Isso Vade: Camilan Pedas yang Menyatukan Sri Lanka

Konten Media Partner
15 Mei 2022 13:07 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Isso Vade: Camilan Pedas yang Menyatukan Sri Lanka
zoom-in-whitePerbesar
Camilan gorengan pedas dari kacang lentil dengan tambahan udang di atasnya sangat disukai oleh masyarakat di seluruh Sri Lanka. Bahkan, makanan ini berhasil menyatukan mereka dari berbagai etnis, agama, dan kelas.Saat kereta berhenti sejenak di stasiun Peradeniya Junction, Sri Lanka tengah, seorang pria yang duduk di seberang saya melompat dari kursinya menuju jendela terbuka.
Kemudian, dia memasukkan ibu jari dan telunjuknya ke mulut dan bersiul keras.
Sesaat kemudian, seorang yang membawa keranjang di atas kepala tiba.
Dengan cepat, penjual itu menyerahkan keranjang yang berisi makanan melalui jendela.
Dengan cepat penumpang itu mengeluarkan gorengan harum dengan sekantong kecil sambal pedas dan meninggalkan uang di keranjang.
Keranjang itu berpindah dari satu penumpang ke penumpang lapar lainnya dan berakhir kembali ke penjual melalui jenderal.
Hanya dalam hitungan menit, kereta kembali melaju dan semua orang duduk kembali ke kursi mereka sambil menikmati hidangan yang bernama isso vade: gorengan yang berbahan baku kacang lentil dengan udang di atasnya-salah satu cemilan jalanan paling lezat yang pernah Anda temukan Sri Lanka.
Isso yang berarti udang, dan vade adalah kue, merupakan makanan yang dicintai di seluruh Sri Lanka.
Popularitas ini mungkin karena bahan-bahannya sangat akrab dan sederhana di mulut masyarakat, seperti kacang lentil, udang, bawang dan daun kari.
Dengan taburan racikan sambal yang pedas dan segar - terbuat dari irisan bawang bombay, tomat, cabai hijau, dan air jeruk nipis - ditambah saus untuk rasa ekstra, setiap gorengan memiliki keseimbangan sempurna antara tekstur renyah, aroma menggiurkan, dan rasa pedas.
Ditambah lagi, harganya sekitar Rp2.500, menyempurnakan makanan ini menjadi suguhan yang murah dan lezat untuk semua kalangan.Gorengan isso vade paling terkenal dijual dari gerobak di sepanjang Galle Face, kawasan pejalan kaki tepi laut Kolombo, ibu kota Sri Lanka.
Setiap malam, ketika angin sepoi-sepoi yang telah melakukan perjalanan bermil-mil melintasi Samudra Hindia akhirnya bertemu daratan dan mendinginkan suhu kota, ribuan orang berkumpul di sini untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman.
Mereka berjalan mondar-mandir di kawasan pejalan kaki, melihat setiap penjual isso vade untuk memutuskan mana yang mau dimakan- biasanya yang ramai dikerumuni orang adalah yang lezat.
Rashintha Rodrigo, salah satu pemilik rantai restoran makanan jalanan Sri Lanka di Inggris, The Coconut Tree, mengenang pengalamannya makan isso vade di Galle Face.
"Saya pergi ke festival layang-layang di Galle Face dengan teman-teman, dan kami selalu makan isso vade bersama.
"Tidak peduli seberapa banyak Anda memakannya, rasanya tidak pernah bosan. Saya pikir itu karena tidak ada yang membuat isso vade di rumah.
"Itu adalah makanan jalanan dan Anda hanya membelinya di luar."Meskipun isso vade sekarang dijual di setiap pantai, tepi laut, stasiun kereta api, atau ruang publik lain tempat orang berkumpul, jajanan pinggir jalan yang sangat disukai ini memiliki cerita tentang sejarah dan budaya kuliner Sri Lanka.Menurut Chef Publis Silva dari Mount Lavinia Hotel, lentil vade (tanpa udang) awalnya diperkenalkan ke Sri Lanka oleh masyarakat India selatan.
Perkenalan ini, katanya, kemungkinan terjadi saat Sri Lanka berada di bawah kekuasaan Inggris, antara tahun 1796 dan 1948, dan buruh India Selatan dibawa untuk bekerja di perkebunan teh.
Para pekerja ini menetap di pegunungan Dataran Tinggi dan mendirikan pemukiman kecil yang nantinya akan diidentifikasi sebagai komunitas Tamil Hill Country.Blogger makanan Sri Lanka, Anoma Wijetunga setuju. Vade, jelasnya, secara tradisional terbuat dari masoor dal (lentil merah), yang tidak tumbuh di Sri Lanka tetapi di India.
Oleh karena itu, makanan ini kemungkinan besar melintasi lautan untuk sampai ke Sri Lanka.
"Buruh yang datang dari India selatan hanya pernah menggunakan dal saat membuat vade," kata Wijetunga.
"Mereka tidak pernah menggunakan udang, dan begitulah cara komunitas ini membuatnya [tambah udang].
"Adapun bagaimana mereka menyebar ke seluruh pulau, saya pikir mungkin ketika para lelaki mulai menjualnya di kereta api.
"Tentu saja, itu juga adalah sesuatu yang datang dari India dan masih terjadi di sana sampai hari ini."Jesmin Arumugam, yang dibesarkan di Hill Country dan merupakan manajer tim pusat di The Tea Leaf Trust, sebuah organisasi pendidikan untuk kaum muda di perkebunan teh Sri Lanka, ingat ibunya membuat vade di rumah setiap festival Hindu.
"Setiap acara, ibu selalu membuat vade, kami selalu memakannya dengan cabai hijau chutney dan secangkir teh susu yang sangat manis," kenangnya.Namun, menurut Chef Silva, yang membuat isso vade unik di Sri Lanka adalah penambahan cabai hijau dan daun kari (karapincha) ke dalam campuran gorengan lentil.
Meskipun karapincha tumbuh di India, masakan Sri Lanka hampir selalu menggabungkan daun-daunan ke dalam hidangan gurih, menciptakan aroma yang khas dan mengugah selera.
Penambahan udang air tawar ke vade juga masuk akal. Meskipun kurang umum dibandingkan udang air laut, jenis ini memiliki kulit yang lebih tebal sehingga tetap baik saat digoreng.
Topping udang juga membuat vade lebih menarik secara visual daripada gorengan biasa. Penggunaan cabai, kata Silva, sebagian besar untuk warna.
"Orang Sri Lanka selalu mengadaptasi setiap makanan asing yang pernah diperkenalkan ke pulau itu. Kami ingin memasukan identitas kami pada makanan baru," katanya.
"Dan kami adalah bangsa yang makan dengan tangan, jadi tekstur isso vade yang berpasir [dari lentil] sangat menyenangkan bagi orang Sri Lanka.
"Kami juga memiliki budaya duduk di luar untuk mengobrol sore hari dengan teman dan tetangga, dan vade memberi kami sesuatu untuk dikunyah saat kami kumpul."
Namun, Sri Lanka kini tengah dihantam krisis ekonomi dan ketidakstabilan politik.
Dengan melonjaknya harga kebutuhan pokok dan penjual tidak mungkin meningkatkan harga untuk makanan jalanan, banyak penjual isso vade yang kini mendapatkan keuntungan yang menurun bahkan merugi.
Ketika sebagian besar memilih mencari pendapatan lain, beberapa berjanji setia untuk terus menjual makanan ini.Mani, seorang penjual vade di Galle Face, telah menyaksikan transformasi Kolombo dari kota kecil menjadi ibu kota yang tanpa istirahat dari balik gerobak jajanannya sejak tahun 1965.
"Saya baru berusia 13 tahun ketika saya mulai membuat isso vade di rumah dan menjualnya untuk membantu keluarga saya.
"Sekarang, kami hanya mendapat untung kecil setiap bulan. Tapi saya tidak akan pernah berdagang lain karena jika saya tidak di Galle Face, pelanggan saya tidak akan makan ini di tempat lain.
"Ini sesuatu yang bisa saya banggakan," katanya.
Saya sendiri memiliki kenangan indah saat menggigit bagian luarnya yang renyah, rasa lentil yang dibumbui dengan baik dan lembut di tengah dengan rasa lezat dari bawang cincang, daun kari, dan udang gurih yang digoreng bersama cangkangnya.
Sungguh luar biasa jika berpikir bahwa vade, dalam bentuk aslinya, menyeberangi lautan dengan komunitas imigran untuk tiba di pulau kecil yang jauh dari rumah.
Tidak ada yang tahu bahwa camilan pedas ini akan terus menyatukan orang-orang Sri Lanka lintas etnis, agama, dan kelas saat mereka duduk bersama teman-teman untuk menyaksikan matahari terbenam.Jika jajanan enak ini tak mampu bertahan dari krisis ekonomi, bukan hanya jajanan pinggir jalan dan mata pencaharian yang terancam, tapi dua abad sejarah makanan ini akan hilang bersamanya.
---
Versi bahasa Inggris dari artikel ini,Isso vade: The spicy snack that unites Sri Lankabisa Anda baca di laman BBC Travel.