Kepolisian Iran Selidiki Video Polisi Menembak Pengunjuk Rasa dari Jarak Dekat

Konten Media Partner
3 November 2022 21:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepolisian Iran Selidiki Video Polisi Menembak Pengunjuk Rasa dari Jarak Dekat
zoom-in-whitePerbesar
Kepolisian Iran mengatakan sedang menyelidiki satu video yang menunjukkan anggotanya "memukuli dan menembak" seorang pengunjuk rasa anti-pemerintah di Teheran.
Dalam potongan video yang diunggah di media sosial pada Selasa (2/11/2022), puluhan polisi menendang dan memukul dengan tongkat seorang pria hingga tergeletak di jalan.
Pria itu juga ditabrak oleh seorang petugas yang mengendarai sepeda motor sebelum petugas lain menembakkan pistol ke arah pria tersebut dari jarak dekat.
Kelompok hak asasi manusia menyebut tindakan itu adalah kejadian yang mengerikan bahwa kekejaman aparat keamanan Iran tidak mengenal batas.
"Di tengah krisis impunitas, mereka diberi kebebasan untuk memukuli dan menembak pengunjuk rasa secara brutal. Dewan Hak Asasi Manusia PBB harus segera menyelidiki kejahatan ini," begitu cuitan Amnesty International.
Pernyataan polisi yang diterbitkan oleh kantor berita garis keras Tasnim pada Rabu (3/11) mengatakan, perintah telah dikeluarkan untuk "menyelidiki waktu dan tempat dari insiden tersebut serta mengidentifikasi para pelaku".
"Polisi tidak menyetujui perlakuan kasar dan tidak konvensional, petugas polisi yang melanggar pasti akan diproses sesuai hukum," tambahnya.
Tidak jelas apa yang terjadi pada pria yang diserang dalam insiden tersebut.

Berawal kematian Mahsa Amini

Protes anti-pemerintah pecah enam minggu lalu, sebagai respons atas kematian Mahsa Amini di dalam tahanan, seorang perempuan muda yang dituduh polisi moral mengenakan jilbab "secara tidak benar".
Ada laporan bahwa petugas memukul kepalanya dengan tongkat dan membenturkannya ke sisi kendaraan. Polisi membantah menganiayanya dan mengatakan, Mahsa Amini mengalami serangan jantung.
Demonstrasi pertama terjadi setelah pemakaman Mahsa Amini, ketika para perempuan melepas jilbab mereka sebagai bentuk solidaritas.
Sejak itu aksi serupa menyebar ke lebih dari 130 kota dan menjadi salah satu tantangan paling serius bagi para ulama sejak Revolusi Islam 1979.
Organisasi hak asasi manusia Iran yang berbasis di Norwegia mengatakan pada Rabu (3/11) setidaknya 277 pengunjuk rasa, termasuk 40 anak-anak, telah dibunuh oleh pasukan keamanan.
Pihak berwenang membantah terlibat dalam pembunuhan para pengunjuk rasa, alih-alih menyalahkan "penyusup" dan "teroris" yang didukung asing.
Sebuah surat kabar yang dikelola pemerintah melaporkan, 35 anggota keamanan tewas selama kerusuhan.
Lebih dari 14.000 pengunjuk rasa juga dilaporkan ditahan.
Di antara mereka ada rapper Toomaj Salehi. Jaksa di Kota Isfahan mengatakan, dia didakwa atas sangkaan "propaganda melawan kemapanan politik", "kerja sama dengan negara-negara yang berkonflik" dan "mengumpulkan kelompok-kelompok ilegal dengan tujuan merusak keamanan nasional".
Pada Rabu (3/11), media pemerintah mengeluarkan rekaman yang konon menunjukkan penangkapan sang rapper.
Seorang pria yang mengidentifikasi dirinya sebagai Salehi terlihat ditutup matanya dan duduk di lantai.
Dengan suara gemetar, dia berkata dia "membuat kesalahan" ketika di salah satu videonya dia mengatakan kepada pasukan keamanan untuk melarikan diri.
Pegiat kebebasan berekspresi Article 19 mencuit bahwa "sangat terganggu dengan media pemerintah Iran menyebarkan pengakuan rapper Toomaj Salehi yang jelas berada di bawah tekanan".
"Salehi tidak melakukan apa-apa selain mempratikkan kebebasan berpendapat. Dia harus dibebaskan," sambung mereka.
Tahanan terkenal lainnya adalah aktivis kebebasan berbicara, blogger dan kontributor Wall Street Journal Hossein Ronaghi.
Dia telah memberi tahu keluarga dan teman-temannya bahwa kedua kakinya patah di penjara dan dia melakukan mogok makan selama 37 hari.