Klaim Menyesatkan Soal 15.000 Demonstran Iran Dihukum Mati Ramai di Media Sosial

Konten Media Partner
19 November 2022 10:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lebih dari 15.000 pengunjuk rasa telah ditahan oleh otoritas Iran sejak demonstrasi berlangsung pada September lalu.
zoom-in-whitePerbesar
Lebih dari 15.000 pengunjuk rasa telah ditahan oleh otoritas Iran sejak demonstrasi berlangsung pada September lalu.
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, menghapus unggahan di sosial media yang berisi klaim menyesatkan bahwa otoritas Iran telah menjatuhkan hukuman mati kepada 15.000 pengunjuk rasa yang ditahan.
Unggahan itu menjadi viral di Twitter, Instagram, Reddit dan TikTok pekan ini.
Sejauh ini, lebih dari 15.000 demonstran diperkirakan telah ditahan dalam sejumlah aksi protes, dengan lebih dari 2.000 orang didakwa secara resmi, dan lima orang dijatuhi hukuman mati.
Setidaknya 20 pengunjuk rasa saat ini menghadapi dakwaan hukuman mati, mengutip laporan resmi organisasi Hak Asasi Manusia di Norwegia.
Mayoritas dari demonstran yang ditahan itu belum masuk ke pengadilan.
"Kanada mengecam keputusan biadab rezim Iran untuk menjatuhkan hukuman mati pada hampir 15.000 demonstran," demikian cuitan di akun resmi Trudeau pada Selasa dini hari, sebelum akhirnya dihapus.
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, menghapus unggahan di sosial media yang berisi klaim menyesatkan bahwa otoritas Iran telah menjatuhkan hukuman mati kepada 15.000 pengunjuk rasa yang ditahan.
Juru bicara Trudeau kemudian mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada BBC: "Informasi dalam unggahan itu berasal dari laporan awal yang tidak lengkap dan tidak memiliki konteks yang jelas Karena itu, telah dihapus."
Ketika ditanya oleh BBC dari mana klaim itu berasal, juru bicara Perdana Menteri mengatakan, "Itu berdasarkan pada laporan serius yang diangkat oleh pembela hak asasi manusia yang memperingatkan kemungkinan adanya hukuman, termasuk hukuman mati, yang dikenakan kepada ribuan pengunjuk rasa di Iran yang telah ditahan."
Sebuah laporan yang diterbitkan majalah berita mingguan Newsweek pada Selasa lalu menyebutkan parlemen Iran telah "mendukung penjatuhan hukuman mati bagi pengunjuk rasa". Klaim itu diperoleh dari pengguna di Twitter dan Instagram yang terkemuka.
Laporan tersebut kemudian diperbarui dengan klarifikasi bahwa parlemen sebenarnya telah "mengeluarkan surat yang ditandatangani oleh mayoritas anggota yang menyerukan hukuman berat terhadap pengunjuk rasa".
BBC telah berupaya menghubungi Newsweek untuk miminta tanggapan soal pembetulan laporan tersebut.
Sebuah meme yang telah tersebar luas di Instagram mengklaim "Iran menghukum mati 15.000 demonstran — sebagai bentuk 'pelajaran keras' kepada semua pemberontak".
Aktris asal AS, Viola Davis termasuk di antara selebriti yang membagikan meme tersebut, meskipun belakangan dia menghapus unggahan itu.
Sebuah meme yang telah tersebar luas di Instagran mengklaim "Iran menghukum mati 15.000 demonstran --sebagai bentuk 'pelajaran keras' kepada semua pemberontak".
Klaim menyesatkan tentang 15.000 orang dihukum mati didasarkan pada perkiraan akurat dari jumlah orang yang ditahan oleh otoritas Iran selama protes besar-besaran berlangsung di negara itu, dan kekeliruan interpretasi atas tuntutan anggota parlemen garis keras serta kepala pengadilan untuk menjatuhkan hukuman berat kepada para pengunjuk rasa.
Sejumlah aksi protes ini merebak menyusul kematian Mahsa Amini pada September lalu usai ditahan polisi moral atas tuduhan melanggar aturan yang mewajibkan perempuan menutup rambut mereka dengan jilbab.
Tapi Iran menanggapi aksi demonstrasi tersebut dengan brutal. Para pemimpin Iran menggambarkan aksi unjuk rasa itu sebagai "kerusuhan" yang dipicu oleh musuh asing Iran.
Setidaknya 326 pengunjuk rasa, termasuk 43 anak-anak, dan 25 perempuan terbunuh, menurut organisasi HAM di Iran.
Kantor Berita Aktivis Hak Asasi Manusia Iran (HRANA), yang berbasis di luar negeri, menyebutkan jumlah korban tewas mencapai 344 orang, termasuk 52 anak-anak, dan 15.820 pengunjuk rasa telah ditahan.
Kelompok HAM memperingatkan otoritas Iran mungkin merencanakan "eksekusi tergesa-gesa" dan hukuman penjara yang panjang.
Peradilan di Iran telah berulang kali dikritik karena merampas hak terdakwa atas proses peradilan yang adil, akses tak terbatas kepada pengacara dan proses hukum.
Pekan lalu, Kepala Peradilan Iran Gholamhossein Mohseni-Ejei menyatakan bahwa "pelaku utama" harus diidentifikasi sesegera mungkin dan menjatuhkan hukuman yang akan memberikan efek jera kepada orang lain.
Dia juga memperingatkan bahwa "perusuh" bisa didakwa dengan "moharebeh" atau permusuhan terhadap Tuhan, serta "efsad fil-arz" atau korupsi di dunia, serta "baghy" atau pemberontakan bersenjata -- yang semuanya bakal berujung pada hukuman mati.
Mereka yang memiliki dan menggunakan senjata atau senpi, mengganggu keamanan nasional, atau membunuh seseorang dapat dikenakan "qisas" atau pembalasan setimpal, kata Gholamhossein Mohseni-Ejei.
Mayoritas pengunjuk rasa tidak bersenjata dan menggelar aksinya dengan damai.
Pada awal bulan ini, kantor berita resmi Irna, melaporkan bahwa 227 dari 290 anggota parlemen Iran mengeluarkan pernyataan kepada pengadilan menuntut "tindakan tegas" terhadap mereka yang "menghasut" dan "qisas" bagi mereka yang "berperang" terhadap negara, yang mana berpotensi dijatuhi hukuman mati.
Menyusul gelombang kecaman dari dunia internasional dan di dalam negeri, agen Iran yang berafiliasi dengan parlemen membantah laporan bahwa anggota parlemen telah mengeluarkan pernyataan yang menuntut eksekusi, meskipun beberapa anggota parlemen garis keras telah mengonfirmasi nama mereka dalam pernyataan tersebut.
Kantor berita resmi Irna, melaporkan bahwa 227 dari 290 anggota parlemen Iran mengeluarkan pernyataan kepada pengadilan menuntut "tindakan tegas" terhadap mereka yang "menghasut".
Pernyataan anggota pemimpin parlemen itu menyebabkan tersebarnya klaim menyesatkan bahwa parlemen telah memilih untuk menjatuhkan hukuman mati kepada seluruh pengunjuk rasa yang ditahan.
Kewenangan untuk mengadili dan menghukum mereka kini berada di tangan pengadilan.
Iran termasuk salah satu negara dengan tingkat eksekusi tertinggi dari negara pun di dunia. Negara itu telah mengeksekusi 6.885 orang sejak 2010, atas kasus pembunuhan dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau narkotika, menurut organisasi HAM di Iran.
Rezim sebelumnya banyak dikecam, karena eksekusi massal tahanan politik.
Pada 1988, setelah ketetapan dari mendiang pendiri Republik Islam Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, pihak berwenang diperkirakan telah mengeksekusi antara 2.800 dan 5000 laki-laki dan perempuan, yang kemudian dikubur massal tanpa tanda apapun -- dalam apa yang disebut oleh kelompok HAM sebagai kejahatan melawan kemanusiaan.
Jumlah pasti dari mereka yang dieksekusi masih belum diketahui hingga sekarang.
Dalam pernyataan kepada BBC, juru bicara Perdana Menteri Kanada mengatakan: "Pemerintah kami terus mendukung rakyat Iran dan mengambil tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk meminta pertanggung jawaban rezim dan pendukungnya".