama Mohammed al-Dura ditembak mati di Gaza saat dia berlindung di balik badan ayahnya menjadi salah satu citra yang paling abadi dari pemberontakan Palestina kedua.
Investigasi Israel mengatakan laporan berita TV France 2 pada 2000 yang menyatakan pasukan Israel atas kematian anak tersebut tak berdasar.
Tangkapan layar dari rekaman TV France 2 mengenai bentrokan Israel-Palestina di Jalur Gaza pada tanggal 30 September 2000 menunjukkan Jamal Al-Dura dan putranya Mohammed bersembunyi di balik tong selama baku tembak Israel-Palestina, beberapa saat sebelum anak laki-laki berusia 12 tahun itu ditembak mati
Perbedaan paling mencolok antara pemberontakan tahun 1980-an dan pemberontakan tahun 2000 adalah skala konfrontasi dan tindakan kekerasan.
Intifada Kedua jauh lebih keras dibandingkan Intifada Pertama.
PBB mengatakan lebih dari 5.800 orang terbunuh sejak dimulainya Intifada Kedua pada bulan September 2000 hingga akhir tahun 2007 – hampir dua tahun setelah pemberontakan berakhir.
Bus penumpang Israel yang diledakkan oleh pelaku bom bunuh diri Palestina disimpan di fasilitas bus Egged pada bulan Juni 2003
Meskipun sulit untuk memastikan jumlah orang yang terbunuh selama Intifada, sebagian besar analis percaya bahwa jumlah korban tewas di pihak Palestina jauh lebih banyak daripada korban di pihak Israel
Metode serangan yang dilakukan Palestina meliputi penembakan roket serta bom bunuh diri di gedung-gedung dan bus.
Kritik internasional ditujukan pada cara Israel merespons, namun Israel mengeklaim bahwa mereka merespons serangan bersenjata terorganisir.