Penyintas Gempa Cianjur Dihantui Trauma: Saya Menangis Terus Jika Ingat Anak

Konten Media Partner
29 November 2022 7:10 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Safa Marwah digendong ibunya, Wanda Maulida, di lokasi pengungsian di Kecamatan Cugenang, Cianjur. Ayah Safah meninggal akibat gempa pada 21 November 2022 lalu.
zoom-in-whitePerbesar
Safa Marwah digendong ibunya, Wanda Maulida, di lokasi pengungsian di Kecamatan Cugenang, Cianjur. Ayah Safah meninggal akibat gempa pada 21 November 2022 lalu.
Memasuki pekan kedua gempa Cianjur, pemerintah Indonesia mengaku membutuhkan sedikitnya 500 tenaga ahli untuk melakukan dukungan kesehatan jiwa psikososial atau 'trauma healing' bagi warga yang terdampak.
Mulai Senin (28/11/2022), sejumlah kementerian terkait akan menurunkan tim - terdiri psikiater, psikolog dan perawat jiwa - di berbagai lokasi pengungsian untuk mendampingi para penyintas, utamanya anak-anak dan kaum perempuan.
Organisasi Save The Children mengatakan "sangat banyak" anak-anak korban gempa rentan mengalami "stres akut", walaupun setiap anak memiliki reaksi berbeda.
Saat ini sebagian besar pengungsi, yang diantaranya menghuni tenda-tenda tidak layak dan menumpang di rumah keluarga di luar lokasi terdampak, mengaku dihantui trauma.
Pemerintah telah menganjurkan supaya para penyintas kembali ke rumahnya masing-masing yang tidak rusak strukturnya, di tengah belum optimalnya pembagian tenda bagi pengungsi.
Lebih dari 133.000 pengungsi tersebar di sekitar 450 titik, dan lebih dari 100 adalah tempat pengungsian mandiri alias atas inisiatif warga sendiri.
Di salah-satu lokasi terdampak gempa di Cianjur, satu keluarga berada di atas tempat tidur yang disulap menjadi tempat mengungsi.

'Saya menangis terus, ingat anak saya' - kisah Imas yang kehilangan anaknya

Imas, warga Desa Gintung, Cianjur, dihantui trauma setelah ditinggal mati anaknya yang berusia delapan tahun akibat gempa.
"Kemarin, saya nangis-nangis, pas [jenazah] anak saya ketemu hari Jumat (25/11), saya keingat terus, saya nangis terus," Imas tak kuasa menahan getaran suaranya.
"Anak saya yang kecil juga sering nangis, mungkin kayak ibunya, masih ingat [kematian kakaknya]."
Perempuan 34 tahun ini kemudian memboyong dua anaknya ke rumah saudaranya di Desa Cirumput, yang disebutnya "lebih aman".
Sebelum meninggalkan kampungnya, Imas dan keluarga besarnya tinggal di tenda yang "bocor saat hujan" dan "banyak nyamuk saat malam".
Imas memegangi boneka kesayangan Ashika Nur Fauziah saat menunggu putrinya itu dievakuasi dari reruntuhan bangunan.
Kini, di 'rumah' barunya, Imas mengaku "cukup terhibur" karena "banyak saudara".
"Bantuan [logistik] juga dari saudara-saudara, dan banyak yang menguatkan saya. Jadi, saya alhamdulillah, bisa tegar, bisa Insya Allah bisa melupakan," katanya perlahan.
Itu baru harapan Imas yang belum pernah mendapat pendampingan para ahli terkait traumanya. Dan Imas tidaklah sendiri.
Diperkirakan tidak sedikit dari sekitar 133 ribu orang pengungsi gempa Cianjur belum mendapatkan apa yang disebut sebagai trauma healing.

'Butuh 500 tenaga ahli untuk trauma healing'

Satu keluarga memilih mengungsi di sebuah tenda tidak layak di dekat kebun teh setelah gempa gunjang Cianjur.
Perwakilan Pusat Krisis Kementerian Kesehatan, Rahmat, mengaku, kemarin, kementerian terkait baru menurunkan tim - terdiri psikiater, psikolog dan perawat jiwa - di berbagai lokasi pengungsian.
Dalam jumpa pers bersama pejabat terkait di Cianjur, Minggu (27/11), Rahmat menilai "kita tidak memikirkan" upaya dukungan kesehatan jiwa psikosial kepada korban bencana.
"Kalau di masyarakat, namanya bagaimana pendampingan 'trauma healing'. Nah ini yang selama ini tidak dipikirkan," katanya.
Untuk itulah, menurutnya, sejumlah kementerian terkait akan menurunkan tim pada Senin (28/11).
Dua bocah berjalan di antara tenda pengungsian di Desa Gintung, Cianjur, 25 November 2022.
"Kita akan menurunkan tim ini di tempat-tempat pengungsian mulai Senin."
Dikatakan saat ini dibutuhkan sedikitnya 500 tenaga ahli untuk melakukan dukungan kesehatan jiwa psikososial - atau 'trauma healing' - bagi warga yang terdampak di Cianjur.
"105 untuk psikiater, 210 untuk psikolog, dan 210 untuk perawat jiwa," ungkapnya.
"Mudah-mudahan nanti masyarakat bisa memperoleh layanan untuk dukungan kesehatan jiwa psikososial."

'Anak-anak dan kaum perempuan rentan trauma'

Tidak diketahui berapa jumlah anak-anak yang ikut mengungsi dalam gempa Cianjur.
Namun, menurut lembaga internasional Save The Children, anak-anak paling beresiko terpapar trauma, selain kaum perempuan dan kelompok lanjut usia.
Menurut lembaga internasional 'Save The Children', anak-anak paling beresiko terpapar trauma, selain kaum perempuan dan kelompok lanjut usia.
"Reaksi-reaksi yang terjadi pada masyarakat, terutama pada anak-anak, memang sangat banyak. Kita biasanya menganggapnya itu acute stress disorder, gangguan stres akut.
"Biasanya itu terjadi pada anak-anak, pada siapapun, yang mengalami terutama bencana, termasuk gempa bumi," kata Bram Marantika, manajer psikososial Save The Children, kepada BBC News Indonesia, Senin (28/11).
Save The Children telah menurunkan timnya untuk melakukan dukungan psikososial kepada anak-anak di empat kecamatan di Cianjur yang paling terdampak.
"Terutama pada satu bulan pertama itu sangat penting, bagaimana kita mencegah agar mereka tidak sampai ke fase benar-benar trauma yang berbahaya," paparnya.
Save The Children telah menurunkan timnya untuk melakukan dukungan psikososial kepada anak-anak di empat kecamatan di Cianjur yang paling terdampak.
Bram Marantika kemudian mencontohkan salah-satu langkah yang sudah dilakukan pihaknya.
"Misalnya kita melakukan kegiatan rekreasional, agar anak-anak bisa punya waktu bermain dan pemulihan,"
"Kemudian di situ kita selipkan beberapa cara teknis pernapasan dengan sederhana dan dengan sesuatu yang disukai anak-anak," jelasnya.

'Alhamdulillah, dia akhirnya mau ngomong'

Berbagai organisasi swasta dan lembaga pemerintah, termasuk Palang Merah Indonesia, PMI, juga telah menurunkan relawannya untuk melakukan hal yang sama.
Cici Airin, 21 tahun, relawan dari PMI Cianjur, sejak enam hari lalu sudah mendampingi anak-anak yang terdampak gempa di sejumlah desa di Cianjur.
"Bersama anak-anak, kita ajak bermain, ngajari nyanyi, seperti cara cuci tangan, untuk mencegah diare, misalnya," ungkapnya.
"Bersama anak-anak, kita ajak bermain, ngajari nyanyi, seperti cara cuci tangan, untuk mencegah diare, misalnya," ungkap Cici, relawan PMI Cianjur.
Sebelum diterjunkan ke lokasi bencana, mahasiswa di sebuah perguruan tinggi ini mengaku sudah mengikuti program psikosial oleh PMI.
Cici lantas mengisahkan pengalamannya mendampingi seorang anak yang disebutnya mengalami trauma akibat gempa.
Awalnya, anak itu pendiam dan agak takut bertemu orang yang baru dikenalnya. Tapi kemudian 'berubah' setelah mengikuti 'trauma healing'.
"Lalu didampingi terus anak itu, akhirnya mau ngomong. 'Namanya siapa?' 'Sakila'. Alhamdulillah, dia akhirnya mau ngomong," ujar Cici.
Berbagai organisasi swasta dan lembaga pemerintah, termasuk Palang Merah Indonesia, PMI, juga telah menurunkan relawannya untuk melakukan hal yang sama.
Memasuki tanggap darurat di minggu kedua, pemerintah telah menganjurkan supaya para penyintas kembali ke rumahnya masing-masing yang tidak rusak strukturnya.
Hal itu disuarakan di tengah belum optimalnya pembagian tenda bagi pengungsi.
Lebih dari 133 ribu pengungsi tersebar di sekitar 450 titik, dan lebih dari 100 adalah tempat pengungsian mandiri alias atas inisiatif warga sendiri.
Sampai Senin (28/11) sore, tercatat ada 323 korban meninggal akibat gempa dan sembilan orang masih dinyatakan hilang.
Adapun korban luka berat yang dirawat di berbagai rumah sakit di Cianjur dan sekitarya ada 108 orang.
Sementara, rumah rusak tercatat 63.229, dan yang masuk kategori rusak berat ada 26.237, rusak sedang 14.196 dan ringan 22.796.
Bangunan sekolah yang rusak 421, tempat ibadah 170, fasilitas kesehatan 14 dan gedung perkantoran 17.
Kecamatan yang terdampak gempa ada 16 kecamatan dan 151 desa.
Seorang relawan temgah mencukur rambut bocah di lokasi pengungsian di Desa Sukamulya, Cianjur, 26 November 2022.