Kenapa Orang dengan Profesi dan Hobi Tertentu Dianggap Membosankan dan Dijauhi?

Konten Media Partner
18 Mei 2022 18:42 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kenapa Orang dengan Profesi dan Hobi Tertentu Dianggap Membosankan dan Dijauhi?
zoom-in-whitePerbesar
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bayangkan Anda berada di sebuah pesta dan teman Anda memanggil Anda untuk bertemu sepupu mereka, Barbara.
Mereka membumbui perkenalan Anda dengan Barbara bahwa dia tinggal di kota kecil dan bekerja sebagai periset data untuk sebuah agen asuransi. Hiburan favorit Barbara, menurut teman-teman Anda, adalah menonton televisi.
Anda mungkin mengeluh bagaimana pertemuan itu terjadi. Keluhan itu barangkali juga menunjukkan reaksi Anda saat mendengar seseorang yang bekerja dengan data menghabiskan waktu untuk menyaksikan program televisi tak berkualitas.
Menurut penelitian terbaru, masyarakat memiliki banyak prasangka tentang ciri-ciri seseorang. Itu pada akhirnya yang membentuk stereotip.
Seperti stereotip lainnya, bias ini mungkin keliru dan memicu konsekuensi yang sangat negatif.
Banyak orang secara kasar menganggap sejumlah individu cocok dengan stereotip 'membosankan'. Orang-orang yang dianggap kurang kompeten dan kaku jika dibandingkan orang pada umumnya.
Publik kerap secara tidak adil menghindar berinteraksi dengan sekelompok individu ini, bahkan sebelum mereka mengeluarkan sepatah kata pun.
"Mereka terpinggirkan," kata Wijnand van Tilburg, psikolog sosial eksperimental di University of Essex, Inggris, yang memimpin riset terbaru itu.
Penelitian itu mungkin membuat kita mempertimbangkan kembali asumsi kita sebelum bertemu orang seperti Barbara.
Saat bertemu seseorang dengan pikiran negatif, Anda mungkin tidak akan memiliki percakapan yang menyenangkan. Pikiran dan hati yang lebih terbuka, di sisi lain, lebih memungkinkan persahabatan berkembang.
Riset terbaru ini menawarkan beberapa saran agar kita memiliki kesan pertama yang lebih positif saat bertemu orang-orang baru.

Penelitian yang mengejutkan

Riset yang dilakukan van Tilburg dibangun di atas minat ilmiah lebih dari dua dekade terhadap persepsi orang pada kebosanan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi dan penilaian tersebut adalah salah satu perasaan yang paling menyiksa dan sangat berpengaruh pada perilaku kita.
Pada tahun 2014, misalnya, para peneliti di University of Virginia, AS, meminta responden menghabiskan 15 menit di sebuah ruangan dengan perabotan yang minim. Para responden tidak membawa ponsel, komputer atau bahan bacaan apa pun, tapi ada perangkat yang jika ditekan akan memberikan kejutan listrik.
Terlepas dari rasa sakit nyata yang akan ditimbulkannya, 18 dari 42 peserta memutuskan untuk setidaknya sekali menekan tombol perangkat itu demi menghilangkan kebosanan.
Setiap rangsangan, bahkan yang memicu ketidaknyamanan fisik, lebih baik daripada tidak berinteraksi dengan lingkungan sama sekali.
Anda mungkin bertanya-tanya apakah reaksi itu hanya muncul dalam percobaan tadi. Namun ternyata reaksi itu juga terlihat dalam situasi lain.
Dalam sebuah penelitian selanjutnya, peserta dipaksa menonton film membosankan yang memutar adegan 85 detik yang sama secara berulang selama satu jam. Saat diberi kesempatan, banyak peserta yang memilih bermain dengan perangkat yang mengeluarkan sengatan listrik yang tidak nyaman.
Perilaku seperti itu mungkin tampak aneh. Namun menurut James Danckert, seorang profesor ilmu saraf kognitif di University of Waterloo, Kanada, penelitian ini menunjukkan betapa kuatnya kebosanan mendorong kita untuk mencari rangsangan baru - sesuatu yang dapat memiliki manfaat besar dalam kehidupan sehari-hari.
Saat kita menjalani kehidupan, kata Danckert, kita harus terus-menerus memilih antara memanfaatkan situasi yang ada atau menjelajahi peluang lain.
Setelah melakukan perilaku yang sama terlalu lama tanpa imbalan berarti, kebosanan memaksa kita mengubah alur ketimbang tetap terjebak dalam kebiasaan.
Penelitian Danckert menunjukkan bahwa perasaan bosan sangat menyiksa ketika kita secara sadar diingatkan akan sumber rangsangan potensial lain yang bisa kita jelajahi.
Orang merasa jauh lebih sulit untuk duduk di ruangan tanpa melakukan apa-apa jika mereka dapat melihat puzzle yang belum selesai atau Lego yang tidak boleh mereka sentuh.
Ini mungkin menjelaskan mengapa kebosanan menghadiri sebuah pesta begitu tak tertahankan, bahkan saat kita bisa mendengar semua percakapan seru lainnya di sekitar kita.
Walau kita diwajibkan untuk mendengar tentang detail terkecil dari pekerjaan kenalan baru kita, kita kehilangan kesempatan untuk membuat hubungan sosial yang lebih dalam dengan seseorang yang akan jauh lebih cocok dengan kepribadian kita.
Dalam istilah psikologis, kita menjadi sadar akan semua "peluang" yang muncul dari percakapan.
Kita mungkin pernah terjebak dalam pertemuan dengan seseorang yang membosankan.

Orang-orang yang biasa dianggap membosankan

Mengingat betapa menderitanya menghadapi rasa bosan, wajar jika kita menghindari interaksi yang tidak menguntungkan itu.
Sayangnya, manusia memiliki kecenderungan yang menjengkelkan untuk menilai orang secara tidak adil berdasarkan informasi yang tidak lengkap.
Ini berarti bahwa kita akan sering memutuskan bahwa seseorang akan membosankan bahkan sebelum mereka sempat memicu minat kita.
Dalam serangkaian penelitian yang diterbitkan awal tahun ini, Van Tilburg mengidentifikasi stereotip yang memicu respons ini. Temuannya mungkin membuat kita semua berhenti sejenak setiap kali kita membuat penilaian cepat tentang kepribadian seseorang.
Berkolaborasi Eric Igou dari University of Limerick dan Mehr Panjwani dari London School of Economics and Politics, Van Tilburg pertama-tama meminta sekelompok 115 penduduk AS untuk menggambarkan hal yang mereka kaitkan dengan orang yang membosankan.
Dari tanggapan awal ini, tim peneliti membuat daftar berisi 45 karakteristik pribadi, 28 pekerjaan, dan 19 hobi.
Para peneliti kemudian meminta kelompok yang terdiri dari lebih dari 300 orang untuk menilai masing-masing pada skala satu (tidak membosankan sama sekali) sampai tujuh (sangat membosankan).
Hasil riset ini sangat gamblang. Menurut para responden, pekerja entri data, akuntan, dan petugas pajak adalah orang-orang yang paling membosankan. Hobi yang dianggap membosankan antara lain pergi ke gereja, menonton televisi, dan tidur.
Dalam hal kepribadian, orang membosankan adalah yang berpikiran tertutup dan tidak memiliki selera humor atau pendapat yang kuat tentang masalah apa pun. Mereka juga dianggap sebagai pengeluh yang terlalu negatif.
Tim selanjutnya ingin memahami konsekuensi dari stereotip ini, termasuk potensinya untuk menciptakan isolasi sosial. Untuk melakukannya, tim peneliti membuat serangkaian sketsa berdasarkan fitur yang diselidiki dalam penelitian sebelumnya.
Salah satunya adalah deskripsi seseorang bernama Brian, yang adalah seorang pekerja entri data di sebuah perusahaan akuntansi yang hobi utamanya menonton TV. Citra itu sangat cocok dengan stereotip membosankan.
Ini kontras dengan citra Paul, seorang seniman dari surat kabar lokal yang suka berlari, berkebun, dan membaca, yang kombinasi detail pribadinya secara umum dianggap tidak terlalu membosankan.
Tim peneliti kemudian menanyai responden tentang seberapa besar mereka menyukai setiap karakter dan apakah mereka akan secara aktif mencoba untuk menghindari pertemuan dengan dua sosok tadi.
Para peserta bahkan ditanya berapa banyak uang yang harus mereka bayarkan untuk menghabiskan satu minggu hidup mereka dengan orang itu.
Seperti yang Anda duga, karakter fiksi yang memenuhi kriteria stereotip membosankan tidak diperlakukan dengan baik.
Secara umum, orang-orang cenderung tidak ingin bertemu Brian daripada Paul. Dan untuk mengatasi kebosanan itu dalam jangka waktu yang lama, para peserta membutuhkan uang hampir tiga kali lipat.
"Mereka benar-benar mencari kompensasi untuk bergaul dengan orang-orang ini dan itu menunjukkan bahwa ada semacam biaya psikologis untuk itu," kata Van Tilburg.
Jika Anda mempertimbangkan penelitian yang menunjukkan bahwa orang lebih suka mengalami rasa sakit daripada kebosanan, masuk akal jika Anda memerlukan balasan untuk mengimbangi ketidaknyamanan dan untuk menebus semua pengalaman lain yang lebih menarik, yang mungkin Anda lewatkan.
Hobi seperti berkebun dianggap lebih tidak membosankan ketimbang menonton televisi.

Bagaimana menjadi individu yang menarik?

Kita semua bisa belajar dari penelitian ini. Asumsi spontan Anda bahwa orang-orang dari profesi atau hobi tertentu pada dasarnya membosankan dapat mencegah Anda menjalin hubungan yang dalam dan bermakna.
Dan jika Anda menjajaki sebuah kencan, prasangka negatif Anda mungkin menghentikan Anda memenuhi potensi cinta dalam hidup Anda.
Dengan hanya menjadi sedikit lebih berpikiran terbuka, Anda mungkin menemukan minat dan persahabatan di tempat yang tidak Anda duga sebelumnya.
Penelitian Van Tilburg adalah berita yang lebih buruk jika Anda mencentang beberapa kotak ini sendiri.
Untungnya, dia memiliki beberapa tips yang mungkin membantu orang-orang dengan profil seperti Brian untuk menghindari penilaian yang tidak baik.
Masukan pertama, kata Van Tilburg, adalah mempertimbangkan apakah Anda dapat membingkai ulang deskripsi pekerjaan Anda.
Pada pandangan pertama, orang yang bekerja menganalisis data mungkin terlihat membosankan, tapi mungkin Anda berkontribusi pada upaya yang lebih besar, seperti penelitian ilmiah.
Secara umum, para ilmuwan dianggap jauh lebih tidak membosankan daripada pekerja data. Jadi menekankan elemen ilmiah dari pekerjaan Anda dapat membantu menghindari bias orang.
Jika itu tidak memungkinkan, Anda dapat membuka tentang kehidupan pribadi Anda. Ingat bahwa membosankan, secara umum, dianggap berpikiran tertutup dengan sedikit gairah.
Lagi pula, hampir semua orang menikmati televisi dan jika Anda menyebut itu sebagai satu-satunya hobi Anda, Anda pasti akan tampak membosankan.
Apakah Anda memiliki obsesi yang lebih individual? Hal-hal seperti berkebun, menulis jurnal, memancing, dan merajut semuanya dipandang secara relatif positif.
Semakin banyak contoh yang Anda berikan, semakin besar kemungkinan Anda akan menemukan kesamaan dengan orang lain. "Saya pikir penting untuk menampilkan berbagai kegiatan," kata Van Tilburg.
Tips lainnya, Anda bisa mempelajari seni percakapan. Hal-hal seperti pekerjaan Anda atau masa lalu Anda tidak akan berarti apa-apa jika Anda gagal menciptakan dialog yang bermakna.
"Orang yang membosankan sebenarnya banyak bicara, tapi mereka tidak argumentatif," kata Van Tilburg.
Jangan ragu untuk mengungkapkan pendapat Anda sendiri, tapi pastikan Anda memberi orang lain banyak kesempatan untuk mengungkapkan pendapat mereka juga. Pastikan juga untuk mengajukan banyak pertanyaan yang menarik orang lain keluar dari diri mereka sendiri. Seiring waktu, kenalan baru Anda mungkin melupakan semua prasangka mereka.
Jika tidak ada yang berhasil, maka jangan anggap perasaan tidak enak ini sebagai serangan terhadap pribadi Anda. Van Tilburg menunjukkan bahwa orang lebih mungkin menerapkan stereotip negatif kepada orang lain ketika mereka merasa terancam.
Dengan menilai Anda secara tidak adil untuk pekerjaan atau hobi Anda, seseorang mungkin hanya menutupi rasa tidak aman mereka. Kebosanan, seperti keindahan, terletak di dalam pikiran.
---
David Robson adalah penulis buku berjudul The Expectation Effect: How Your Mindset Can Transform Your Life.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris diBBC Worklife