Siapa Rasmus Paludan, Pembakar Al-Quran yang Memicu Kerusuhan di Swedia

Konten Media Partner
18 April 2022 14:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keributan dan bentrokan pecah di beberapa kota Swedia sejak Kamis (14/04) setelah kelompok sayap kanan dan anti-Islam Denmark menggelar aksi pembakaran Alquran di beberapa kota.
Pada Minggu (17/04), aparat berwenang mengatakan tiga orang terluka setelah terkena peluru polisi selama bentrokan. Perhatian kini tertuju kepada Rasmus Paludan, seorang pria Denmark-Swedia yang menggalang kelompok itu.
Pada 2017, pria 40 tahun itu mendirikan gerakan sayap kanan Denmark, Stram Kurs atau Garis Keras, yang menyuarakan agenda anti-imigran dan anti-Islam.
Pada Kamis (14/04) dan Jumat (15/04) lalu, kelompok tersebut menyiarkan secara langsung video streaming Paludan membakar Alquran di berbagai kota di Swedia dan berencana terus menggelar aksi serupa. Dia dikenal sering melakukan aksi seperti itu.
Paludan diketahui berniat mencalonkan diri dalam pemilu legislatif Swedia September mendatang, tetapi masih belum memiliki jumlah dukungan yang diperlukan untuk mengamankan pencalonannya itu, ungkap AFP.
Paludan sedang menjalani "tur" di Swedia. Dia mengunjungi kawasan-kawasan dengan populasi Muslim yang besar, tempat dia ingin membakar kitab suci Alquran.

Siapa Rasmus Paludan?

Paludan dikenal sebagai seorang pengacara dan YouTuber dan diketahui pernah dihukum karena kasus penghinaan rasial.
Rasmus Paludan, Pemimpin Partai Stram Kurs, saat menghadiri debat TV terakhir yang disiarkan di Stasiun Pusat Kopenhagen sebelum pemilihan Rabu pada 4 Juni 2019 di Kopenhagen, Denmark.
Pada tahun 2019, ia membakar Alquran yang dibungkus dengan daging babi dan akunnya diblokir selama sebulan oleh Facebook setelah memuat postingan yang mengaitkan kebijakan imigrasi dan kriminalitas.
Pada November 2020, Paludan ditangkap di Prancis dan dideportasi.
Lima aktivis lainnya ditangkap di Belgia tak lama setelah itu, dituduh ingin "menyebarkan kebencian" dengan membakar Alquran di Brussels.
Pada 2020 pula dia dilarang masuk ke Swedia selama dua tahun terkait aksi pembakaran Alquran di Malmo.
Pada Sabtu lalu (18/04), salah satu demonstrasinya dipaksa pindah dari distrik Landskrona ke tempat parkir terpencil di Malmo selatan, tetapi sebuah mobil mencoba menerobos barikade penghalang.
Pengemudinya ditangkap dan Paludan kemudian membakar Alquran. Aksi itu juga dilakukan Paludan hari Kamis sebelumnya di sebuah alun-alun di Kota Linkoping, mengabaikan protes dari sejumlah orang yang lewat.
Tur Paludan dan kelompoknya itu telah memicu beberapa bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa yang kontra dengannya di penjuru Swedia dalam beberapa hari terakhir.
Pada hari Kamis dan Jumat lalu, sekitar 12 petugas polisi terluka dalam bentrokan tersebut.

Peringatan dan kecaman dari sejumlah negara

Setelah serangkaian insiden itu, Kementerian Luar Negeri Irak mengatakan telah memanggil kuasa usaha Swedia di Baghdad pada Minggu (17/04).
Kemlu Irak memperingatkan bahwa masalah itu bisa "berdampak serius" pada "hubungan antara Swedia dan Muslim secara umum, baik dengan negara-negara Muslim dan Arab dan komunitas Muslim di Eropa".
Pemerintah Iran pun mengeluarkan reaksi keras atas apa yang terjadi di Swedia.
Sejumlah saluran televisi Iran mengutip Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Saeed Khatibzadeh yang mengutuk "penghinaan atas perasaan umat Muslim" di Swedia dan di seluruh dunia.
Juru Bicara Pemerintah Iran Ali Bahadori Jahromi juga mengatakan bahwa "kebebasan berekspresi telah menjadi alat untuk memicu ekstremisme dan rasisme di Barat".
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, juga mengecam aksi Paludan dan kelompoknya.
"Menggunakan argumentasi kebebasan berekspresi untuk melecehkan agama dan kepercayaan satu kelompok adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan terpuji," kata Kemenlu RI dalam sebuah pernyataan di situs web resminya.

Sikap polisi Swedia disayangkan

Rangkaian demonstrasi yang dilakukan Paludan dan kelompoknya itu di penjuru Swedia mendapat izin pihak berwenang, ungkap Reuters.
Polisi pun terlihat mengawal Paludan saat dia membakar Alquran di Linkoping Kamis lalu.
Sikap polisi Swedia itu yang disayangkan sejumlah kalangan.
Politisi kelahiran Turki Mikail Yuksel, yang mendirikan Partai Berbeda Warna di Swedia, mengatakan provokasi Islamofobia dari Paludan di bawah perlindungan polisi terus berlanjut di kota-kota di seluruh Swedia.
"Di Swedia, yang membela hak asasi manusia, kebebasan beragama dan hati nurani, Al-Qur'an justru dibakar di lingkungan Muslim di bawah perlindungan polisi," katanya seperti dikutip kantor berita Turki, Anadolu.
Dia pun menyayangkan bahwa polisi hanya menyerukan umat Islam untuk menggunakan akal sehat saat kitab suci mereka dibakar tepat di depan mata mereka.
Seperti yang terjadi pada Kamis lalu saat 200 demonstran memprotes aksi Paludan di Linkoping.
Kelompok itu mendesak polisi untuk tidak membiarkan Paludan melakukan tindakannya.
Setelah polisi mengabaikan seruan tersebut, insiden pecah dan kelompok tersebut menutup jalan untuk lalu lintas, melempari polisi dengan batu.