Dokter Spesialis di Papua Tuntut Tunjangan Naik, Pelayanan Kesehatan Terganggu

Konten Media Partner
4 September 2023 19:30 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Puluhan dokter spesialis dan subspesialis di Papua melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Provinsi Papua pada Senin (28/08).
zoom-in-whitePerbesar
Puluhan dokter spesialis dan subspesialis di Papua melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Provinsi Papua pada Senin (28/08).
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejumlah pasien yang berobat ke klinik maupun poliklinik di tiga rumah sakit milik pemerintah daerah di Jayapura, Papua, mengeluhkan lambannya pelayanan kesehatan.
Mereka mengaku harus menunggu setidaknya dua jam lebih untuk konsultasi dan pemeriksaan dengan dokter yang bertugas.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta masyarakat untuk memahami situasi tersebut lantaran para dokter spesialis dan sub spesialis di RSUD Abepura, RSUD Dok II Jayapura dan RSJ Abepura sedang memperjuangkan tunjangan tambahan penghasilan (TPP) yang disebutnya tidak manusiawi.
Adapun kepastian soal tuntutan TPP tersebut, menurut Ketua Umum IDI Mohammad Adib Khumaidi, akan diputuskan dalam satu atau dua hari ke depan.

Bagaimana pelayanan di rumah sakit?

Direktur RSJ Abepura, dr Ema Come mengakui adanya kekurangan pelayanan meskipun tidak ada penghentian usai aksi demonstrasi pada pekan lalu.
Lala Murib bercerita tiba di klinik RSUD Abepura pukul 07.00 WIT. Ia datang sepagi mungkin untuk memeriksa kondisi anaknya Uli Mabel yang memiliki benjolan di bagian belakang tubuh.
Ia khawatir, benjolan itu adalah tumor.
Begitu sampai di klinik, petugas kesehatan di sana mengatakan akan ada dokter yang melayani. Karena itu dia ditanya tentang keluhan apa saja yang dialami sang anak.
Saat diberi nomor antrean, Lala Murib dan anaknya yang berusia 20 tahun diminta menunggu panggilan.
Tapi sampai kira-kira pukul 10.15 WIT baru namanya dipanggil dokter untuk pemeriksaan.
"Cukup lama kami menunggu dokter," ujar Lala kepada wartawan Musa Abubar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Pasien lainnya, Muhammad Husni Hasnawi, yang menunggu di poliklinik RSUD Abepura justru pernah diminta pulang oleh petugas kesehatan karena alasan tidak ada dokter yang bertugas.
Kejadian itu, kata Husni, terjadi pekan lalu.
Padahal jarak tempat tinggalnya dan rumah sakit cukup jauh.
"Waktu itu saya diminta balik ke RSUD Abepura hari Senin tanggal 4 September karena tidak ada dokter," ucapnya.
"Sudah tiga kali bolak-balik dari Dok V Jayapura ke RSUD Abepura. Saya harap hari ini ada dokter supaya bisa kasih obat," sambungnya.
Husni mengidap kelainan pada kulitnya sehingga harus diberikan obat salep.
Sepanjang berobat di RSUD Abepura, Husni berkata pelayanan kesehatan di sini terbilang cepat.
Ia tak perlu menunggu dua jam lebih seperti sekarang.
"Sebelumnya tidak seperti ini, kalau pasien datang pagi cepat dapat pelayanan," imbuhnya.
Pasien di RSUD Jayapura mengaku harus menunggu setidaknya dua jam lebih untuk konsultasi dan pemeriksaan dengan dokter yang bertugas.
Situasi yang tak jauh berbeda juga terjadi di RSJ Abepura dan RSUD Jayapura.
Salah satu keluarga pasien, Neti Ayu mengantar anaknya untuk pemeriksaan ke RSJ Abepura.
Namun mereka harus menunggu agak lama.
Tiba di rumah sakit pukul 08.00 WIT, akan tetapi baru dipanggil dokter pukul 10.30 WIT.
Adapun Ben Ayomi, pasien yang hendak memeriksan diri ke RSUD Jayapura mengaku harus menunggu dokter kira-kira dua jam lamanya.
Padahal saat itu kondisinya sedang demam.
"Saya datang sejak pukul 08.00 WIT, tetapi baru bisa mendapat pemeriksaan darah pada pukul 10.00 WIT, lalu mendapat resep kemudian mencari obat," kata Ben Ayomi.

Direktur RSJ Abepura akui ada kekurangan pelayanan

Direktur RSJ Abepura, dr Ema Come, mengakui adanya kekurangan pelayanan meskipun tidak ada penghentian usai aksi demonstrasi pada pekan lalu.
Kata dia, pelayanan dijalankan oleh dokter umum. Namun, tetap konsultasi dengan dokter spesialis.
"Sehingga untuk RSJ Abepura, sampai saat ini pelayanan dokter tetap berjalan. Ada juga pernyataan resmi dari Kabid yakni dr Izak bahwa dokter umum siap memback-up pelayanan sesuai kompetensi sampai dokter spesialis mendapat jawaban dari Pemerintah Provinsi Papua," katanya.
Direktur RSJ Abepura, dr Ema Come.
Direktur RSUD Jayapura, drg Aloysius Giyai, berkata pihaknya akan memperjuangkan hak para dokternya ke Pemprov Papua sembari tetap meminta para dokter tetap melakukan pelayanan kesehatan seperti biasa.
"Yang tidak boleh terjadi adalah pasien ditolak, pelayanan tetap jalan. Mau atur pelayanan model apa,tapi pasien tetap dilayani," ujar drg Aloysius.
Dia pun memastikan hingga kini pelayanan dokter di RSUD Jayapura tetap jalan meski tuntutan para dokter tersebut belum dijawab.
Catatan IDI, jumlah dokter spesialis dan sub spesialis di RSUD Dok II Jayapura berjumlah 63 orang.
Sementara di RSUD Abepura total ada 31 dokter spesialis dan empat orang dokter spesialis di RSJ Abepura.

IDI minta masyarakat memahami kondisi dokter

Ketua Umum IDI, Mohammad Adib Khumaidi, mengatakan pasca-aksi demonstrasi sejumlah dokter spesialis dan sub spesialis di tiga rumah sakit di Papua pada pekan lalu, mereka berkomitmen tidak akan menghentikan pelayanan kesehatan.
Pelayanan di poliklinik, Unit Gawat Darurat (UGD), dan tindakan emergency tetap dilakukan.
Kendati, sambungnya, "pada kondisi pasien yang memerlukan kontrol rutin akan ditangani oleh sejawat dokter umum."
Tetapi jika membutuhkan konsultasi spesialis yang lebih mendalam, kata Adib, akan diarahkan ke rumah sakit di luar tiga RS milik pemerintah daerah yang ada di Jayapura.
Soal keterlambatan pelayanan, dia meminta masyarakat untuk memahami situasi tersebut lantaran para dokter spesilis dan sub spesialis di RSUD Abepura, RSUD Dok II Jayapura dan RSJ Abepura sedang memperjuangkan tunjangan tambahan penghasilan (TPP) yang disebutnya tidak manusiawi.
"Jadi harus ditegaskan tidak ada pasien yang terlantar atau terbengkalai," ucapnya kepada BBC News Indonesia.
Adib juga menjelaskan sikap yang ditempuh para dokter spesialis dan sub spesialis di Jayapura, Papua ini bukan tiba-tiba. Tapi dimulai sejak 2021.
Pada tahun itu, mantan Gubernur Lukas Enembe mengeluarkan kebijakan yang disebutnya "cukup baik".
Yakni memberikan insentif berupa tunjangan tambahan penghasilan (TPP) kepada dokter spesialis sebesar Rp15 juta dan sub spesialis sebesar Rp20 juta di luar gaji pokok sesuai dengan golongan.
Meskipun, katanya insentif tersebut sebetulnya masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan ketentuan di Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2019 tentang besaran tunjangan peserta penempatan dokter spesialis dalam rangka pendayagunaan dokter spesialis.
Di aturan itu besaran tunjangannya antara Rp22 juta sampai Rp30 juta tergantung lokasi penempatan.
Tapi meskipun angkanya lebih kecil, kata Adib, para dokter spesialis dan sub spesialis di Papua tidak mempersoalkan.
"Mereka tidak ada yang mempermasalahkan. Bahkan ada teman sejawat hanya berpraktik di satu rumah sakit provinsi saja sudah cukup."
"Dan itu sudah cukup ditambah gaji pokok dan tambahan dari pembagian jasa di BPJS. Meskipun turunnya terlambat."
"Jadi ini kondisi realita yang kami dapatkan. Tapi mereka tidak mempersoalkan."
Kemudian pada 2022 kebijakan TPP berubah dan di tahun ini tidak diatur soal TPP.
Inilah yang diprotes oleh para dokter spesialis dan sub spesialis. Pasalnya mereka diperlakukan layaknya ASN biasa.
Padahal dokter spesialis dan sub spesialis di Papua tidak mengenal jam kerja. Setiap saat, katanya, mereka harus siap jika ada panggilan mendadak di luar jam kerja.
Sementara dokter spesialis dan sub spesialis di Papua tergolong profesi yang langka.
"Kondisi seperti ini tidak tercermin dalam Pergub tahun 2023. Mereka hanya menerima Rp3,5 juta atau Rp3,9 juta. Turunnya sampai 72% ini kan sangat tidak manusiawi."
Pada Minggu (03/09) kemarin, pemerintah provinsi Papua disebut akan melakukan penyesuaian tunjangan para dokter spesialis dan sub spesialis.
Keputusan berapa besarannya akan disampaikan dalam satu atau dua hari ke depan, kata Adib.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berharap pemprov Papua kembali memberikan tunjangan seperti di tahun 2019.
Sebelumnya pada Senin (28/08) sejumlah dokter spesialis dan sub spesialis di RSUD Abepura, RSUD Dok II Jayapura dan RSJ Abepura menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Provinsi Papua.
Mereka membawa spanduk tuntutan dan melakukan orasi dan sempat mengancam tidak akan melayani di luar jam kerja layaknya ASN jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.