Miliarder Rusia yang Berani Menentang Putin

Konten Media Partner
13 Agustus 2022 10:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Miliarder Rusia yang Berani Menentang Putin
zoom-in-whitePerbesar
Boris Mints adalah salah satu dari segelintir pengusaha kaya Rusia yang berani menentang Presiden Vladimir Putin serta keputusannya menginvasi Ukraina.
Selama perang berlangsung, mayoritas figur terkemuka di negara itu memilih diam dan menghindari mengkritik Kremlin.
Menurut Mints, penyebabnya sederhana: “Mereka semua takut.”
Kremlin dikenal tidak segan menindak orang-orang yang kritis terhadap Putin, bahkan mengontrol konten di saluran berita Rusia.
Unjuk rasa tanpa izin juga telah dilarang di negara itu sejak 2014.
Mints mengatakan “siapa pun” yang mengkritik Putin secara terbuka “patut khawatir akan keselamatan pribadi”.
Melalui wawancara email, Mints mengatakan kepada BBC, "Saya tidak berniat tinggal di shelter bom seperti yang dilakukan Putin."
Pria berusia 64 tahun itu meraup kekayaannya lewat perusahaan investasi O1 Group yang dia dirikan pada 2003, lalu dijual pada 2018.
Menurut Mints, “cara biasa” untuk menghukum pebisnis di Rusia karena “intoleran” terhadap rezim Putin adalah dengan “merekayasa kasus pidana terkait bisnis mereka”.
“Kasus pidana palsu itu tidak hanya berdampak pada pengusaha itu sendiri, tetapi juga keluarga dan karyawan-karyawannya,” kata Mints.
“Setiap pemimpin perusahaan yang independen dari [Putin] dipandang sebagai ancaman karena bisa saja membiayai oposisi atau memupuk protes, sehingga mereka dianggap sebagai musuh Putin sekaligus musuh negara,” tambahnya.

Risiko terang-terangan menentang Putin

Mints secara terbuka menentang kebijakan Putin pada 2014 setelah aneksasi Krimea dari Ukraina.
Dia harus meninggalkan Rusia dan pindah ke Inggris pada 2015 di saat "penindakan terhadap oposisi politik meningkat". Pada tahun yang sama, Boris Nemtsov ditembak mati.
Nemtsov adalah musuh bebuyutan Putin. Pembunuhannya pada 2015 merupakan pembunuhan politis yang paling disorot sejak Putin berkuasa.
Pihak berwenang menyangkal keterlibatan apa pun dalam kasus itu.
Dua tahun kemudian, perusahaan investasi 01 Group yang saat itu dimiliki oleh Mints menyadari bahwa “perusahaan terlibat konflik terbuka melawan Bank Sentral Rusia” dan menghadapi proses hukum di beberapa yurisdiksi berbeda.
“Ketika hal semacam itu terjadi, itu semacam sinyal bahwa seseorang harus segera meninggalkan negara itu,” kata dia.
Mints masih menjadi subjek gugatan hukum oleh Kremlin karena menyarankan orang-orang kaya Rusia yang kontra dengan Putin mengambil "langkah berani" dengan "pergi diam-diam ke pengasingan", sambil mencontohkan kasus Mikhail Khodorkovsky yang pernah menjadi orang terkaya Rusia.
Khodorkovsky berujung dipenjara selama hampir satu dekade atas tuduhan penipuan dan pengemplangan pajak yang dia klaim bermotif politik.
Boris Mints pernah bekerja di bawah pemerintahan Boris Yeltsin (kanan), tetapi dia dipecat oleh Vladimir Putin (kiri) beberapa hari setelah Putin menjabat.
Dua oligark paling terkemuka di Rusia, Mikhail Fridman dan Oleg Deripaska berhenti mengkritik Putin usai secara terpisah menyerukan perdamaian di Ukraina.
Fridman, yang merupakan seorang bankir miliarder, mengatakan setiap pernyataan pribadi bisa berisiko tidak hanya bagi dirinya sendiri, namun juga untuk karyawan dan rekan-rekannya.
Namun Mints bersama taipan Rusia, Oleg Tinkov –pendiri Tinkoff Bank—mengecam invasi tersebut.
Mints menyebut tindakan Putin “keji” dan menilai invasi itu sebagai “peristiwa paling tragis dalam sejarah baru-baru ini, tidak hanya di Ukraina dan Rusia, tapi juga secara global”.
Dia membandingkan invasi itu dengan invasi Adolf Hitler ke Polandia pada 1939.
“Perang ini adalah wujud kegilaan dari seseorang yang juga haus kekuasaan, Vladimir Putin, yang didukung oleh orang-orang sekitarnya,” kata Mints.
BBC telah menghubungi Kremlin untuk meminta tanggapan terkait ini.

'Dipecat sehari setelah bertemu'

Mints pertama kali diperkenalkan kepada Putin pada awal 1990-an, namun keduanya baru benar-benar berbincang pada 2 Januari 2000, tepatnya dua hari setelah Putin diangkat sebagai Pelaksana tugas Presiden Rusia.
Mints yang bekerja di bawah mantan Presiden Rusia Boris Yeltsin pada era 1990-an tertarik membahas rencana mereformasi pemerintah daerah untuk mewujudkan demokrasi Rusia abad ke-21.
“Putin mendengar saran saya tanpa mengomentari atau mendebat. Esok harinya, Putin memecat saya,” kata dia.
Dia lalu menyadari bahwa visi Putin terhadap Rusia “jauh berbeda” dibanding pemerintahan sebelumnya.
Tiga tahun kemudian, setelah meninggalkan politik, Mints mulai menjadi broker saham untuk klien-klien pribadi.
Sejauh ini, usai invasi Rusia, Mints juga belum disanksi oleh pemerintah Inggris. Berbeda dengan pengusaha-pengusaha Rusia lainnya yang teridentifikasi dekat dengan Kremlin.
Meski demikian, namanya muncul dalam "daftar Putin" yang dirilis AS pada 2018.
Dari 210 nama di daftar itu, 114 di antaranya terdaftar sebagai pejabat pemerintah dan yang terkait, atau pengusaha-pengusaha kunci.
Sebanyak 96 orang lainnya, termasuk Mints, terdaftar sebagai oligark yang sepertinya lebih mempertimbangkan fakta bahwa mereka memiliki kekayaan lebih dari US$1 miliar (Rp14,7 triliun) dibanding hubungan dekat mereka dengan Kremlin.
Mints juga pernah masuk ke dalam daftar miliarder dunia versi Forbes pada 2017 dengan total kekayaan sebesar US$1,3 miliar (Rp19,1 triliun).
Namun Mints menolak sebutan oligark.
“Tidak semua pengusaha Rusia pro-Putin dan tidak semua orang kaya Rusia adalah ‘oligark’,” kata dia.
“Di Rusia, oligark berarti pebisnis yang erat dengan Putin, sehingga sebagian besar kekayaan dan keuntungan bisnisnya bergantung pada kerja sama dengan negara.”
“Rusia bukan hanya ladang minyak dan tambang aluminium. Ini adalah negara berpenduduk 140 juta jiwa. Orang-orang di sana sama seperti di tempat lain dengan kebutuhan yang tidak berbeda dengan orang-orang di negara Barat.”
Mints yang sekarang tinggal di Inggris telah merasa nyaman tanpa perlu pengamanan khusus untuk menjaga dirinya dan keluarganya. Untuk saat ini, dia juga tidak berencana pulang ke Rusia.