Umar Patek Akan Segera Bebas, PM Australia Sebut Warganya Sangat Sedih

Konten Media Partner
19 Agustus 2022 13:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese.
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese.
Australia menanggapi berita akan dibebaskannya narapidana terorisme bom Bali setelah mendapatkan remisi kemerdekaan.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese berkata warganya “sangat sedih“ mendengar berita bahwa pria yang bertanggung jawab atas pengeboman di Bali pada 2002 menjalani hukuman penjara yang jauh lebih rendah dari vonis.
Umar Patek dihukum 20 tahun penjara pada 2012 karena perannya dalam peristiwa bom yang menewaskan lebih dari 200 orang. Sebanyak 88 di antaranya adalah warga negara Australia.
Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu hukuman seumur hidup.
Umar yang mendekam di Lapas Kelas 1 Surabaya di Porong, mendapatkan remisi umum HUT RI ke-77 sebanyak lima bulan. Sebelumnya, napiter seperti Umar dapat mengajukan bebas bersyarat setelah menjalani dua per tiga masa tahanan. Ditambah dengan remisi HUT RI ke-77, masa tahanan Umar bisa berakhir pada Agustus 2022.
Kakanwil Kemenkumhan Jatim Zaeroji menyebutkan remisi diberikan kepada Umar karena dia “berperilaku sangat baik dan sudah berikrar masuk NKRI”, seperti dilaporkan oleh Detik.
Menanggapi berita ini, PM Albanese berkata Australia akan mengirim perwakilan diplomatiknya ke Indonesia.
“Kami akan terus membuat representasi diplomatik sesuai kepentingan Australia. Dan kami akan terus melakukannya untuk berbagai permasalahan, termasuk isu keamanan dan hukuman pidana. Termasuk hukuman penjara dari warga Australia yang saat ini masih ditahan di Indonesia,“ katanya.
Dibebaskannya Umar sebelum peringatan 20 tahun peristiwa Bom Bali ini, tambah dia, juga “membuat warga Australia sangat sedih”.
Jan Laczynski, warga Australia, selamat dari serangan itu karena dia pulang lebih cepat dari salah satu klub yang diledakkan. Namun lima orang temannya menjadi korban.
Ketika mendengar keputusan Umar dapat segera bebas, dia mengaku shock.
“Dua ratus dua orang meninggal dunia dan mereka berkata dia bisa melenggang bebas sebelum peringatan 20 tahun serangan itu, dan dia keluar sebelum menjalani 20 tahun masa penjara,” kata Jan.
“Saya merasa gugup, saya kecewa, saya merasa semua negara harus menuntut supaya orang ini dimonitor, ke manapun dia pergi, apapun yang dia lakukan. Dia seharusnya tidak diperbolehkan berada di jalan umum,” lanjutnya.

Persidangan panjang Umar Patek

Umar Patek terbukti dalam pengadilan membuat bahan peledak untuk serangan bom Bali 2002.
Umar Patek duduk dalam sidang selama 12 jam pada 21 Juni 2012, sebelum majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 20 tahun penjara untuknya.
Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu hukuman seumur hidup, karena majelis hakim melihat sejumlah hal meringankan antara lain Patek mengakui perbuatannya.
Namun, di sisi lain hakim menganggap Umar Patek terbukti melakukan seluruh enam dakwaan yang disampaikan jaksa penuntut.
"Melakukan permufakatan jahat memasukkan senjata dan amunisi untuk melakukan tindak pidana terorisme di Indonesia," papar ketua majelis hakim Encep Yuliardi.
Selain itu, lanjut hakim Encep, Umar juga dianggap terbukti menyembunyikan informasi terkait tindakan pidana terorisme, terkait pelatihan militer di Jantho, Nanggroe Aceh Darussalam.
Umar juga dianggap terbukti ikut serta melakukan pembunuhan bersama dalam aksi Bom Bali I 2002 lalu yang menewaskan 202 orang, yang sebagian besar adalah warga asing.
Dalam sidang, Umar Patek menunjukkan rasa penyesalannya secara terbuka dalam sidang.
"Saya menyesal atas apa yang sudah saya lakukan. Saya meminta maaf kepada keluarga korban tewas, baik warga Indonesia maupun warga asing," kata Umar di dalam sidang pada Mei 2012.
Umar membantah memimpin serangan bom di Bali. Dia mengatakan hanya menjalankan peran kecil dalam peristiwa tragis itu.
Tetapi dia mengaku telah mencampur berbagai bahan kimia untuk digunakan sebagai peledak, meski dia mengatakan tidak tahu bagaimana bom itu akan digunakan.
Umar juga dituding sebagai pakar bom untuk organisasi Jemaah Islamiyah (JI), organisasi teror di Asia Tenggara yang berafiliasi dengan Al-Qaeda.

Jejak pelarian Umar Patek

Sebelum diringkus oleh penegak hukum, Umar Patek hidup dalam pelarian.
Dia sempat berada di Indonesia selama kurang lebih satu tahun antara 2009 dan 2010 sebelum berangkat ke Pakisan, kata pengamat terorisme dari International Crisis Group (ICG) Sidney Jones, dalam wawancara dengan BBC Indonesia pada Agustus 2011.
"Kita tidak tahu persis apa yang ia lakukan selama di Indonesia. Kita juga tidak tahu apakah ia berhubungan dengan jaringan teroris internasional selama di Indonesia," kata Jones saat itu.
Yang pasti setelah Dulmatin - teman Umar Patek di Indonesia dan di Filipina selatan - tewas tertembak dan kam latihan teroris di Aceh terbongkar, dia berangkat ke Pakistan.
"Adalah sesuatu yang memprihatinkan keberadaan Patek tak bisa diketahui oleh sejumlah negara sehingga ia bisa masuk ke Pakistan," kata Jones.
Selain ikut merancang dan membuat bom dalam serangan bom di Bali pada 2002, ia juga diperkirakan terlibat serangan bom Natal di Jakarta pada tahun 2000 yang menewaskan 19 orang.
Setelah bom Bali 2002 ia lari ke Mindanao, Filipina selatan.
Pada 2005, Umar Patek bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf di Pulau Jolo. Empat tahun kemudian ia masuk ke Indonesia dan pada 2010 berangkat ke Pakistan.
Umar Patek ditangkap di kota Abbottabad, Pakistan, pada 25 Januari 2011. Di kota ini pula bersembunyi pemimpin al Qaida Osama bin Laden yang kemudian tewas digrebek pasukan khusus Amerika Serikat pada Mei 2011.
Setelah upaya ekstradisi selama lima bulan, Umar Patek tiba di Jakarta pada Agustus 2011 untuk menjalani persidangan.