Terungkap Momen Akhir Diktator Tunisia sebelum Dilengserkan, Memicu Arab Spring

Konten Media Partner
21 Januari 2022 9:59 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Presiden Tunisia Zine al-Abidine Ben Ali saat di pesawat terbang.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Presiden Tunisia Zine al-Abidine Ben Ali saat di pesawat terbang.
Rekaman rahasia mengungkap percakapan mantan diktator Tunisia, Presiden Zine al-Abidine Ben Ali, dengan sejumlah orang dan bagaimana paniknya pria itu sebelum dia digulingkan.
BBC telah memperoleh rekaman audio yang diyakini rangkaian panggilan telepon Ben Ali saat terbang ke luar negeri pada 2011.
Saat-saat terakhir ini menunjukkan bagaimana pemerintahannya runtuh, mengakhiri kediktatorannya selama 23 tahun dan memicu gelombang demonstrasi di negara-negara Arab oleh gerakan pro-demokrasi di kawasan itu. Gelombang itu, yang kemudian menumbangkan sejumlah pemimpin, diistilahkan sebagai Musim Semi Arab atau Arab Spring.
Rekaman tersebut - yang diperoleh BBC News Arabic Documentaries - telah dianalisis secara forensik oleh sejumlah ahli audio yang tidak menemukan bukti adanya gangguan atau manipulasi.
Ben Ali tidak bisa mengonfirmasi atau membantah tentang keaslian rekaman itu karena yang bersangkutan meninggal di pengasingan pada tahun 2019.
Tetapi BBC telah memperdengarkan rekaman ini kepada orang-orang yang mengenal individu-individu terkait, dan mereka percaya suara-suara itu asli, yang semakin mendukung keaslian rekaman tersebut.
Namun beberapa orang yang bersangkutan membantah keras kebenaran rekaman itu.
Jika asli, rekaman tersebut memberikan wawasan yang luar biasa tentang perubahan suasana hati Ben Ali dalam 48 jam terakhir sebelum rezimnya digulingkan, saat ia perlahan mulai memahami dampak sebenarnya dari gelombang protes yang mengguncang Tunisia.
Rekaman-rekaman itu —yang sejumlah kutipannya disertakan di bawah ini— dimulai pada malam hari 13 Januari 2011.
Rekaman pertama adalah panggilan telepon ke orang dekatnya, yang diyakini adalah Tarak Ben Ammar, seorang taipan media yang sukses dan dikenal karena mendorong sutradara George Lucas untuk membuat film Star Wars pertama di Tunisia.
Sebelumnya, pada hari itu, Ben Ali telah berpidato di televisi kepada rakyatnya, dalam upaya meredam demonstrasi massa.
Ketidakpuasan rakyat yang meluas akibat kesulitan ekonomi dan pemerintahan tangan besi yang sarat korupsi di Tunisia telah meletus beberapa minggu sebelumnya.
Ini terjadi setelah seorang pemuda yang jadi pedagang kaki lima, Mohamed Bouazizi, membakar diri setelah dilarang berjualan oleh aparat setempat di Kota Sidi Bouzid.
Pada 13 Januari 2011, sekitar 100 orang tewas dalam rangkaian aksi protes, yang akhirnya membanjiri jalan-jalan ibu kota.
Tapi Ben Ali saat itu terdengar tetap tenang ketika Ben Ammar muncul untuk memberi pujian.
"Kamu luar biasa, ini Ben Ali yang kami tunggu-tunggu!" kata Ben Ammar dalam rekaman itu.
Ben Ali kemudian bersikap merendah, mengatakan pidatonya kurang lancar, tetapi orang kepercayaannya itu bisa meyakinkannya.
"Sama sekali tidak... Ini adalah kebangkitan bersejarah. Anda adalah pemimpin rakyat, berbicara dalam bahasa mereka," kata temannya.
Ben Ali lalu tertawa, terdengar seperti merasa lega. Tapi pidatonya yang dibuat untuk publik Tunisia itu jelas tidak cukup.
Keesokan harinya, protes meningkat dan massa mengancam akan menyerbu Kementerian Dalam Negeri.
Pengaturan sudah dibuat untuk keluarga Ben Ali agar langsung terbang ke luar negeri demi keselamatan mereka menuju Arab Saudi - dan Ben Ali kemudian dibujuk untuk menemani mereka.
Isi dan waktu rekaman berikutnya menunjukkan Ben Ali sudah dalam penerbangan itu.
Dia terdengar menelepon dengan nada panik ke tiga orang —diyakini sebagai menteri pertahanan, panglima angkatan darat, dan orang dekatnya— Kamel Eltaief.
Dia memulai dengan bertanya kepada seseorang yang kami pahami sebagai Menteri Pertahanan Ridha Grira tentang situasi di lapangan di Tunisia.
Grira menjelaskan kepadanya bahwa saat itu sudah ada presiden sementara. Ben Ali meminta Grira untuk mengulangi informasi itu tiga kali, sebelum menjawab bahwa dia akan kembali ke negaranya "dalam beberapa jam".
Dia kemudian menelepon seorang pria yang diyakini BBC sebagai orang kepercayaan dekat, Kamel Eltaief. Ben Ali memberi tahu Eltaief bahwa menteri pertahanan telah meyakinkannya bahwa situasi telah terkendali.
Eltaief dengan blak-blakan mengoreksi asumsi ini.
"Tidak, tidak, tidak. Situasi berubah dengan cepat dan tentara saja tidak cukup," temannya memberitahu Ben Ali.
Ben Ali lalu menyela untuk bertanya: "Apa kamu menyarankan saya untuk kembali sekarang atau tidak?" Dia harus mengulangi pertanyaan itu tiga kali lagi sebelum Eltaief menjawabnya.
"Segalanya tidak berjalan baik," Eltaief akhirnya menjawab.
Ben Ali kemudian menelepon pria yang kami yakini panglima militernya, Jenderal Rachid Ammar. Ammar tampaknya tidak mengenali suara di ujung telepon. "Saya presiden," tegas Ben Ali.
Sang panglima meyakinkan dia bahwa "semuanya sudah oke."
Sekali lagi, Ben Ali mengajukan pertanyaan yang sama yang dia tanyakan kepada Eltaief —haruskah dia kembali ke Tunisia sekarang? Rachid mengatakan kepadanya bahwa akan lebih baik baginya untuk "tunggu sebentar".
"Ketika kami melihat situasi Anda dapat pulang, kami akan memberi tahu Anda, Bapak Presiden," kata Ammar kepada Ben Ali.
Dia kembali menelepon menteri pertahanannya, lagi-lagi menanyakan apakah dia harus pulang, dan kali ini Grira lebih berterus terang, memberi tahu Ben Ali bahwa dia "tidak dapat menjamin keselamatannya" jika dia melakukan hal itu.
Lewat tengah malam, pesawat yang membawa Ben Ali mendarat di Jeddah, Arab Saudi. Dia sempat memerintahkan pilot untuk mempersiapkan perjalanan untuk pulang sebelum dia dan keluarganya diantar ke Wisma Tamu Istana Raja Faisal.
Tapi pilot tidak mematuhi perintah itu. Dia malah langsung meninggalkan Ben Ali terbang kembali ke Tunisia.
Bangun di Arab Saudi keesokan paginya, Ben Ali menelepon menteri pertahanannya lagi.
Grira mengakui pemerintahnya sudah tidak bisa lagi mengendalikan apa yang terjadi di jalan-jalan. Dia bahkan mengatakan kepada Ben Ali bahwa ada wacana kudeta.
Ben Ali menepis hal itu sebagai tindakan kaum "Islamis", sebelum sekali lagi menyinggung soal pulang ke negaranya.
"Ada kemarahan di jalan-jalan dengan cara yang tidak bisa saya gambarkan," jelas Grira. Dia tampaknya ingin menegaskan kepada presiden dengan menambahkan: "Agar Anda tidak dapat mengatakan bahwa saya memberi Anda informasi sesat, dan keputusan ada di tangan Anda."
Ben Ali mencoba mempertahankan reputasinya. "Apa yang telah saya lakukan kepada orang-orang di jalan? Saya sudah mengabdi kepada mereka."
"Saya memberi tahu Anda situasi sebenarnya, bukan cuma penjelasan," jawab Grira.
Maya Jeribi, pemimpin partai oposisi saat ikut dalam aksi unjuk rasa di Tunis pada 14 Januari 2011.
Dalam beberapa jam kemudian, pemerintahan baru terbentuk di Tunisia —banyak menteri yang sama, termasuk Grira, mempertahankan posisi mereka.
Ben Ali tidak pernah kembali ke tanah airnya. Dia menetap di Jeddah, Arab Saudi, hingga meninggal dunia pada 2019.
Menteri Pertahanan Ridha Grira dan Panglima Angkatan Darat Rachid Ammar menolak mengomentari rekaman tersebut ketika dihubungi oleh BBC.
Orang kepercayaan Ben Ali, Kamel Eltaief dan Tarak Ben Ammar, membantah soal percakapan telepon dengan Ben Ali tersebut. Ben Ammar menambahkan bahwa dia tidak berusaha meyakinkan presiden tentang nasib pemerintahannya.
BBC telah menghabiskan lebih dari setahun melakukan penelitian tentang keaslian rekaman tersebut.
Rekaman-rekaman itu telah dianalisis oleh sejumlah ahli audio-forensik terkemuka di Inggris dan AS yang mencari tanda-tanda gangguan atau pengeditan, atau pemrosesan 'deep fake' yang meniru suara secara artifisial.
Tidak ada petunjuk bahwa rekaman itu hasil manipulasi.
BBC juga berusaha mengkonfirmasi identitas mereka yang menelepon dengan memutar kutipan yang relevan kepada individu-individu yang mengenal setidaknya salah satu dari orang-orang yang suaranya terdengar di rekaman itu.
Mereka yang diajak berkonsultasi mencakup tiga pejabat tinggi keamanan Ben Ali, pemimpin partai politiknya, dan bahkan seorang peniru suara sang presiden.
Semua pihak yang didekati dapat mengidentifikasi para pembicara itu dan tidak mengkhawatirkan keasliannya.
Bukti lain juga menguatkan latar belakang sejumlah percakapan telepon itu, termasuk pernyataan sebelumnya oleh Menteri Pertahanan Grira dan Panglima Angkatan Darat Ammar bahwa mereka telah berbicara dengan presiden saat dia berada di pesawat, dan ingatan Ammar sangat persis dengan isi percakapan telepon itu.
Rekaman itu menunjukkan bagaimana seorang autokrat seperti Ben Ali yang menjalankan negaranya secara represif dan ditakuti selama 23 tahun berubah menjadi bimbang dan nasibnya berada di bawah belas kasihan instruksi para menterinya di saat-saat terakhir berkuasa.
Pada tahun 2011, selama pengasingannya di Arab Saudi, Ben Ali menerima hukuman penjara seumur hidup secara in absentia atas kematian para pengunjuk rasa selama revolusi itu.
Animasi oleh Jasmine Bonshor dan Ismail Moneer