Qatar: Negara Kecil yang Akan Jadi Semakin Kaya Berkat Perang di Ukraina

Konten Media Partner
11 Mei 2022 19:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perdana Menteri Khalid bin Khalifa bin Abdul Aziz Al Thani menjabat pada Januari 2020.
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Khalid bin Khalifa bin Abdul Aziz Al Thani menjabat pada Januari 2020.
Dengan jumlah penduduk kurang dari tiga juta jiwa, Qatar telah menjadi negara yang penting bagi Eropa untuk menggantikan impor energi dari Rusia.
Bersama Australia, negara kecil di Timur Tengah ini adalah pengekspor gas alam cair (LNG) terbesar di dunia dan berpotensi menjadi sekutu komersial bagi negara-negara Uni Eropa, yang hampir 40% kebutuhan gasnya didapat dari Rusia.
Ketergantungan energi Eropa terhadap Rusia bukan menjadi masalah besar sampai Kremlin memutuskan untuk menyerang Ukraina pada bulan Februari lalu, yang membuat hubungan komersial kedua pihak di ambang kehancuran.
Eropa telah memulai kesepakatan jangka panjang untuk meningkatkan impor gas dari negara lain, tetapi langkah ini bukan solusi yang cukup untuk mengimbangi potensi kerugian jika menghentikan impor gas Rusia.
Ambil kasus Jerman, di mana 55% gas yang dikonsumsinya berasal dari Rusia.
Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck, baru-baru ini menyerukan langkah-langkah yang belum pernah ditempuh sebelumnya untuk mengurangi ketergantungan serta melawan apa yang dia lihat sebagai "pemerasan energi oleh Kremlin."
Jerman belum bisa menerima kapal LNG dari negara lain karena perlu membangun fasilitas untuk memprosesnya, sebuah rencana yang mungkin memakan waktu tiga hingga lima tahun, menurut perhitungan pemerintah.
Terlepas dari kesulitan logistik dan mengingat keadaan yang mendesak, Habeck mengatakan: "Kita harus mencoba langkah yang tidak praktis."
Dan, Jerman mengambil kebijakan untuk menggunakan terminal LNG terapung, yang mampu menerima produk gas dari tempat-tempat yang jauh seperti AS atau Qatar.
Beginilah cara Qatar memasuki meja perundingan dengan posisi yang baik saat perang Ukraina berlangsung, tepat pada saat Qatar telah melakukan investasi secara signifikan untuk meningkatkan produksi dan infrastruktur gas.
Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck sedang mencari kontrak gas baru.
"Tentu saja ada peluang untuk Qatar," kata Karen Young, peneliti senior dan direktur program ekonomi dan energi di lembaga pemikir Middle East Institute, di Washington D.C., kepada BBC Mundo.

Rencana ekspansi

Qatar punya rencana untuk meningkatkan kapasitas ekspor sekitar 60% pada tahun 2027 sebelum perang dimulai. Peluang jangka menengah untuk memasok LNG ke Eropa "akan menjadi keuntungan, baik secara ekonomi jika kesepakatan tercapai dengan harga saat ini, dan secara politik," katanya.
Sebagai negara monarki semi-konstitusional dengan emir sebagai kepala negara, dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan, Qatar tidak harus melalui proses pengambilan keputusan yang rumit atau mendapatkan dukungan politik dari berbagai pihak.
Sistem politik negara tersebut telah dianggap oleh organisasi Barat sebagai "rezim otoriter", sebuah deskripsi yang ditolak oleh pemerintah Qatar.
Amnesty International telah mengecam praktik yang dianggapnya sebagai "eksploitasi dan pelecehan" terhadap pekerja migran.

Ambisi Qatar

LNG adalah gas yang didinginkan dan memiliki harga jual lebih tinggi dari gas alam. Nilai plus terbesar LNG adalah lebih mudah untuk diangkut.
Gas cair ini dapat dimuat ke kapal dan tidak memerlukan pembangunan jaringan pipa gas besar dengan investasi jutaan dolar jangka panjang.
Pada 2019, Qatar mengumumkan rencana untuk meningkatkan ekspor LNG sebesar 64% pada tahun 2027, sebuah ambisi untuk mengembangkan bisnisnya.
Melalui rencana itu, perusahaan milik negara, Qatargas, telah mencapai kesepakatan untuk meningkatkan produksi di kawasan North Field, sebuah anjungan raksasa lepas pantai yang meluas ke perairan Iran dan salah satu cadangan gas alam terbesar di dunia.
Ekspansi tersebut akan memungkinkan Qatar meningkatkan kapasitas produksi LNG dari 77 juta menjadi 110 juta ton pada tahun 2025, seiring dengan permintaan produk yang terus meningkat.
Tidak hanya Jerman yang telah melakukan pendekatan ke Qatar untuk mengamankan impor LNG tambahan. Beberapa negara-negara tetangganya juga melakukan hal yang sama.
Urgensi untuk mendapatkan sumber energi yang baru menjadi lebih genting dan mendesak dalam beberapa pekan terakhir, setelah Rusia memutuskan pasokan ke Polandia dan Bulgaria di tengah aksi perang.

Negara kaya semakin kaya

Dengan jumlah kekayaan per kapita yang lebih banyak dari Swiss atau Amerika Serikat, Qatar tampaknya sedang berada di jalur yang sempurna untuk menjadi lebih kaya.
Bukan hanya dari Eropa, permintaan LNG juga tumbuh di negara-negara belahan bumi lain.
Konsumsi gas LNG dapat terus meningkat selama bertahun-tahun, karena kebutuhan baru negara-negara Eropa ini.
Saat ini, hampir 80% ekspor LNG Qatar ke Asia, dengan Korea Selatan, India, China, dan Jepang sebagai pembeli utama.
Dan berdasarkan volume pasar, China menjadi importir LNG terbesar di dunia setelah menandatangani kesepakatan dengan Qatar untuk jangka waktu 15 tahun.
Dengan meningkatnya permintaan dari pasar Asia dan Eropa, para ahli memprediksi, Qatar kini berada di posisi terbaik untuk meraih kontrak yang menguntungkannya.
Meskipun semuanya tidak akan terjadi dalam waktu dekat, perusahaan raksasa milik negara, Qatar Energy, terus memompa gas dengan kapasitas penuh.
Sebagian besar hasilnya akan dijual ke pihak-pihak di bawah kontrak-kontrak multi-tahun, yang menurut Doha tidak akan dibatalkan untuk mengalihkan pasokan ke Eropa.
Namun, beberapa perusahaan seperti Morgan Stanley memperkirakan, keputusan Eropa untuk mengimpor gas dari negara lain akan mendorong kenaikan 60% konsumsi LNG global pada tahun 2030.
Selama skenario itu terus berlangsung, ekonomi Qatar diprediksi akan tumbuh lebih dari 4% tahun ini, menurut Citigroup.
Ini merupakan lompatan terbesar negara yang pernah diboikot oleh negara-negara Teluk sejak 2015.